Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 25 April 2023, 18:33 WIB
Anya Dellanita,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Gramedia

KOMPAS.com - Saat melihat sejoli yang sedang kasmaran, rela melakukan apa pun demi pasangannya, dan seakan merasa bahwa dunia milik berdua, tak jarang kita akan menyebut aksi semacam itu dengan sebutan “bucin.”

Namun, sebenarnya apa arti kata bucin ini?

Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bucin ini merupakan singkatan dari frasa “budak cinta”.

Ungkapan ini tidak memiliki pengertian, karena kata bucin ini hanya dianggap sebagai bahasa gaul saja.

Baca juga: Mengapa Orang Bisa Jadi Bucin Alias Budak Cinta?

Sementara itu dikutip dari situsweb Gramedia, sosok bucin atau budak cinta ini dapat digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban dalam bentuk apa saja untuk pasangannya, baik harta, jiwa, dan raga.

Disebutkan, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa seorang pria maupun wanita memiliki kemungkinan besar untuk menjadi bucin pada masa awal berhubungan sekitar kurang dari tiga bulan.

Kendati demikian, pun tidak dapat dipungkiri bahwa sikap bucin seseorang bisa timbul meski belum memiliki hubungan dan sekadar rasa suka atau cinta saja.

Pandangan psikologi terhadap bucin

Lebih lanjut, berdasarkan teori psikologi Sigmund Freud menyebut, bucin juga dapat dimaknai dengan kondisi di mana seseorang mengidealisasikan orang lain.

Hal tersebut dilakukan baik secara sadar maupun tidak, yang dapat ditandai ketika seseorang mencintai pasangannya dengan segenap jiwa dan raganya.

Lalu, orang yang menjadi bucin ini pun seringkali tidak dapat melihat pasangannya dengan perspektif yang logis, sehingga menganggapnya sebagai sosok yang sempurna dan rela mengabulkan segala keinginannya.

Faktor penyebab bucin

Berdasarkan sains sifat bucin seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yang ada di dalam tubuh manusia, berikut penjelasannya.

  • Faktor kimia

Faktor penyebab bucin pertama adalah faktor kimia yang menjelaskan bagaimana otak manusia yang pada dasarnya diprogram untuk jatuh cinta dengan orang lain.

Baca juga: Trauma Masa Lalu Bikin Pangeran Harry Bucin ke Meghan Markle

Ketika seseorang jatuh cinta, maka produksi hormon dopamin pada otak akan meningkat, membuat seseorang candu akan cinta seperti halnya seseorang pecandu narkoba akan kokain.

Hal tersebut juga menjelaskan alasan di balik rasa bahagia terus menerus yang dialami oleh seseorang yang sedang jatuh cinta.

Hasilnya, semua hal yang dilakukan oleh pasangannya pun akan terasa menyenangkan dan membuatnya puas.

  • Faktor psikologis

Faktor penyebab bucin yang kedua adalah faktor psikologis yang menjelaskan bagaimana kondisi psikologis dapat membuat seseorang menjadi bucin.

Hal ini dapat dilihat melalui seseorang yang memiliki harga diri yang rendah atau lemah secara emosi.

Sebab biasanya, harga diri rendah dan kondisi emosional yang lemah kemungkinan besar akan membuat seseorang menjadi budak cinta atau bucin.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau