Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja Lebih Nyaman Curhat ke Chatbot AI, Psikolog Ungkap Dampaknya

Kompas.com, 30 Juli 2025, 20:45 WIB
Ida Setyaningsih ,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena remaja yang lebih nyaman curhat ke chatbot berbasis artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT, kini semakin sering terjadi.

Bukannya berbagi cerita kepada orangtua, guru, atau teman dekat, sebagian remaja justru memilih chatbot sebagai tempat mencurahkan isi hati mereka.

Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Firesta Farizal, M.Psi., Psikolog, situasi ini muncul bukan tanpa sebab.

Baca juga: Mengapa Remaja Suka Curhat ke AI? Ini Kata Psikolog

Kemudahan akses teknologi dan minimnya dukungan emosional dari lingkungan sekitar menjadi faktor utama.

"Remaja sekarang punya handphone sendiri, jadi akses ke chatbot itu gampang. Ditambah lagi, mereka merasa lebih aman, cepat, dan tidak dihakimi ketika curhat ke AI dibanding ke orang-orang nyata," jelas Firesta saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (29/7/2025).

Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental  terlalu bergantung AI.freepik Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental terlalu bergantung AI.

Mengapa remaja memilih chatbot?

Firesta menjelaskan, banyak remaja merasa bahwa chatbot mampu memberikan respons instan, tidak menghakimi, dan menjaga kerahasiaan.

AI juga diprogram untuk menyesuaikan gaya bahasa dan kebutuhan penggunanya, sehingga terasa mengerti meski sebenarnya bukan manusia.

“Ketika merasa tidak ada dukungan emosional dari orangtua atau teman, mereka cari yang bisa merespons dengan cepat dan terasa aman. Chatbot memberikan itu semua,” ujar Firesta.

Namun, kondisi ini bukan tanpa risiko.

Baca juga: Saat Remaja Lebih Sering Curhat ke AI daripada ke Teman atau Orangtua

Dampak psikologis jika terlalu bergantung pada AI

Meskipun terlihat praktis, kebiasaan curhat ke chatbot dapat memicu dampak jangka panjang bagi kesehatan mental remaja.

Salah satunya adalah menurunnya kemampuan bersosialisasi di dunia nyata.

"Pada akhirnya justru kan semakin tertutup dari dunia yang real gitu ya. Jadi mungkin akan lebih sering ngobrol sama AI, instead of ngobrol sama orang-orang di sekitarnya jadi lebih tertutup," ujar Firesta.

Chatbot memang bisa memberi rasa didengarkan, tetapi tetap tidak bisa menggantikan dukungan emosional yang nyata dan berkelanjutan dari manusia.

Di sisi lain, AI juga tidak selalu mampu memberikan respons yang tepat secara emosional, terutama jika berkaitan dengan kondisi psikologis yang kompleks.

Baca juga: Kenali Kondisi dan Usia Kulit Wajah dengan Teknologi AI

Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental  terlalu bergantung AI.freepik Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental terlalu bergantung AI.

Peran orangtua: hadir secara emosional

Daripada melarang remaja menggunakan chatbot, Firesta menyarankan agar orang tua membangun keterhubungan emosional yang kuat dengan anak sejak dini.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau