Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Josephus Primus

Jurnalis di Kompas.com yang lagi senang memperhatikan perilaku orang bereuni.

Reuni Sekolah, Bukan Sekadar CLBK

Kompas.com, 1 November 2021, 08:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

SECANGKIR kopi hitam yang saya bubuhkan sedikit bubuk gula merah ke dalamnya belum habis saya seruput.

Sore itu, Jumat, saya masih ingat, pada sebuah kafe di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan, nyaris 12 tahun lalu.

Dari jendela kafe saya menyaksikan matahari mulai tenggelam di ufuk Barat.

Dari situ pula, saya melihat bahwa Jakarta masih kaya dengan hiruk-pikuk kendaraan.

Ilustrasi MacetKOMPAS/IWAN SETIYAWAN Ilustrasi Macet

Kemacetan tampak mengular di dua jalur jalan berlawanan arah.

"Primus ya?" seorang perempuan sekitar 40-an tahun, seumuran saya, tiba-tiba, berdiri di depan meja, persis di dekat bangku tempat saya duduk.

"Gue Santi," katanya.

Saya memandang wajahnya dengan takjub.

Rambutnya panjang sebahu.

Bergelombang.

Hitam warnanya.

Sebelum menjawab, di dalam hati saya berkata,"Cakep juga ini cewek."

"Santi?" tanya saya kepada perempuan itu sembari mengernyitkan dahi.

"Iya. Temen lu SD dan SMP. Kita satu sekolahan," kata dia.

Saya masih bingung.

Kembali saya memandang wajahnya.

"Lupa ya? Potongan rambut gue masih kayak dulu loh," ujarnya ramah.

Sebelum saya menjawab, dia kembali berkata,"Waktu SMP banyak cowok yang ngecengin (cari-cari perhatian) gue loh."

Gegara omongan Santi itu, dengan cepat saya menjawab," Oh iya ya? Banyak yang ngecengin lu ya? Tapi, gue enggak ikutan rombongan cowok yang ngecengin lu deh kayaknya."

Tawa kami pun berderai.

"Ah, Primus lu masih kayak dulu aja. Slenge-an (tak acuh)," katanya sembari tersenyum.

"Gue kangen tauk sama kawan-kawan sekolah," kata Santi lagi.

"Gue seneng banget hari ini kita bisa jadi reunian teman-teman seangkatan," katanya.

"Iya gue juga seneng banget," kata saya.

"Eh Primus, gue duduk di kursi sebelah situ ya (sembari menunjuk deretan meja dan kursi yang letaknya sejajar dengan saya). Nunggu teman-teman cewek yang lain, yang bakal datang," tutur.

"Siap Santi!" kata saya mengangkat cangkir kopi dan kembali menyeruput isinya.

Hari itu, saya dan kawan-kawan, termasuk Santi, tentunya, akhirnya jadi bereuni.

Siswa-siswi SD Tarakanita 2 Jakarta berlatih tari modern di halaman sekolah untuk persiapan tampil pada Rock Ur Day- Pound Ur Fit di Pintu 6 Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta mulai pukul 05.30 WIB, Minggu (28/4/2019).
Dokumentasi SD Tarakanita 2 Jakarta Siswa-siswi SD Tarakanita 2 Jakarta berlatih tari modern di halaman sekolah untuk persiapan tampil pada Rock Ur Day- Pound Ur Fit di Pintu 6 Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta mulai pukul 05.30 WIB, Minggu (28/4/2019).

Sejak 1982 lulus SD Tarakanita 2 Jakarta dan berlanjut lulus SMP Tarakanita 1 Jakarta pada 1985, kami memang sama sekali jarang bersua kembali.

SD Tarakanita 2 Jakarta dan SMP Tarakanita 1 Jakarta memang cuma selisih satu tembok.

Kedua sekolah asuhan suster-suster biarawati Katolik Carolus Borromeus (CB) itu ada di bilangan Jalan Wolter Monginsidi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Tangkapan layar saat Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Indonesia Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro bertatap muka digital dengan para guru serta murid kelas 5 dan 6 SD dari tujuh wilayah kerja Yayasan Tarakanita melalui Zoom pada Jumat (22/5/2020).Yayasan Tarakanita Tangkapan layar saat Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Indonesia Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro bertatap muka digital dengan para guru serta murid kelas 5 dan 6 SD dari tujuh wilayah kerja Yayasan Tarakanita melalui Zoom pada Jumat (22/5/2020).

Kawasan Santa, begitu orang-orang sekitar mengenalnya.

Sembilan tahun bersekolah di situ, kenangan paling membekas di benak saya adalah banjir.

Letak sekolah yang cuma sepelemparan batu dari Kali Krukut itu memang rentan dilanda banjir saat musim hujan.

Selama sembilan tahun bersekolah di situ, sembilan kali pula saya mengalami kebanjiran.

Seperti biasa, setelah air banjir surut, kami semua, para siswa, guru, dan para pekerja sekolah sama-sama membersihkan sekolah dari lumpur sisa banjir.

Siswa dan siswi SD Tarakanita saat menghias botol dengan kain perca.DOK SD Tarakanita Siswa dan siswi SD Tarakanita saat menghias botol dengan kain perca.

"Asli, ini pengalaman yang paling keren," gumam saya.

Kabar yang saya dapat, sekolah saya tercinta itu masih saja tergenang banjir saat musim hujan.

Alhasil, Jumat sore hingga malam itu, kami jadi bereuni.

Lumayan, dalam hitungan saya ada sekitar 50-an orang teman seangkatan yang hadir.

Seperti biasa, saat reuni semua kenangan-kenangan di masa lalu kembali keluar dan menjadi bahan obrolan yang menggembirakan.

Foto ilustrasi olahraga pound fit. Sebagai olahraga yang penuh dengan gerakan cepat, pound fit sudah barang tentu mesti diawali dengan pemanasan memadai. Dokumentasi SD Tarakanita 2 Jakarta Foto ilustrasi olahraga pound fit. Sebagai olahraga yang penuh dengan gerakan cepat, pound fit sudah barang tentu mesti diawali dengan pemanasan memadai.

Kami semua tertawa lepas.

Kami semua bergembira.

Kami semua sejenak lupa akan kepenatan hidup masing-masing.

Pokoknya, reuni.

Semua bergembira!

Sejatinya, pertemuan reuni pada Jumat itu, bukanlah kali pertama buat saya.

Beberapa reuni, paling sering dengan teman seangkatan masuk tahun 1985 di SMA Kolese Seminari Santo Petrus Kanisius Magelang, saya ikuti.

Bila di reuni SD Tarakanita 2 dan SMP Tarakanita 1 saya akan berjumpa dengan Santi dan kawan-kawan perempuan lainnya, jangan harap pada reuni di sekolah asrama di kawasan Kecamatan Mertoyudan, Magelang yang sejuk hawanya itu, perjumpaan dengan cewek-cewek terjadi.

"Ini sekolah cowok Bung," kata Ketua Angkatan kami, Toni Roestiawan.

Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto di SMA Seminari Mertoyudan Kabupaten Magelang, Sabtu (30/6/2018).KOMPAS.com/IKA FITRIANA Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto di SMA Seminari Mertoyudan Kabupaten Magelang, Sabtu (30/6/2018).

Kami menamakan diri angkatan Susterkesot.

Nama Susterkesot memang berasal dari cerita lama di kompleks sekolah kami.

Di halaman belakang kompleks sekolah seluas 5 hektare itu, pernah ada beberapa makam.

Sekolah kami, berdiri sejak 1912, masih menyisakan gedung-gedung tua peninggalan pembangunan pendidikan zaman Belanda.

Suasananya memang tenteram, namun bagi yang kali pertama bertandang ke situ, rasa angker dan sedikit mencekam pasti terasa.

Kisah Susterkesot, entah dari mana sumber pertamanya, adalah cerita, konon, tentang hantu suster yang berjalan mengesot dari arah bekas kuburan di Seminari.

Cerita itu acap dipakai untuk menakut-nakuti siswa baru di Seminari.

Nama Susterkesot itu membekas di benak kami walaupun, hingga saya lulus, saya belum pernah berjumpa dengan suster itu.

Setelah melampaui beberapa reuni, pada akhirnya, angkatan kami di Kolese itu, kedatangan kaum perempuan.

Mereka adalah para istri.

Terus terang, setelah melalui obrolan panjang, kami, para lelaki, punya kesepakatan bersama bahwa mengajak serta pasangan hidup adalah puncak dari sebuah reuni.

Buat saya, reuni paling sempurna adalah reuni yang mengajaksertakan pasangan hidup plus anak-anak.

"Kami saling membaur dan bercerita, Kebiasaan ini bahkan menjadi kerinduan anak-anak kami untuk ingin selalu bereuni kembali," ujar Toni Roestiawan.

Iseng-iseng, sore itu, saya membanding-bandingkan dari satu reuni ke reuni lain yang pernah saya ikuti.

Sepertinya lazimnya, "kebiasaan", keseringan mengadakan reuni, pada satu sisi, memang mempererat hubungan keakraban satu sama lain.

Namun demikian, keseringan mengadakan reuni, biasanya, berhenti pada kehabisan cerita.

"Kita ngomongin apa lagi ya," begitu pernah terlontar ucapan seorang kawan saya.

Nah, kondisi kehabisan cerita ini biasanya menarik.

Pasalnya, di tengah kondisi stagnan itu, akan ada ide-ide baru yang mengemuka.

Bahwa ide baru tersebut adalah arisan, bagi saya itu hal biasa.

Yang luar biasa adalah ide memberikan perhatian lebih pada almamater.

Saya ambil contoh adalah reuni Susterkesot.

Keseringan reuni membuat kami membangun dan mewujudkan rencana membantu finansial siswa Seminari yang kebetulan kurang memadai.

Melalui konsultasi dengan para pegajar di Seminari, kami mewujudkan donasi setiap bulannya.

Kami menyadari bahwa donasi semacam itu tak hanya monopoli angkatan sendiri.

Dari tahun ke tahun sebelumnya, kian banyak angkatan Seminari yang juga ikut melaksanakan donasi seperti itu.

Untuk saya pribadi, gerakan ini, meski belum mumpuni, sudah membawa arti tersendiri bagi mantan siswa, pihak sekolah, hingga siswa yang masih menuntut ilmu di Seminari.

Itu sisi positif reuni sekolah.

Hal lain, tak bisa dimungkiri, reuni sekolah selalu berisi memori yang, kadang, belum selesai.

Apalagi kalau bukan masalah asmara.

Ilustrasi perselingkuhan.Shutterstock Ilustrasi perselingkuhan.

Istilah zaman kini adalah CLBK alias Cinta Lama Bersemi Kembali atau Cinta Lama Belum Kelar.

Senior saya di SMP pernah berkisah bahwa efek reuni, salah satunya, perselingkuhan.

Rekan yang pernah berkasih-kasihan di masa belia walau ujungnya tak jadi berumah-tangga, bertemu dengan mantan.

Padahal, saat reuni, keduanya sudah punya pasangan masing-masing.

Perselingkuhan, sesekali, tak terhindarkan.

"Itu kan bikin pertemanan jadi enggak asik," ujar kakak senior saya dengan nada terkesan sewot.

Terus-terang, saya hanya tersenyum simpul bila mendengar kisah-kisah perselingkuhan, efek dari sebuah reuni.

Senyum simpul saya itu bukan sembarangan senyum simpul.

Pasalnya, pada sebuah reuni, saya termasuk orang yang ikut jungkir-balik mempertahankan pernikahan seorang rekan yang nyaris remuk-redam lantaran perselingkuhan pasca-reuni.

Lagi-lagi, saya hanya tersenyum jika mengingat-ingat berbagai kisah reuni sekolah.

CLBK adalah sebagian kepingan dari reuni sekolah.

Selain CLBK, reuni juga bisa menghasilkan donasi darah bersama, jalan-jalan bersama, bisnis bersama, dan apa saja hal positif, yang penting dijalankan bersama.

Termasuk, kisah keberhasilan membantu almamater adalah kepingan lain yang membuat pengalaman hidup dari "kebiasaan" reuni yang bukan sekadar CLBK, menjadi kian utuh.

"Gue pulang duluan ya Primus," sapaan Santi menggugah lamunan saya.

"Oh iya silakan," jawab saya.

"Santi, boleh ya gue dapat nomor kontak lu?" kata saya lagi.

"Oh boleh," kata Santi.

Tak lama, nomor kontak Santi pun ada di ponsel saya.

"Makasih ya Santi," kata saya.

"Iya sama-sama. Dagghh Primus," katanya seraya senyum.

"Dagghh juga," kata saya sambil melempar senyum ke arah Santi.

Saya tatap habis punggung belakang Santi yang kian menghilang menjauhi kafe.

Tak lama, kopi pun saya seruput hingga tandas.

Masih menggenggam ponsel, sembari beranjak pergi usai membayar harga secangkir kopi, saya pun berkata dalam hati, "Santi, lu emang cantik."

ilustrasi WhatsApp userslashgear.com ilustrasi WhatsApp user

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Wellness
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Parenting
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Parenting
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Wellness
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Wellness
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Relationship
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Wellness
6 Rekomendasi Celana Garis Brand Lokal, Cocok untuk Harian hingga ke Kantor
6 Rekomendasi Celana Garis Brand Lokal, Cocok untuk Harian hingga ke Kantor
Fashion
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau