Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Muhammad Faisal

Youth Researcher. Founder Youth Laboratory Indonesia. Penulis Buku 'Generasi Kembali Ke Akar'

Memahami Gen Z Indonesia

Kompas.com - 23/03/2023, 15:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUNIA belum sepenuhnya tuntas mengenal karakter sejati dari generasi milenial. Namun kini kita didesak untuk segera menelisik siapa itu generasi z (gen z).

Gen z diyakini memiliki karakter yang berbeda dengan generasi milenial. Pandangan tersebut kini mengemuka dalam berbagai kajian di belahan dunia Barat.

Gregg Witt dan Derek Baird, pengkaji kultur anak muda serta kajian interaksi generasi muda dengan internet, menekankan perbedaan gen z dengan milenial melalui buku riset mereka berjudul The Gen Z Frequency.

Baca juga: 5 Kebiasaan Gen Z Saat Belanja, Sangat Berbeda dengan Generasi Lain

Gregg Witt pernah berbagi temuan melalui sebuah sesi IG (Instagram) live dengan penulis mengenai fenomena gen z di Amerika Serikat (AS) pada 2019. Witt menwanti-wanti bahwa kesalahan terbesar yang dilakukan para stakeholder generasi muda adalah menyamakan gen z dengan milenial.

Pada kenyataannya gen z memiliki aspirasi serta keresahan yang berbeda dengan milenial. Witt mengemukakan bahwa gen z cenderung menunda berbagai tanggung jawab serta peran dari orang dewasa melebihi milenial.

Gen z sendiri adalah sebuah fenomena global. Berdasarkan survei dari World Bank, 42 persen dari populasi global berusia di bawah 25 tahun, mereka teridentifikasi sebagai gen z menurut Witt dan Baird. Pertumbuhan gen z paling pesat tejadi di Asia Selatan serta Afrika.

Di Indonesia, data BPS tahun 2021 memaparkan bahwa jumlah anak muda yang lahir di atas tahun 2013 berjumlah 11 persen dari seluruh populasi. Dengan demikian, gen z perlu ditempatkan sebagai sebuah kebangkitan demografi serta emerging culture yang penting untuk dikaji.

Revolusi dan Generasi

Jumlah demografi dari gen z yang besar kini meresahkan tak hanya generasi pra internet tetapi juga kakak terdekatnya yaitu milenial. Mclean, sebuah majalah Kanada, telah melakukan sebuah kajian khusus mengenai gap generasi antara milenial dan gen z dengan tajuk artikel “In Defence of Generation Z” yang terbit Maret 2023.

Melalui berbagai wawancara dengan para gen z, majalah Mclean menggarisbawahi perbedaan aspirasi serta falsafah kehidupan dari gen z. Gen z tidak lagi meyakini time is money (waktu adalah uang) maupun hustle culture (kultur kerja keras), mereka lebih meyakini life balance (keseimbangan hidup) sebagai jalan utama menuju kebahagiaan.

Rasa damai, ketenangan jiwa, serta kesejahteraan mental merupakan prioritas hidup yang dianggap lebih patut untuk diperjuangkan gen z melebihi kesuksesan di bidang akademis maupun kerja. Gen z memiliki definisi kebahagiaan yang sedikit berbeda dengan generasi pendahulunya.

Mereka akan menuntut waktu bagi diri mereka sendiri untuk healing baik melalui kegiatan hobi, kesehatan, maupun spiritual. Perubahan prioritas hidup dari gen z telah mendesak dunia kerja untuk juga beradaptasi dengan aspirasi dengan gen z.

Hal ini sejalan dengan prediksi future of work sebagaimana dilansir majalah Forbes tahun 2021, di mana perusahaan tidak akan lagi memaksa pegawai untuk bekerja di kantor untuk mencapai produktivitas, tetapi bekerja secara hybrid bahkan sesuai dengan regulasi waktu dari pegawai itu sendiri.

‘Bonus demografi’ serta ‘generasi emas’ adalah dua narasi yang kerap disandingkan dengan pertumbuhan demografi muda di Indonesia. Optimisme terhadap generasi muda merupakan sesuatu yang penting untuk dipegang para stakeholder generasi muda, namun hal tersebut kerap membuat para stakeholder terlena dari melakukan penyesuaian yang strategis terhadap perubahan kultur generasi yang tengah terjadi.

Para stakeholder juga perlu untuk secara serius mempertimbangkan referensi dari dunia sains mengenai implikasi dari jumlah demografi muda yang dominan. Jack Goldstone, seorang pengkaji berbagai fenomena revolusi di dunia menemukan bahwa terdapat kaitan yang erat antara gejolak revolusi dengan perubahan demografi sebuah bangsa, terutama demografi mudanya.

Kajian Goldstone telah dikonfirmasi Hanamaka (2016) yang menemukan keterkaitan antara merebaknya revolusi Arab Spring di Timur Tengah dengan pertumbuhan jumlah anak muda di kawasan tersebut. Energi kaum muda yang mudah meluap, serta kesenjangan peluang kerja antara generasi muda dengan generasi pendahulunya merupakan beberapa aspek yang memicu revolusi sosial-politik di Timur Tengah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com