Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Fast Fashion, Industri Mode yang Picu Kerusakan Lingkungan

Kompas.com - 04/05/2023, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rangga Septio Wardana dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Fesyen bukanlah suatu hal asing bagi manusia. Setiap hari, setiap orang memilih pakaian untuk digunakan. Sayangnya, membicarakan industri fesyen tak akan pernah lepas dari isu lingkungan yang disebabkan fast fashion, pakaian bekas, dan limbah industri.

PBB mengungkapkan bahwa industri fesyen menempati posisi kedua sebagai industri paling berpolusi. Pasalnya, industri ini menyumbang 8 persen dari seluruh emisi karbon dan 20 persen dari air limbah global.

Penelitian Ellen MacArthur Foundation menyebutkan, emisi karbon yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan gabungan emisi karbon dari industri penerbangan dan pelayaran internasional. Setiap tahun, industri fesyen menghabiskan sekitar 93 miliar meter kubik air.

Hal ini menjadi perhatian khusus Chitra Subyakto, seorang fesyen stylist yang memiliki kepedulian besar terhadap isu lingkungan.

Bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, ia membagikan kisahnya dalam siniar Beginu bertajuk “Chitra Subyakto, Fashion yang Bertanggung Jawab”, dengan tautan akses dik.si/ChitraP1.

Sosok Chitra memang sudah tak asing lagi. Kamu pasti pernah melihat karya-karyanya di dalam industri film Tanah Air seperti film Ada Apa Dengan Cinta 2, Laskar Pelangi, Sang Penari, dan lainnya.

Baca juga: Manfaat Doa bagi Kesehatan Mental

Selain sebagai desainer, perempuan tersebut lebih dahulu menyelami dunia mode sebagai penata majalah dan penata busana untuk industri film di Indonesia. Namun, Chitra juga turut menggerakan berbagai inisiasi yang berhubungan dengan keselamatan lingkungan.

Bahkan, ia pun sering menggelar pameran fesyen yang berkaitan dengan keadaan bumi dan pemanasan global yang saat ini sedang terjadi. Desainer itu memiliki kekhawatiran terhadap kerusakan bumi yang diakibatkan oleh industri fesyen.

Fenomena Fast Fashion

Melansir Vice, industri fesyen mengalami pertumbuhan pesat seiring meningkatnya permintaan pakaian di seluruh dunia. Dalam 15 tahun, produksi pakaian terus meningkat sebanyak 60 persen setiap tahun. Hal itu pun mendorong munculnya fenomena fast fashion.

Selain itu, fungsi pakaian pun berubah dari fungsi awalnya sebagai pelindung tubuh. Saat ini pakaian dapat menjadi penanda status sosial dalam masyarakat. Tren mode yang dinamis membuat konsumen sering mengganti koleksi busana mereka.

Akibatnya, banyak pakaian yang berakhir menjadi limbah. Ketidaktahuan tentang dampak negatif industri fesyen terhadap lingkungan menjadi salah satu faktor pendorong fenomena fast fashion.

Fast Fashion dan Perilaku Konsumtif Manusia

Fast fashion adalah konsep bisnis industri fesyen yang memproduksi pakaian dengan jumlah banyak dan cepat demi memenuhi permintaan pasar. Kemunculan fenomena ini mendukung gaya hidup konsumtif manusia.

Fokus dari fast fashion adalah menghasilkan barang sebanyak mungkin untuk memenuhi permintaan konsumen yang berubah dengan cepat. Namun, pelaku industri kebanyakan tidak memikirkan dampak buruk fast fashion bagi lingkungan.

Fast Fashion dan Pencemaran Lingkungan

Pendiri Fashion Revolution, Orsola de Castro menyatakan bahwa produksi busana yang dihasilkan bisnis fast fashion menjadikan industri tersebut menjadi penyumbang limbah terbesar.

Baca juga: Pentingnya Pemberdayaan Petani di Indonesia

Penggunaan bahan tekstil dalam industri ini menyebabkan pencemaran air terbesar secara global. Selain itu, penggunaan kain berbahan petrokimia seperti polyester dan sintetis sangat merusak lingkungan.

Polyester adalah kain yang paling banyak digunakan dalam industri fesyen. Saat dicuci, bahan tekstil ini melepaskan microfiber yang menambah kandungan plastik dalam air. Microfiber sulit terurai secara alami, sehingga menjadi ancaman serius bagi kehidupan organisme di perairan.

Selain itu dalam sebuah artikel FKM UI, menyebutkan industri ini memiliki ketergantungan tinggi terhadap air. Dalam memproduksi sebuah kemeja katun, dibutuhkan sekitar 700 galon air. Sementara, untuk memproduksi celana jeans membutuhkan 2000 galon air.

Secara global, industri ini menghabiskan sekitar 79 miliar liter air setiap tahunnya. Selanjutnya, limbah air hasil produksi yang tidak diolah kembali dapat mencemari perairan dengan racun dan logam berbahaya yang dapat mengancam organisme laut.

Pergantian tren pakaian yang dinamis dan kualitas pakaian fast fashion yang kurang baik menimbulkan perilaku konsumtif dan mudah membuang pakaian bekas. Perilaku ini berkontribusi dalam penumpukan limbah tekstil, sekitar 92 juta ton limbah pakaian bekas dihasilkan setiap tahun.

Lantas, upaya apa saja yang dilakukan Chitra Subyakto dalam menyuarakan isu lingkungan?

Temukan jawabannya melalui perbincangan lengkap Tomi Wibisono dan Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu episode “Chitra Subyakto, Fashion yang Bertanggung Jawab” dengan tautan akses dik.si/BeginuChitraP1 di Spotify.

Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu.

Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap episode terbarunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com