Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Memahami, Menerima, dan Mengobati "Inner Child"

Kompas.com - 21/01/2024, 13:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Sahro Najwa Auliya dan Niken Widi Astuti*

PENDEWASAAN adalah proses yang melibatkan banyak hal. Pengalaman di setiap waktu jalannya kehidupan merupakan salah satu hal yang ada dalam proses tersebut.

Dikatakan proses, maka ada hal positif yang dapat dikembangkan dan hal negatif yang harus diperbaiki.

Seperti yang sedang marak di masyarakat, terlebih di kalangan remaja, saat mereka berproses menuju dewasa, maka tidak akan lepas dari inner child yang mereka miliki.

Topik mengenai inner child juga dibahas dalam salah satu konten yang diunggah oleh kanal Youtube "Menjadi Manusia" bersama Nadin Amizah, bagian “Ada Anak Kecil yang Hidup dalam Tubuh Mungilku”, yang merupakan segmen membacakan surat-surat berisi kilas balik pengirim surat saat mereka kecil.

Apa itu inner child?

Inner child adalah hal yang berada dalam diri seseorang, digambarkan sebagai suatu sifat dan sikap kekanak-kanakan yang mungkin dimiliki setiap individu.

Inner child juga bisa diartikan sebagai sekumpulan peristiwa masa kecil yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang.

Dalam ilmu Psikologi, inner child dikenal dengan istilah Adverse Childhood Experience (ACE), yaitu kondisi keterpaparan berkepanjangan terhadap kejadian-kejadian yang berpotensi menimbulkan rasa traumatis pada masa kanak-kanak yang mungkin memiliki dampak langsung maupun terus-menerus seumur hidup.

Inner child terbentuk dari pengalaman-pengalaman masa kecil, baik positif maupun negatif. Ketika seseorang mempunyai pengalaman masa kecil yang baik, senang, dan harmonis, maka akan terbentuk pula inner child yang positif.

Namun jika sebaliknya, maka inner child akan terluka dan dapat menimbulkan traumatis pada individu yang mengalaminya.

Traumatis di sini, dapat bermacam-macam dan berbeda-beda tiap individunya tergantung pengalaman apa saja yang mereka terima pada masa kecil.

Eitss, tapi inner child yang kurang menyenangkan tidak terus-menerus akan berdampak buruk, kok. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk bisa mengatasi trauma-trauma masa kecil tersebut.

Dengan memiliki inner child (baik positif atau negatif), akan mengajarkan kita untuk saling mengerti dan memahami satu sama lain karena kita tidak pernah tahu apa yang dialami oleh tiap individu dalam hidupnya. Inner child juga membantu kita untuk belajar menerima dan menyayangi diri kita sendiri.

Apa saja jenis-jenis dan penyebab inner child yang terluka?

Menurut Kementerian Kesehatan, tanda-tanda dari inner child yang terluka adalah rasa takut ditinggalkan, memiliki perasaan bersalah yang berlebih, memiliki trust issue (akibat saat kecil sering dibohongi, dicurangi, dan dimanipulasi), takut menetapkan batasan privasi, takut berpendapat, mudah emosi atau marah, dan tidak bisa “melepaskan sesuatu” yang telah berlalu.

Dilansir dari situs Insertlive.com, ada empat jenis inner child terluka dan penyebabnya, yaitu:

1. Abandonment Wound

Luka abandonment wound terjadi karena berpisah atau ditinggalkan orang tersayang. Contohnya, kematian, perceraian, dan ditinggalkan di tempat umum sebagai hukuman.

Umumnya, orang yang mengalami abandonment wound memiliki sifat posesif yang tidak terkontrol. Mereka juga sering ketergantungan dengan orang lain.

2. Neglect Wound

Luka inner child kedua adalah neglect wound. Luka ini terjadi karena merasa kerap diabaikan oleh orang lain ketika masih kecil.

Bentuk pengabaiannya bisa berupa fisik maupun emosional. Misalnya, jarang mendapat pujian dari orangtua atau orang terdekat.

3. Guilt Wound

Penyebab inner child yang satu ini adalah perasaan bersalah yang sangat mendalam saat masih anak-anak, seperti dimarahi atau mengalami kekerasan fisik saat melakukan kesalahan, masalah di masa lalu sering diungkit, dan dipermalukan di tengah keramaian.

4. Trust Wound

Luka yang terakhir adalah trust wound atau masalah kepercayaan yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti orangtua yang jarang menepati janji, dikhianati orang tersayang, menyaksikan perselingkuhan, dan lain sebagainya.

Dampak buruknya adalah susah menaruh kepercayaan kepada orang lain, sering menyepelekan janji, curiga terhadap orang lain, dan masih banyak lagi.

Bagaimana cara untuk menyembuhkan inner child yang terluka? Dilansir dari situs klikdokter.com, inner child yang terluka tidak bisa disembuhkan, ia akan terus ada sepanjang kita hidup. Namun, bukan berarti luka tersebut tak bisa diobati.

Banyak cara untuk mengobati luka-luka masa kecil yang dimiliki. Walaupun tidak dapat sembuh secara “sempurna”, setidaknya dengan mengobati, akan lebih mempermudah diri untuk berdamai dengan inner child tersebut.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs satupersen.net, terdapat beberapa cara untuk mengobati ataupun berdamai dengan inner child yang dimiliki, yaitu:

Pertama, menuliskan pengalaman dan perasaan buruk. Dengan menulis, kita dapat mencurahkan emosi negatif atau rasa sakit yang selama ini kita simpan.

Pengalaman-pengalaman buruk tersebut mungkin sudah lama tidak teringat, tetapi kemungkinan besar masih menetap dalam diri kita.

Menulis membantu kita kembali mengingat, merasakan, dan mendamaikan diri dengannya.

Kedua, melakukan sesi Ho’oponopono pribadi. Ho’oponopono adalah proses memaafkan yang berasal dari Hawai, membantu untuk membangun kembali hubungan dengan orang lain—bahkan inner child yang kita miliki.

Kita dapat mengambil waktu untuk menyendiri dan mengatakan hal-hal ini:

“I am sorry”, katakan itu kepada dirimu bukan karena kamu telah berbuat salah, melainkan karena telah menyimpan emosi negatif dalam waktu yang lama dan tidak berusaha untuk mengobatinya.

“Please forgive me”, ungkapkanlah rasa maaf yang lebih mendalam kepada inner child-mu. Ungkapkanlah maaf karena kamu tidak banyak memedulikan cara pandangnya atau bahkan mencoba melupakannya.

“I love you”, katakan apapun yang telah terjadi kepadamu, kamu mencintai dirimu sendiri tanpa syarat. Cintailah dirimu, tubuhmu, udara yang kamu hirup, dan perjalanan hidupmu.

“Thank you”, tunjukkanlah rasa syukur atas kehidupan, cinta, dunia, dan pengalaman yang telah membentukmu menjadi sosokmu yang sekarang. Tunjukkanlah rasa syukur atas inner child yang telah bertahan meskipun tak jarang merasa terluka.

Ketiga, membuka diri. Proses penyembuhan inner child adalah proses seumur hidup dan tidak memiliki akhir yang pasti. Oleh karena itu, tetap buka diri selama prosesnya.

Berdamai dengan masa lalu memang tidak mudah dan bukanlah proses sebentar. Karena itu, kamu harus bersabar menghadapi setiap prosesnya.

Jika kamu merasa kesulitan melakukannya sendiri, maka kamu dapat meminta bantuan ahli atau psikolog untuk menghadapinya.

Selain tiga cara yang telah disebutkan di atas, kamu juga dapat mengekspresikan diri secara aktif dan ceria.

Misalnya, ketika kamu merasa kesal atau marah, ekspresikanlah dengan cara yang positif seperti membersihkan kamar tidur atau ruang belajar, merapikan susunan rak buku, dan masih banyak kegiatan bermanfaat lainnya.

Dengan begitu, kamu sudah melakukan upaya untuk mengobati inner child-mu, lho!

Tenang, kamu tidak sendirian. Banyak sekali orang dengan berbagai latar belakang, yang sampai saat ini masih mengobati inner child mereka walaupun secara data tidak dapat terlihat.

Namun, dapat dipastikan tidak ada orang yang tidak memiliki kenangan pada masa kecilnya.

Oleh karena itu, mari sama-sama jujur dan berani pada diri sendiri. Jujur untuk semua rasa sakit dan segala pengalaman tidak menyenangkan saat kamu kecil, serta berani untuk meminta maaf dan memaafkan segala hal yang terjadi di kehidupan sebelumnya.

Ayo kita belajar untuk memahami, menerima dan mengobati segala bentuk inner child yang kita miliki.

*Sahro Najwa Auliya, Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Niken Widi Astuti, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com