Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Montessori adalah metode belajar atau pendekatan pembelajaran yang berfokus pada anak-anak, serta kesempatan anak untuk bebas mengeksplorasi, mencoba, dan melakukan berbagai hal secara mandiri. Namun, apakah anak dalam rentang usia tiga sampai enam tahun sudah bisa dilatih untuk mandiri?
“Jadi kemandirian itu sudah didukung oleh hasil observasi guru. Guru melihat anak sudah siap mengerjakan suatu kegiatan sendiri,” tutur pakar di Tentang Anak, psikolog Gianti Amanda, M.Psi. T, Montessori, diploma, saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.
Baca juga:
Dalam metode pendidikan Montessori, anak memang bebas melakukan apa pun yang mereka inginkan karena guru sudah menghadirkan banyak alat peraga yang menunjang kegiatan belajar di dalam kelas.
Dalam sekolah Montessori, anak dilatih mandiri melalui kehadiran alat peraga yang disesuaikan dengan usia dan kemampuannya. Alat peraga dihadirkan berdasarkan observasi mendalam pada karakter dan kemampuan setiap anak didik. Hasilnya, mereka lebih percaya diri dalam “mengoprek” alat-alat tersebut.
“Jadi kemandirian itu sudah didukung oleh hasil observasi guru. Guru melihat anak sudah siap mengerjakan suatu kegiatan sendiri,” tutur co-owner dari Amanda Montessori dan Bandung Montessori School ini.
Namun, anak tidak sepenuhnya bebas. Ketika bereksplorasi, guru masih memantau apakah anak bisa melakukannya atau tidak, bukan membebaskan mereka melakukan apapun tanpa pengawasan.
Baca juga:
Bermain dan belajar secara mandiri bukan satu-satunya yang diajarkan dalam metode pendidikan Montessori.
Dalam sekolah Montessori, anak dilatih mandiri melalui kehadiran alat peraga yang disesuaikan dengan usia dan kemampuannya. Anak juga diajarkan untuk merapikan mainan sendiri karena ruangan pun ditata agar tempat penyimpanan mainan mudah dijangkau oleh mereka.
“Kalau enggak disiapin lingkungannya, pasti mainan dia berantakin saja, ditinggalin dan seagla macam. Anak-anak ini, ketika guru sudah ‘ngelepasin’, mereka sudah paham kalau ngambil mainan, setelah selesai belajar atau main, mereka akan kembalikan lagi ke tempatnya,” jelas Gianti.
Anak merapikan kembali mainannya karena mereka pun sudah paham bahwa akan ada anak-anak lainnya yang akan memainkannya.
Mereka memahami, mainan yang akan dimainkan berada di tempatnya, bukan berserakan di seluruh area dalam kelas tersebut.
“Jadi, kemandirian itu sebenarnya anak-anak belajar disiplin dan belajar bertanggung jawab,” kata Gianti.
Baca juga: 5 Tanda Pasangan Kamu Adalah Anak Mama, Menurut Pakar Hubungan
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang