Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ira sebagai Ibu Bekerja dan Membesarkan Anak ADHD, Belajar Merayakan Progres Kecil

Kompas.com, 2 Desember 2025, 12:56 WIB
Ida Setyaningsih

Penulis

KOMPAS.com - Menjadi ibu bekerja sekaligus membesarkan anak dengan kebutuhan khusus bukan perjalanan yang mudah.

Itulah yang dijalani oleh Ira Farmawati (34), Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pekalongan, yang kini tengah mengasuh kedua buah hati, salah satunya memiliki Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

Melalui proses panjang yang penuh perjuangan, Ira belajar melihat perannya sebagai ibu dari sudut yang lebih bermakna: bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang terus bertumbuh sedikit demi sedikit.

"Ada kalanya saya merasa bersalah ketika perkembangan anak belum sesuai harapan. Tapi pada akhirnya saya belajar bahwa sekecil apa pun progresnya layak untuk dirayakan dan disyukuri," ungkap Ira saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/12/2025).

Baca juga: Mengenal Push Present, Hadiah Manis untuk Rayakan Perjuangan Ibu

Awal menyadari perbedaan perkembangan anak

Tantangan terbesar dalam pengasuhan datang ketika Ira menyadari bahwa perkembangan anak pertamanya tidak sama dengan anak-anak seusianya.

"Awalnya itu cukup berat. Saya harus menerima dulu, lalu belajar, dan mencari bantuan yang tepat," ujarnya.

Seiring waktu, ia mulai memahami bahwa ADHD bukan kegagalan, melainkan kondisi yang membutuhkan cara pendekatan berbeda.

Namun, proses menerimanya tidak berlangsung instan.

Baca juga: Perjuangan Ira Membesarkan Anak dengan ADHD, Tentang Menerima dan Mencintai

Rasa kewalahan yang sering datang

Sebagai ibu bekerja yang pulang dalam keadaan lelah, Ira mengaku tidak jarang mengalami momen kewalahan, terutama saat sang anak sedang hiperaktif.

"Di momen seperti itu, tubuh, pikiran, dan perasaan seperti bertabrakan," katanya.

Kondisi tersebut membuat Ira harus pintar mengatur energi.

Tapi, ia menyadari bahwa sekecil apapun progres, layak untuk dirayakan dan disyukuri.

Menghadapi tekanan sosial

Tidak semua orang mengerti kondisi anak dengan kebutuhan khusus.

"Kadang sulit memberi pemahaman, tapi saya tetap berusaha menjelaskan dengan sabar kepada orang-orang yang memang perlu tahu," ungkapnya.

Namun, ia menegaskan bahwa dukungan emosional jauh lebih berarti dibandingkan komentar atau penilaian dari luar.

Bahkan apresiasi sekecil apa pun bisa menjadi penyemangat besar.

Baca juga: Cerita Kartika Hadapi Tekanan Jadi Ibu Sempurna dari Mamanya Sendiri

Perjuangan Ira membesarkan anak dengan ADHD penuh tantangan, belajar menerima diri, merayakan setiap progres, dan mencintai tanpa harus sempurna.dok. Ira Fatmawati Perjuangan Ira membesarkan anak dengan ADHD penuh tantangan, belajar menerima diri, merayakan setiap progres, dan mencintai tanpa harus sempurna.

Rasa bersalah yang nyaris selalu datang

Sebagai ibu bekerja, Ira mengaku sering merasa bersalah karena tidak selalu bisa mendampingi perkembangan anaknya sepanjang waktu.

"Ada kalanya saya berharap bisa hadir setiap saat. Tapi waktu dan energi tidak selalu memungkinkan," ucapnya.

Perasaan bersalah itu dulunya menghantui, tetapi kini Ira belajar memandangnya lebih realistis.

Baginya, yang terpenting adalah memastikan anak mendapatkan kasih sayang, perhatian, serta penanganan yang sesuai.

Belajar menenangkan diri dan memaafkan diri sendiri

Saat pikiran negatif muncul seperti "aku harusnya bisa lebih baik" atau "aku gagal sebagai ibu”, Ira memilih berhenti sejenak untuk bernapas.

"Saya ingat semua perjuangan yang sudah saya lakukan. Lalu saya bilang pada diri sendiri, ‘Tidak semua orang bisa menjalani ini. Kamu sudah melakukan yang terbaik,’" katanya.

Pendekatan self-compassion ini membuatnya lebih stabil, sekaligus membantu dirinya tetap hadir secara utuh bagi anak-anak.

Baca juga: Cerita Kartika Menghadapi Rasa Bersalah sebagai Ibu dan Keputusannya Melepaskan Karier

Support system yang selalu menguatkan

Di balik semua proses berat itu, Ira merasa beruntung memiliki suami dan orang-orang terdekat yang tidak menghakimi.

Dukungan mereka membuatnya merasa tidak sendirian.

'Kalimat sederhana seperti ‘kamu ibu yang hebat’ itu sangat berarti," ujarnya.

Merayakan progres kecil

Salah satu titik balik dalam perjalanan pengasuhan adalah ketika orang lain mulai melihat perubahan signifikan pada perkembangan anaknya.

"Momen itu membuat saya sadar bahwa semua usaha, air mata, dan proses panjang ini tidak sia-sia," kata Ira.

Ia kini belajar merayakan progres sekecil apa pun. Bagi Ira, semua itu adalah kemenangan.

Pesan untuk ibu yang tengah berjuang

Dari perjalanan panjangnya, Ira ingin menyampaikan pesan kepada para ibu yang mungkin tengah merasa tidak cukup baik.

"Maafkan dirimu sendiri. Berterima kasihlah pada dirimu karena sudah bertahan sejauh ini. Tidak ada ibu yang sempurna, tapi selalu ada ibu yang penuh cinta," ungkap Ira.

Melalui kisahnya, Ira mengingatkan bahwa menjadi ibu bukan soal mencapai standar tertentu, melainkan tentang hadir, berusaha, dan mencintai diri sendiri dalam prosesnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau