BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Bank DBS Indonesia

Punya Pengaruh Besar terhadap Kehidupan Generas Penerus, Ini 5 Manfaat dari Kebiasaan Makan Tanpa Sisa

Kompas.com - 29/08/2022, 16:35 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebiasaan buruk menyisakan makanan masih sering dilakukan banyak orang, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan laporan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada 2020, sepertiga makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia di seluruh dunia terbuang setiap tahun.

Dikutip dari data The Economist Intelligence Unit pada 2021, Arab Saudi menjadi negara dengan limbah makanan terbesar di dunia, disusul Indonesia di urutan kedua, dan Amerika Serikat (AS) di urutan ketiga.

Padahal, jika kebiasaan buruk tersebut dihilangkan, akan ada sejumlah manfaat yang berpengaruh terhadap keberlanjutan generasi selanjutnya dan ekosistem dunia. Berikut adalah manfaat tersebut.

1. Mengurangi permasalahan sampah

Untuk diketahui, sampah organik yang berasal dari sisa makanan menjadi salah satu penyumbang terbesar dari total sampah di dunia.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2021, jumlah timbulan sampah secara nasional mencapai 28,69 juta ton per tahun.

Jumlah tersebut terdiri dari sampah sisa makanan sebesar 41 persen, sampah plastik 17,3 persen, sampah daun/kayu/ranting 13,1 persen, sampah kertas 11,7 persen, sampah logam 2,9 persen, sampah kain 2,5 persen, sampah kaca 2,2 persen, sampah karet 1,8 persen, dan sampah lain 7,6 persen.

Oleh karena itu, dengan meninggalkan kebiasaan menyisakan makanan, seseorang telah berkontribusi terhadap pengurangan sampah yang ada.

2. Membantu mengatasi masalah pangan

Seperti telah disinggung, jumlah makanan sisa yang dihasilkan dari seluruh penduduk dunia mencapai sepertiga dari total makanan yang diproduksi.

Jika masalah tersebut terus dibiarkan, kebiasaan ini dapat menimbulkan masalah ketahanan pangan.

Padahal, riset berjudul “Nutritional and Environmental Losses Embedded in Global Food Waste” yang dimuat di jurnal Resources, Conservation, and Recycling pada 2020 menemukan bahwa seperempat makanan yang terbuang dapat memberi makan sekitar 815 juta orang yang kekurangan gizi di seluruh dunia.

Riset tersebut juga mengungkap bahwa nutrisi dari sampah sisa makanan di Eropa bisa mencukupi gizi sekitar 200 juta orang yang kelaparan akibat kekurangan makanan.

3. Mengefisienkan sumber energi

Saat seseorang menghabiskan makanan yang disajikan, berarti orang tersebut juga telah membantu mengefisienkan sumber energi yang digunakan untuk membuat makanan itu.

Seperti diketahui, mayoritas makanan dibuat dengan menggunakan mesin pengolah yang memakai energi listrik atau bahan bakar minyak (BBM).

Ilustrasi mengolah makanan di pabrik dengan menggunakan mesin. Dok. Shutterstock/industryviews Ilustrasi mengolah makanan di pabrik dengan menggunakan mesin.

Maka dari itu, dengan menghabiskan semua makanan dalam piring, seseorang tak hanya mengurangi permasalahan sampah dan ketahanan pangan, tetapi juga mengefisienkan penggunaan energi.

Selain energi, saat menghabiskan makanan, seseorang juga telah membantu mengefisienkan penggunaan air yang digunakan untuk menanam, merawat, dan mengolah sayuran serta buah.

4. Ikut melestarikan keragaman hayati

Gas metana yang berasal dari limbah makanan pada tempat pembuangan akhir (TPA) dapat memicu ledakan. Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (30/6/2022), ledakan tersebut dapat menyebabkan tumpukan sampah longsor dan merusak ekosistem di sekitar TPA.

Selain itu, tumpukan sampah makanan juga dapat menimbulkan air lindi. Air ini bisa tercampur dengan air hujan, meresap ke tanah dan mencemari sumber air minum, serta masuk ke aliran sungai.

Hal tersebut dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain karena air lindi mengandung unsur logam berat, seperti timbal, besi, dan tembaga.

5. Mencegah perubahan iklim

Gas metana yang berasal dari sampah organik sisa makanan dapat mengurangi kadar oksigen pada atmosfer bumi hingga 19,5 persen. Ini berarti, sampah tersebut merupakan salah satu pemicu utama dari pemanasan global.

Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA) pada 2022, gas metana adalah salah satu kandungan gas rumah kaca yang berkontribusi sekitar 30 persen terhadap kenaikan suhu udara global sejak revolusi industri.

Ilustrasi mencegah pemanasan global. Dok. Shutterstock/Maksim Safaniuk Ilustrasi mencegah pemanasan global.

Maka dari itu, edukasi terkait urgensi menghabiskan makanan sangat penting dilakukan demi mencegah terjadinya perubahan iklim.

Itulah lima manfaat yang didapat dari kebiasaan menghabiskan sepiring makanan. Selain, membantu mengurangi sampah, kebiasaan tersebut juga punya dampak yang besar terhadap keberlangsungan hidup generasi penerus dan ekosistem yang ada di bumi.

Adapun untuk membantu masyarakat mau menghabiskan setiap makanan, Bank DBS Indonesia tengah melakukan gerakan peduli lingkungan melalui kampanye “Towards Zero Food Waste” dan #MakanTanpaSisa.

Untuk diketahui, kampanye “Towards Zero Food Waste” dan #MakanTanpaSisa bertujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap sampah makanan yang bisa menimbulkan masalah lingkungan hingga pemanasan global.

Lewat gerakan tersebut, masyarakat Indonesia diarahkan untuk mulai mengurangi sampah makanan melalui kebiasaan sehari-hari di rumah.

Executive Director and Head of Group Strategic Marketing Communication Bank DBS Indonesia Mona Monika mengatakan, program tersebut merupakan salah satu realisasi dari pilar keberlanjutan Bank DBS Indonesia, yakni Creating Impact Beyond Banking.

Kegiatan tersebut meliputi edukasi tentang penggunaan bahan pangan, seperti sayur atau buah yang tidak sempurna (imperfect foods) serta mengolah sisa makanan menjadi kompos.

Sejak diluncurkan pada 2020, gerakan #MakanTanpaSisa dari Bank DBS Indonesia berhasil menyelamatkan lebih dari 43 ton makanan agar tak berakhir di TPA. Adapun pada 2021, gerakan ini telah berhasil menyelamatkan sekitar 20 ton makanan.

Pada 2022, Bank DBS Indonesia menargetkan sumbangan food impact sebesar 26 ton. Untuk mencapai target ini, Bank DBS Indonesia menginisiasi kolaborasi dengan sejumlah organisasi pegiat lingkungan, seperti Bananas, Blibli, Bukalapak, Foodbank Of Indonesia (FOI), Kebun Kumara (KK), Surplus Indonesia, dan Waste4Change (W4C).

Lewat kerja sama tersebut, semua pihak turut mengukuhkan komitmen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengurangi limbah makanan di Indonesia melalui program More Sustainability Actions, Less Waste.

“Bank DBS berupaya menciptakan dampak jangka panjang dengan mengelola bisnis dan bekerja sama dengan berbagai pihak secara seimbang dan bertanggung jawab. Prinsip kami dalam menjalankan bisnis adalah menjadi bank yang berbeda dan fokus untuk menjalankan bisnis dengan agenda keberlanjutan,” ujar Mona.

Terkait kerja sama dengan mitra strategis, tambah Mona, hal tersebut memberikan harapan bahwa Bank DBS Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk mengurangi dampak emisi karbon.

Hal tersebut dilakukan demi menuju Indonesia yang lebih bekelanjutan dan sejalan dengan harapan Bank DBS Indonesia tentang slogan “More Like Eco Warrior, Less Like a Bank”.

Ia melanjutkan, membantu masyarakat dan menjadi bank dengan tujuan positif merupakan DNA dari Bank DBS Indonesia.

Oleh karena itu, Bank DBS Indonesia terus berinovasi untuk menjadi bank yang mengedepankan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Semua itu dilakukan Bank DBS Indonesia atas kesadaran sebagai lembaga keuangan yang menjalankan bisnis berkelanjutan demi generasi masa depan dan lingkungan hidup,” terang Mona.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ia menambahkan, Bank DBS Indonesia juga secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang berdampak sosial lewat kerja sama dengan komunitas dan wirausaha melalui DBS Foundation.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com