Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Arloji Swatch "Pelangi" di Malaysia, Diancam Penjara 3 Tahun

Kompas.com - 11/08/2023, 18:18 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

Sumber CNN

KOMPAS.com - Mengenakan jam tangan Swatch bertema pelangi (rainbow) di Malaysia kini dapat membuat pemakainya dipenjara selama tiga tahun.

Ancaman pidana penjara ini muncul setelah Pemerintah Malaysia melarang apa yang disebutnya sebagai produk "yang berhubungan dengan LGBTQ" dari merek ini.

Pemerintah Malaysia memandang, produk semacam ini "berbahaya bagi moralitas."

Siapa pun yang memakai, menjual, mengimpor, atau mendistribusikan produk bertema pelangi dari produsen jam tangan asal Swiss ini - termasuk jam tangan, aksesori, atau kemasan terkait - tidak cuma terancam hukuman penjara, tapi juga denda.

Denda yang ditetapkan adalah sebesar 20.000 ringgit atau Rp 66,6 juta, jika terbukti bersalah. Demikian menurut dokumen resmi yang disahkan, seperti diberitakan laman CNN.

Baca juga: Bagaimana Idealnya Media Memberitakan Isu LGBT

Selama ini, homoseksualitas adalah kejahatan yang dapat dihukum dengan denda dan hukuman penjara hingga 20 tahun di Malaysia.

"Produk Swatch dilarang karena merugikan, atau mungkin merugikan moralitas, kepentingan umum dan kepentingan nasional karena mempromosikan, mendukung dan menormalkan gerakan LGBTQ yang tidak diterima oleh masyarakat umum di Malaysia."

Demikian bunyi pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri Malaysia, pada Kamis (10/8/2023).

Larangan tersebut berada di bawah Undang-Undang Percetakan dan Publikasi.

"Pemerintah Malaysia menyatakan komitmennya untuk memastikan keamanan dan kedamaian publik."

"Dengan memantau dan mengendalikan semua bentuk publikasi untuk mengekang penyebaran elemen, ajaran, dan gerakan yang bertentangan dengan tatanan sosial-budaya setempat," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Langkah ini diambil setelah pihak berwenang Malaysia pada bulan Mei lalu menggerebek toko-toko Swatch di negara itu.

Otoritas setempat menyita 172 jam tangan yang merupakan bagian dari koleksi 2023 Pride Collection, yang hadir dengan warna-warna pelangi.

Jam tangan tersebut disita karena "mengandung konotasi LGBTQ", demikian penjelasan pihak berwenang pada saat itu.

Baca juga: LGBT Bukan Gangguan Jiwa

Menuai kecaman

Nick Nayek Jr., Presiden dan CEO  Swatch.AFP/TOSHIFUMI KITAMURA Nick Nayek Jr., Presiden dan CEO Swatch.

Penggerebekan tersebut menjadi berita utama di seluruh dunia dan mendorong pernyataan tegas dari CEO Swatch, Nick Hayek Jr.

"Kami dengan tegas membantah koleksi jam tangan kami yang menggunakan warna pelangi dan memiliki pesan perdamaian dan cinta dapat membahayakan siapa pun," tulis Hayek.

"Sebaliknya, Swatch selalu mempromosikan pesan positif tentang kegembiraan dalam hidup. Ini tidak ada kaitannya dengan politik."

"Kami bertanya-tanya bagaimana Pemerintah Malaysia akan menyita banyak pelangi alami yang indah yang muncul di langit di atas Malaysia."

Swatch Malaysia menyatakan, penggerebekan tersebut ilegal dan telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi untuk menentang tindakan tersebut.

Pengacara untuk merek tersebut mengaku tidak dapat memberikan komentar karena proses hukum yang sedang berlangsung.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan, komunitas LGBTQ menghadapi intoleransi yang semakin meningkat di Malaysia, dan menuduh Pemerintah Malaysia sebagai pihak yang harus disalahkan.

"Komunitas LGBTQ di Malaysia mengalami begitu banyak pelecehan dari Pemerintah dan juga oposisi karena digunakan sebagai samsak politik."

Demikian pandangan Phil Robertson, Wakil Direktur Human Rights Watch untuk wilayah Asia, kepada CNN.

Baca juga: MoonSwatch Baru Kolaborasi Omega x Swatch, Hanya Dijual 1 Hari Saja

"Dalam situasi ini, hanya dengan mengenakan jam tangan saja dapat mengakibatkan hukuman penjara dan pelecehan."

"Ini menggelikan, dan yang paling mengejutkan, terjadi tepat pada malam pemilihan umum," tambah Robertson.

Aktivis lain mengatakan, larangan tersebut merupakan contoh bagaimana hak-hak kaum gay di Malaysia mengalami kemunduran.

"Keputusan Pemerintah untuk melarang kepemilikan Swatch bertema LGBTQ bukan hanya sebuah reaksi yang berlebihan."

"Ini merupakan indikasi yang jelas dari diskriminasi yang lebih luas yang disetujui oleh negara terhadap komunitas ini," ujar Dhia Rezki Rohaizad, wakil presiden kelompok advokasi hak-hak kaum gay, Jejaka.

"Hak-hak kaum gay di Malaysia tampaknya mengalami kemunduran," tambah Dhia, merujuk pada beberapa kejadian baru-baru ini.

Baca juga: Festival Musik Malaysia Akhirnya Gugat Hukum The 1975

Matty Healy dari the 1975 AFP/DIA DIPASUPIL Matty Healy dari the 1975

Kejadian yang dirujuk itu salah satunya adalah keputusan Pemerintah Malaysia melarang band Inggris The 1975 untuk tampil di Malaysia.

Larangan tersebut muncul setelah penyanyi Matty Healy mengkritik undang-undang anti-LGBTQ di Malaysia, dan mencium rekan satu bandnya di atas panggung.

Kontan ini menjadi sebuah tindakan yang dikritik oleh banyak kelompok hak-hak gay Malaysia pada saat itu. 

Baca juga: Cerita Sheila on 7 Mendadak Gantikan The 1975 di We The Fest 2023

Komunitas di Malaysia khawatir hal tersebut akan memperkuat kekuatan konservatif dan mempersulit kehidupan komunitas LGTBQ.

"Hal ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan di mana simbol-simbol kebanggaan dan tindakan solidaritas terhadap komunitas LGBTQ ditanggapi dengan keras dan tidak proporsional oleh Pemerintah," ujar Dhia.

"Ini adalah paradoks yang mengganggu. Semakin banyak individu dan kelompok yang maju untuk mendukung komunitas LGBTQ, semakin agresif pula penolakan dari negara," tambah Dhia.

"Setiap manusia, terlepas dari orientasi seksual, identitas gender atau ekspresi, memiliki hak untuk mengekspresikan diri mereka."

"Dengan menciptakan lingkungan yang penuh ketakutan dan permusuhan, Pemerintah Malaysia tidak hanya merugikan komunitas LGBTQ, tetapi juga setiap warga negara Malaysia," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com