KOMPAS.com - Masalah kekerasan berbasis gender online (KBGO) terhadap anak-anak perempuan di Indonesia masih terus meningkat sampai saat ini.
Bahkan, laporan Plan Indonesia melalui State of the World's Girls 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 56 persen pelaku kekerasan pada anak perempuan usia 15-24 tahun di Indonesia adalah orang-orang yang dikenalinya secara online.
Menurut Rani Hastari selaku Gender Equality and Social Inclusion (GESI) Specialist Plan Indonesia, 1 dari 4 anak perempuan yang mengalami KBGO tersebut merasa tidak aman bukan hanya secara online aja, tetapi juga offline.
Baca juga: Jeratan Undang-Undang Body Shaming Mengintai Tukang Bully di Medsos
Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mencegah anak perempuan menjadi korban kekerasan berbasis online? Simak langkah-langkah pentingnya sebagai berikut.
Salah satu langkah yang penting untuk dilakukan dalam mencegah anak perempuan menjadi korban kekerasan berbasis online adalah dengan memberikan edukasi terkait kesehatan seksual dan reproduksi.
"Itu kan juga ada tahapannya sejak anak masih kecil. Misalnya, bagaimana supaya tidak menabukan alat kelaminnya, tidak diganti nama-namanya," kata Rani kepada Kompas.com saat ditemui di acara Plan Indonesia di Jakarta, Selasa (3/4/2024).
"Kemudian bagaimana dia mempersiapkan diri menghadapi masa remaja dengan menstruasi dan ketika laki-laki mengetahui ada anak perempuan menstruasi, itu juga harus mendukung dan sebagainya. Jadi ini bukan hanya sasarannya perempuan tetapi juga laki-laki terkait kesehatan seksual dan reproduksi," jelas dia.
Anak-anak seringkali mendapatkan sumber informasi yang tidak tepat secara online. Terlebih, rasa penasaran mereka yang tinggi bisa menyebabkan anak-anak mengakses hal-hal yang kurang baik kemudian mereka jadi target sasaran pelaku kekerasan.
Rani pun mengingatkan pada orangtua maupun orang dewasa lainnya yang bertugas mengasuh anak perempuan untuk memperkenalkan mereka bagaimana cara berinternet yang aman dan nyaman.
"Sebelum ngomongin digital literacy, ada sesuatu yang juga perlu ditingkatkan dari segi offline-nya, karena kehidupan online dan offline sebenarnya tidak terpisahkan," ucapnya.
Jadi, ia melanjutkan, orangtua bukan hanya mempersiapkan sistem pengamanan ketika anak-anak menggunakan media sosial. Namun, perlu juga diperkenalkan bagaimana berinternet dengan aman dan nyaman, serta menghargai privasi orang lain atau set boundaries.
Baca juga: 3 Cara Mengetahui Anak Melihat Konten yang Tidak Pantas Secara Online
Selain itu, orangtua juga dapat menerapkan prinsip "no", "go", "tell" sejak dini untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan berbasis online terhadap anak perempuan.
Rani menjelaskan, prinsip ini dapat dilakukan dengan mengatakan mengatakan tidak atau "no" pada kekerasan, di mana anak juga diperkenalkan dengan bagian-bagaian tubuh privatnya, lalu siapa yang boleh pegang dan tidak boleh pegang, serta apa yang dirasakan dan sebagainya.
Kemudian, "go" itu misalnya menghindari atau mencari tempat yang lebih aman. Sementara "tell", anak diajarkan untuk menyampaikan atau mencari pertolongan ketika mengalami kekerasan.
Baca juga: Apakah Kita Jadi Korban Kekerasan Online? Ini Cara Memastikannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram