KOMPAS.com - Fenomena remaja yang lebih nyaman curhat ke chatbot berbasis artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT, kini semakin sering terjadi.
Bukannya berbagi cerita kepada orangtua, guru, atau teman dekat, sebagian remaja justru memilih chatbot sebagai tempat mencurahkan isi hati mereka.
Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Firesta Farizal, M.Psi., Psikolog, situasi ini muncul bukan tanpa sebab.
Baca juga: Mengapa Remaja Suka Curhat ke AI? Ini Kata Psikolog
Kemudahan akses teknologi dan minimnya dukungan emosional dari lingkungan sekitar menjadi faktor utama.
"Remaja sekarang punya handphone sendiri, jadi akses ke chatbot itu gampang. Ditambah lagi, mereka merasa lebih aman, cepat, dan tidak dihakimi ketika curhat ke AI dibanding ke orang-orang nyata," jelas Firesta saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (29/7/2025).
Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental terlalu bergantung AI.Firesta menjelaskan, banyak remaja merasa bahwa chatbot mampu memberikan respons instan, tidak menghakimi, dan menjaga kerahasiaan.
AI juga diprogram untuk menyesuaikan gaya bahasa dan kebutuhan penggunanya, sehingga terasa mengerti meski sebenarnya bukan manusia.
“Ketika merasa tidak ada dukungan emosional dari orangtua atau teman, mereka cari yang bisa merespons dengan cepat dan terasa aman. Chatbot memberikan itu semua,” ujar Firesta.
Namun, kondisi ini bukan tanpa risiko.
Baca juga: Saat Remaja Lebih Sering Curhat ke AI daripada ke Teman atau Orangtua
Meskipun terlihat praktis, kebiasaan curhat ke chatbot dapat memicu dampak jangka panjang bagi kesehatan mental remaja.
Salah satunya adalah menurunnya kemampuan bersosialisasi di dunia nyata.
"Pada akhirnya justru kan semakin tertutup dari dunia yang real gitu ya. Jadi mungkin akan lebih sering ngobrol sama AI, instead of ngobrol sama orang-orang di sekitarnya jadi lebih tertutup," ujar Firesta.
Chatbot memang bisa memberi rasa didengarkan, tetapi tetap tidak bisa menggantikan dukungan emosional yang nyata dan berkelanjutan dari manusia.
Di sisi lain, AI juga tidak selalu mampu memberikan respons yang tepat secara emosional, terutama jika berkaitan dengan kondisi psikologis yang kompleks.
Baca juga: Kenali Kondisi dan Usia Kulit Wajah dengan Teknologi AI
Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental terlalu bergantung AI.Daripada melarang remaja menggunakan chatbot, Firesta menyarankan agar orang tua membangun keterhubungan emosional yang kuat dengan anak sejak dini.