Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Galon Isi Ulang Berbahaya? Begini Faktanya Menurut Pakar

Kompas.com - 12/11/2022, 18:07 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Air minum isi ulang kerap menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tidak sedikit masyarakat yang mengandalkan air minum isi ulang karena memang harganya relatif murah dan praktis karena bisa digunakan untuk minum hingga memasak. 

Tapi di balik itu, masyarakat seringkali mengkhawatirkan tingkat keamanan pangan dari penggunaan atau konsumsi air galon isi ulang.

Kebanyakan khawatir akan kandungan Bisphenol A (BPA) pada kemasan galon yang dianggap dapat mencemari air minum hingga isu zat berbahaya lainnya.

Menjawab akan hal itu, Akhmad Zainal Abidin, pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan bahwa galon isi ulang tersebut cukup aman digunakan.

Sebab, menurutnya, tingkat kontaminasi BPA pada air minum kemasan itu masih di bawah batas maksimal yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Justru tingkat migrasi BPA pada air akan lebih tinggi pada waktu masih baru."

"Orang-orang beranggapan makin sering dipakai makin banyak pula BPA-nya karena mengira ada kerusakan atau degradasi dari bahan tersebut."

"Hasil riset menunjukkan kalau itu tidak menghasilkan BPA. Tapi justru lebih sedikit kadarnya,"

Demikian kata Zainal saat ditemui Kompas.com usai acara Polemik Spesial MNC Trijaya FM bertajuk 'Urgensi Pelabelan BPA Galon Guna Ulang' di Hotel Mercure Cikini, Jakarta, baru-baru ini.

Ia juga menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada laporan kasus terkait orang yang sakit atau meninggal akibat air galon.

Baca juga: Mengapa Botol Air Minum Isi Ulang Harus Dicuci 

Migrasi zat beracun lebih berisiko pada makanan kaleng

Ilustrasi kaleng, ilustrasi makanan kaleng.UNSPLASH / Ignat Kushanrev Ilustrasi kaleng, ilustrasi makanan kaleng.

Tingkat kontaminasi pada zat berbahaya yang ada di kemasan makanan justru lebih mungkin terjadi pada makanan kaleng daripada non-kaleng.

Menurut Zainal, kemasan kaleng yang sudah rusak atau penyok merupakan suatu pertanda bahwa panganan tersebut sebaiknya tidak dikonsumsi.

Hal itu disebabkan karena sudah terjadi pecahnya lapisan epoksi yang melapisi logam pada kaleng kemasan dapat memungkinkan terjadinya migrasi BPA ke produk makanan tersebut.

"Jika itu kejadian, kemungkinan makanan atau minuman yang ada pada kemasan itu beracun," lanjut Zainal.

Dia menegaskan bahwa migrasi BPA yang disebabkan kaleng tergores atau penyok itu justru lebih besar daripada galon air yang menggunakan bahan polikarbonat.

"Kalau kaleng kemasan, itu bagian dalamnya epoksi. Jadi ketika penyok, epoksinya akan sobek dan menyebabkan terjadinya migrasi BPA ke makanannya," ujar Zainal.

Baca juga: Peneliti: Senyawa BPA Berbahaya untuk Kemasan Pangan 

Terkait seberapa besar pelepasan BPA-nya juga tidak diketahui, sebab di Indonesia belum ada studi untuk mengkomparasi langsung dan perlu dikaji lebih rinci.

Akan tetapi, kontaminasi BPA dari kemasan kaleng itu sangat mudah terjadi.

Mulai dari proses laminasi BPA-nya, tingkat keasaman dari produk, hingga pemindahan panas dari produk pangan tersebut.

Maka dari itu, terkait wacana labelisasi lolos batas aman BPA dari BPOM, menurutnya kemasan kaleng inilah yang seharusnya lebih diutamakan daripada galon air berbahan polikarbonat.

Pasalnya, barang-barang seperti plastik itu bersifat inert atau tidak bereaksi baik dalam keadaan asam atau basah.

Baca juga: Cara Bedakan Air Galon Kemasan Palsu dengan Asli, Periksa Angka Register

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com