Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Olla Ramlan, Ini Alasan Denial Wajar Dialami Usai Orangtua Meninggal

Kompas.com, 14 Oktober 2025, 19:35 WIB
Devi Pattricia,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Duka tengah dirasakan artis dan presenter Olla Ramlan. Ibu Olla, Tis’ah Djahri meninggal dunia pada Minggu (12/10/2025) dini hari.

Kepergian sang ibu menjadi pukulan berat bagi Olla. Dalam beberapa momen, ia tak kuasa menahan kesedihan hingga sempat pingsan saat menerima kabar duka dan di pemakaman ibunya.

Baca juga:

Reaksi emosional seperti ini bukan hal yang aneh. Banyak orang yang kehilangan orangtua mengalami fase penolakan atau denial ketika mereka merasa seolah tidak percaya bahwa orang yang dicintainya benar-benar telah pergi.

Mengenal stages of grief

Denial normal terjadi dalam proses berduka

Menurut Psikolog Klinis, Winona Lalita R., M.Psi., Psikolog, kondisi denial sangat wajar terjadi dan merupakan bagian dari proses alami berduka.

“Perasaan denial sebenarnya sangat wajar karena dalam psikologi ada lima tahapan berduka yaitu penyangkalan (denial), kemarahan (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance),” ujar Winona saat diwawancarai Kompas.com, Senin (13/10/2025).

Winona menjelaskan, denial muncul karena pikiran dan perasaan seseorang belum siap menerima kenyataan bahwa sosok yang dicintainya sudah tidak ada. 

“Tubuh dan pikiran kita seakan melindungi diri dari rasa sakit yang begitu besar. Jadi wajar jika awalnya terasa seperti mimpi atau sulit dipercaya,” katanya.

Tahapan ini bisa berlangsung dalam waktu yang berbeda pada setiap orang. Ada yang hanya beberapa hari, ada juga yang berbulan-bulan, tergantung kedalaman hubungan dan kesiapan emosional seseorang untuk menerima kehilangan tersebut.

Setiap emosi yang muncul saat proses berduka adalah valid

Psikolog menjelaskan, perasaan denial usai kehilangan orangtua, seperti yang dialami Olla Ramlan, adalah bagian normal dari proses berduka.Dok. Unsplash/Carolina Psikolog menjelaskan, perasaan denial usai kehilangan orangtua, seperti yang dialami Olla Ramlan, adalah bagian normal dari proses berduka.

Selain penolakan, orang yang sedang berduka juga bisa merasakan campuran emosi lain seperti marah, sedih, kecewa, atau bahkan merasa bersalah. Menurut Winona, semua perasaan ini sah dan perlu diterima.

“Kamu mungkin merasa marah, tidak terima, kesal, kecewa atau apa pun itu. Sadari bahwa semua proses maupun emosi yang kita rasakan itu valid dan jangan disangkal perasaannya,” jelasnya.

Ia menambahkan, banyak orang justru menekan emosi karena merasa harus segera tegar.  Padahal menolak untuk merasakan kesedihan justru bisa membuat luka batin semakin lama sembuh.

“Apa pun emosi yang dirasakan setelah meninggalnya orangtua, jangan terburu-buru untuk berpikir bahwa kita harus segera sembuh dan segera move on,” ujar Winona.

Baca juga:

Proses berduka tidak selalu berjalan sesuai tahapan

Dalam proses berduka, seseorang bisa saja mengalami perubahan emosi secara berulang. Setelah sempat menerima kenyataan, bisa saja mereka kembali ke tahap penyangkalan atau kemarahan.

“Seseorang yang sudah mencapai tahapan penerimaan, sudah menerima dan menyadari orangtuanya sudah tidak berada di dunia yang sama, bisa saja kembali ke fase kemarahan atau penyangkalan,” terang Winona.

Fenomena ini disebut grief looping atau seseorang tidak berjalan lurus dari satu tahap ke tahap lain, melainkan bisa bolak-balik di antara tahapan-tahapan tersebut. 

Hal ini, lanjut Winona, bukan tanda kegagalan, melainkan bagian alami dari proses pemulihan diri.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau