Penulis
KOMPAS.com - Kepergian Zara Qairina Mahathir (13), siswi kelas satu Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) Tun Datu Mustapha, Papar, Sabah, Malaysia, meninggalkan duka mendalam.
Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Saifuddin Nasution Ismail mengatakan ada unsur perundungan dalam kasus kematian Zara Aquirina.
"Ya, ada unsur perundungan. Itu jelas," ujar Saifuddin dikutip dari Free Malaysia Today, Rabu (20/8/2025).
Kini, kasus Zara memasuki babak baru. Sebanyak lima remaja di bawah 18 tahun resmi didakwa di Pengadilan Anak Kota Kinabalu, Senin (18/8/2025).
Baca juga: Cara Terhormat Melawan Perundungan
Mengutip dari The Star, kronologi bermula pada 16 Juli 2025, ketika Zara ditemukan tak sadarkan diri di dalam selokan dekat asrama sekolahnya pada pukul 4 pagi.
Zara kemudian segera dilarikan ke Hospital Queen Elizabeth I, Kota Kinabalu, namun nyawanya tak tertolong.
Zara meninggal dunia pada 17 Juli 2025, setelah dinyatakan kehilangan fungsi otak.
Jenazah Zara lalu dikebumikan tanpa dilakukannya post-mortem. Jenazah Zara dumakamkan di Tanah Perkuburan Islam Tanjung Ubi, Sitipang, Sabah, Malaysia.
Kematian Zara Qairina langsung menyita perhatian publik di Malaysia.
Mulanya diduga Zara terjatuh dari lantai tiga gedung di asrama sekolah.
Namun, publik justru menduga Zara mengalami perundungan di sekolah.
Terlebih pada Jumat (1/8/2025), ibunda Zara, Nuroidah Lamat mengajukan laporan baru kepada polisi.
Ibu Zara menyebut terdapat memar di bagian punggung Zara saat proses pemulasaran jenazah dalam Islam, sehari setelah meninggal.
Tim kuasa hukum keluarga, Hamid Ismail dan Shahlan Jufri, menyampaikan bahwa klien mereka, Noraidah, sebelumnya tidak segera mengungkapkan adanya tanda memar karena masih diliputi rasa syok dan duka yang mendalam.
“Baru pada Jumat sore kemarin ia mengingat kembali soal memar tersebut ketika kami menanyakannya,” ujar keduanya, dikutip dari Free Malaysia Today.
Menurut para pengacara, temuan baru itu cukup kuat untuk menjadi dasar pembukaan kembali penyelidikan, meskipun Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Saifuddin Nasution Ismail, sebelumnya menyebut polisi telah menuntaskan penyelidikan awal.
Dengan adanya dugaan kekerasan, keluarga melalui kuasa hukum meminta agar makam Zara dibongkar dan dilakukan autopsi ulang.
Mereka menegaskan langkah ini penting untuk memastikan penyebab pasti kematian Zara Qairina dan menilai apakah terdapat unsur tindak pidana.
Kasus ini langsung mengundang perhatian luas. Media sosial Malaysia dipenuhi seruan dengan tagar #JusticeForZara, menuntut keadilan bagi korban.
Baca juga: Anak Jadi Saksi Perundungan, Bagaimana Mereka Harus Bersikap?
Proses autopsi terhadap jenazah Zara Qairina akhirnya dilakukan oleh tim forensik di RS Queen Elizabeth I pada Minggu (10/8/2025).
Pemeriksaan medis itu berlangsung cukup lama, sekitar delapan jam, sejak pukul 11.00 hingga 19.30 waktu setempat.
Sebelumnya, makam Zara di Pemakaman Islam Tanjung Ubi dibongkar pada Sabtu (9/8/2025) malam.
Langkah ini diambil berdasarkan instruksi Kejaksaan Agung Malaysia sebagai bagian dari penyelidikan lebih lanjut mengenai penyebab kematiannya.
Setelah selesai diperiksa, jenazah Zara dimakamkan kembali pada Senin (11/8/2025) dini hari sekitar pukul 01.45 di Kampung Mesapol, Sipitang, Malaysia.
Pemakaman ulang itu berlangsung sekitar 30 jam setelah makam pertama kali dibongkar.
Mengutip dari Malay Mail, meski suasana duka semakin terasa karena hujan ringan yang turun, keluarga, kerabat, dan warga tetap hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Zara.
Baca juga: Ramai Kasus Perundungan PPDS, Apakah Perilaku Bullying Saat Dewasa Manifestasi sejak Kecil?
Kasus kematian Zara kini berlanjut ke tahap persidangan.
Lima remaja berusia di bawah 18 tahun telah resmi didakwa di Pengadilan Anak Kota Kinabalu pada Selasa (20/8/2025).
Jaksa Agung Malaysia (AGC), Tan Sri Mohd Dusuki Mokhtar, mengonfirmasi bahwa kelima remaja itu akan dijerat dengan Pasal 507C(1) KUHP Malaysia.
Pasal ini mengatur penggunaan atau penyampaian kata-kata yang bersifat mengancam, kasar, atau menghina.
“Mereka yang akan didakwa berusia di bawah 18 tahun,” kata Dusuki, dikutip dari Bernama via The Straits Times (19/8/2025).
Berdasarkan berkas penyelidikan polisi, Kejaksaan Agung Malaysia (AGC) memutuskan dakwaan berupa perundungan.
Meski demikian, AGC menegaskan proses inkues untuk meneliti penyebab kematian Zara tetap berjalan.
Baca juga: “Mom Shaming”, Perundungan Sesama Ibu
Pengadilan menjadwalkan inkues (penyelidikan terbuka) atas kematian Zara mulai 3 September 2025.
Koroner Azreena Aziz menyetujui jadwal pemeriksaan saksi pada 3–4 September, 8–12 September, 17–19 September, hingga 22–30 September.
Ibunda Zara, Noraidah Lamat, disebut akan menjadi salah satu saksi penting.
Hingga kini, tim penyelidik telah memeriksa 195 orang, meski tidak semua akan dihadirkan ke persidangan.
Tragedi Zara Qairina menyoroti kembali betapa seriusnya dampak perundungan.
Lingkungan sekolah asrama, yang seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar, justru bisa berubah menjadi ruang penuh tekanan bagi sebagian siswa.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perundungan bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan masalah serius yang bisa mengancam kesehatan mental hingga keselamatan jiwa.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang