KOMPAS.com - Hidup sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak pernah mudah, apalagi ketika harus menjalaninya seorang diri.
Namun bagi Patrick (48), warga Pulau Bintan, Kepulauan Riau ini, perjalanan panjang hidupnya selama 17 tahun sebagai ODHA justru menjadi proses pendewasaan yang ia hadapi dengan kepala tegak.
Patrick membagikan kisahnya tentang bagaimana ia pertama kali mengetahui status kesehatannya, berbagai tantangan yang ia lewati, hingga bagaimana ia akhirnya berdamai dengan keadaan.
Baca juga: Jangan Salah Sebut, HIV dan AIDS Beda Istilah
Patrick mulai merasakan ada yang berbeda pada tubuhnya sekitar tahun 2008 atau 2009. Kala itu, ia hanya mengira sedang mengalami stres berkepanjangan.
Ia mengingat momen itu dengan jelas. Laki-laki yang bekerja di bidang IT dan jasa penerjemah bahasa itu mengaku mengalami gejala layaknya psoriasis atau penyakit kulit yang menyebabkan pergantian sel kulit terlalu cepat.
Kondisi ini memicu munculnya bercak merah, tebal, bersisik, dan seringkali gatal di area kepala
“Awalnya muncul gejala seperti psoriasis, kulit kepala muncul seperti ketombe tebal yang tidak nyaman rasanya,” cerita Patrick saat diwawancarai Kompas.com, Senin (1/12/2025).
Ketombe tebal yang tak mau hilang membuatnya curiga, namun ia sempat berusaha menyangkal.
Patrick memilih mengabaikannya sambil berharap kondisi itu akan membaik dengan sendirinya. Nyatanya, gejala lain justru muncul dan membuatnya semakin bingung.
“Sampai akhirnya saya juga sempat kena infeksi jamur yang saya lupa namanya, tapi dia bikin tenggorokan saya bengkak,” katanya.
Saat itu Patrick tidak langsung memeriksakan diri. Titik baliknya justru datang belakangan, ketika ia mengantar keluarga melakukan medical check-up di Johor, Malaysia.
Baca juga: Terdiagnosis HIV, Kapan Mulai Perlu Minum Obat?
Melihat proses medis yang dilakukan keluarganya, ia tergerak untuk ikut memeriksakan kondisinya.
Dokter kemudian melakukan laringoskopi. Melalui alat yang dimasukkan ke tenggorokan, terlihat tanda-tanda yang mencurigakan.
Ia bercerita, pada saat itu dokter memiliki dugaan HIV. Dalam percakapan lanjut, dokter menanyakan riwayat seksual Patrick.
“Waktu itu dokter juga sempat tanyakan soal seberapa aktif berhubungan seksual dan lain sebagainya. Waktu itu saya bilang sempat berhubungan seksual tanpa pengaman,” katanya.
Patrick yakin bahwa itulah jalur penularannya, sebab ia tidak melakukan donor darah ataupun suntik obat-obatan dalam waktu dekat, yang menjadi cara lain dari penularan HIV.
Dari rangkaian pemeriksaan itu, hasil tes HIV pun keluar dan dirinya dinyatakan positif.
“Setelah tes HIV, akhirnya benar saya dinyatakan positif dan kembali ke Indonesia untuk mendapatkan pengobatan dari rumah sakit,” kata dia.