Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Rela Repot demi Bergosip Anonim di Dunia Maya?

Kompas.com - 07/09/2021, 02:00 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

"Bisa kita lihat dengan bebasnya mereka mem-posting berita apa saja tentang para selebritas baik sisi positif maupun negatif," kata dia dalam obrolan bersama Kompas.com.

Terdapat hegemoni politik yang membuat seseorang merasa memiliki kekuasaan tanpa batas yang akhirnya memicu masalah dengan objek pembicaraan.

Baca juga: 4 Tips agar Tak Jadi Korban Gosip di Tempat Kerja

Selain itu, dia menilai adapula hegemoni budaya secara simetris yang tergambar dari banyaknya unggahan yang dikomentari.

Hal ini menandakan, perhatian warganet sangat tinggi sehingga forum tersebut memiliki pengaruh dalam pembentukan opini publik.

Pola ini juga didukung dengan sifat real time dari media sosial yang menjadikan platform ini efektif dalam penyebaran informasi, termasuk gosip.

"Meskipun sifat beritanya terkini dan mungkin belum tentu benar, namun karena dikomentari oleh para followers justru menjadi ajang gibah, ujaran kebencian."

"Dan, kadang berujung dengan pertengkaran baik antara selebritas yang bersangkutan dengan netizen atau para pendukung maupun haters (pembenci) selebritas," ungkap Ajeng.

Isi pesan yang disampaikan baik negatif maupun positif, buruk maupun elok, tetap dianggap sebagai suatu kebenaran meski pun awalnya berita tersebut hanya rumor semata.

Disadari atau tidak, forum ini digunakan sebagai alat untuk menyebarluaskan gagasan tertentu yang mendukung dan memperkuat kekuasaan kelompok tertentu.

Baca juga: Jika Tak Ingin Jadi Bahan Gosip di Kantor, Perhatikan 5 Poin Ini

Pada akhirnya, kabar tersebut akan diterima secara luas oleh masyarakat menjadi sebuah ideologi termasuk soal kehidupan artis tersebut.

Meski demikian, Ajeng menilai adanya forum gosip tersebut menggambarkan kekuatan dari objek yang dibicarakan itu sendiri.

Pergibahan itu menjadi bukti akan adanya suatu kelas sosial dominan untuk memproyeksikan cara mereka dalam memandang dunia.

Warganet kemudian menikmati dan menyukai keberadaan kelas dominan tersebut.

Hal ini, tambah Ajeng, sesuai dengan teori politik bahwa kelompok dominan bukan semata-mata bisa mempertahankan dominasi karena kekuasaan, tetapi karena masyarakat sendiri yang mengizinkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com