Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Ketahuan Sexting? Jangan Panik, Begini Cara Menanganinya

Kompas.com, 25 Maret 2021, 08:15 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Hal yang paling parah adalah kemungkinan anak terpapar predator seksual dan menjadi korbannya. Karena itu, penting bagi orang tua untuk menyampaikan pada anak implikasi yan mungkin terjadi atas tindakannya tersebut.

Panduan Menangani Anak yang Ketahuan Sexting

Teknologi merupakan hal yang baru bagi orangtua namun menjadi sesuatu yang natural bagi anak-anak. Karena itu ada beberapa hal yang mungkin sulit dipahami oleh orang tua seperti kecenderungan sex chat.

Meski sudah membatasi akses teknologi anak, selalu ada kemungkinan jika orang tua kecolongan. Namun jika mendapati anak melakukan sexting, jangan panik.

Sisihkan perasaan panik dan amarah yang muncul dan berpikirlah dengan tenang. Respon orang tua sangat menentukan perilaku anak mengenai tindakan ini di kemudian hari.

Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual

Dr. Renee Solomon, Psikolog Klinis yang berbasis di Los Angeles mengatakan jika orang tua harus menghilangkan pikiran bahwa ini adalah hal yang tabu untuk dibahas.

Lebih jauh lagi, ia menguraikan langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua yang anaknya ketahuan bertukar pesan sex chat antara lain:

  • Akui itu adalah pesan yang dikirimkan anak

Banyak orang tua enggan mengakui kenyataan jika anaknya adalah pengirim pesan seks tersebut. Terlebih lagi jika mereka merasa anaknya memiliki karakter pendiam dan pemalu sehingga tidak mungkin melakukannya.

Solomon mengatakan, bagi remaja dunia maya terasa agak anonim dan jauh dari kenyataan sehingga lebih nyaman mengatakan hal-hal yang tidak pantas. Karena itu langkah pertama adalah orang tua harus mengakui perbuatan anaknya itu dan bukan malah memungkirinya.

Baca juga: Usia Berapa Anak Perlu Mendapatkan Pendidikan Seks?

  • Sampaikan konsekuensi perbuatannya itu

Studi Universitas Drexel membuktikan jika kebanyakan remaja tidak menyadari konsekuensi hukum atas sexting. Mereka juga tidak menyadari jika pesan atau foto  yang mereka kirimkan bisa menyebar luas.

Solomon membeberkan fakta bahwa kebanyakan foto bugil remaja wanita yang dikirim secara pribadi berakhir dengan diteruskan kepada banyak penerima. Karena itu, sampaikan sejak awal pada anak bahwa hal itu tidak bisa dikontrol.

Untuk mempermudah, berikan contoh misalnya dengan sejumlah kasus yang terjadi atau melalui film. Ada banyak serial televisi atau konten yang bisa dijadikan panduan untuk mengajari anak tentang konsekuensi ini.

  • Tetapkan aturan keluarga mengenai hal ini

Jika mendapati anak bertukar pesan seks, Solomon menyarankan orang tua untuk segera membicarakannya saat itu. Diskusikan ini kepada anak dengan tenang sembari menyampaikan tentang berbagai risikonya.

Penting juga untuk menjelaskan aturan dan batasan yang dimiliki setiap keluarga tentang kencan dan aktivitas seksual. Kebanyakan remaja menganggap sexting sebagai bukti hubungan romantis mereka dengan pasangannya.

Karena itu, jelaskan aturan keluarga tentang pacaran dan berbagai batasannya.

Baca juga: Mengapa Anak Perlu Memakai Nama yang Benar untuk Organ Reproduksi

  • Saatnya membicarakan seksualitas

Seksualitas seringkali menjadi hal yang tabu dibahas di keluarga. Hal ini juga yang kerap menjadi pangkal masalah karena anak kemudian berusaha mencari tahu sendiri termasuk lewat sexting.

"Sayangnya, remaja kita banyak belajar tentang seks dari media sosial, yang tidak akurat atau bermanfaat," ujar Solomon, dikutip dari Family Education pada Kamis (25/03/3032).

Karena itu penting sekali membicarakan seksualitas pada anak dengan terbuka dan jujur. Jadi kita bisa mengkonfirmasi berbagai keingintahuan anak sekaligus menjelaskan tentang apa saja yang baik dan buruk.

Momen ini juga bisa dijadikan kesempatan untuk belajar mengenai consent dan aturan keterlibatan dalam berhubungan pribadi.

  • Bersikap tegas

Orangtua diminta untuk tenang dan mampu bersikap tegas. Jika anak sudah menunjukkan tanda kecanduan atau gejala berulang sexting maka saatnya mengambil gadget mereka.

Jika langkah itu dianggap terlalu ekstrem maka cobalah memantau komunikasi anak dengan lebih intens. Solomon menyarankan untuk berteman di media sosial dengan anak agar kita lebih memahami lingkungannya di dunia maya.

Namun tetap ada kemungkinan orang tua diblokir oleh anak. Karena itu keterbukaan dan komunikasi langsung lebih penting untuk melawan pengaruh luar.

Baca juga: Anak Sering Main Gadget Selama Karantina, Kapan Harus Khawatir?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau