Itulah yang dijalani oleh Ira Farmawati (34), Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pekalongan, yang kini tengah mengasuh kedua buah hati, salah satunya memiliki Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Melalui proses panjang yang penuh perjuangan, Ira belajar melihat perannya sebagai ibu dari sudut yang lebih bermakna: bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang terus bertumbuh sedikit demi sedikit.
"Ada kalanya saya merasa bersalah ketika perkembangan anak belum sesuai harapan. Tapi pada akhirnya saya belajar bahwa sekecil apa pun progresnya layak untuk dirayakan dan disyukuri," ungkap Ira saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/12/2025).
Awal menyadari perbedaan perkembangan anak
Tantangan terbesar dalam pengasuhan datang ketika Ira menyadari bahwa perkembangan anak pertamanya tidak sama dengan anak-anak seusianya.
"Awalnya itu cukup berat. Saya harus menerima dulu, lalu belajar, dan mencari bantuan yang tepat," ujarnya.
Seiring waktu, ia mulai memahami bahwa ADHD bukan kegagalan, melainkan kondisi yang membutuhkan cara pendekatan berbeda.
Namun, proses menerimanya tidak berlangsung instan.
Rasa kewalahan yang sering datang
Sebagai ibu bekerja yang pulang dalam keadaan lelah, Ira mengaku tidak jarang mengalami momen kewalahan, terutama saat sang anak sedang hiperaktif.
"Di momen seperti itu, tubuh, pikiran, dan perasaan seperti bertabrakan," katanya.
Kondisi tersebut membuat Ira harus pintar mengatur energi.
Tapi, ia menyadari bahwa sekecil apapun progres, layak untuk dirayakan dan disyukuri.
Menghadapi tekanan sosial
Tidak semua orang mengerti kondisi anak dengan kebutuhan khusus.
"Kadang sulit memberi pemahaman, tapi saya tetap berusaha menjelaskan dengan sabar kepada orang-orang yang memang perlu tahu," ungkapnya.
Namun, ia menegaskan bahwa dukungan emosional jauh lebih berarti dibandingkan komentar atau penilaian dari luar.
Bahkan apresiasi sekecil apa pun bisa menjadi penyemangat besar.
Rasa bersalah yang nyaris selalu datang
Sebagai ibu bekerja, Ira mengaku sering merasa bersalah karena tidak selalu bisa mendampingi perkembangan anaknya sepanjang waktu.
"Ada kalanya saya berharap bisa hadir setiap saat. Tapi waktu dan energi tidak selalu memungkinkan," ucapnya.
Perasaan bersalah itu dulunya menghantui, tetapi kini Ira belajar memandangnya lebih realistis.
Baginya, yang terpenting adalah memastikan anak mendapatkan kasih sayang, perhatian, serta penanganan yang sesuai.
Belajar menenangkan diri dan memaafkan diri sendiri
Saat pikiran negatif muncul seperti "aku harusnya bisa lebih baik" atau "aku gagal sebagai ibu”, Ira memilih berhenti sejenak untuk bernapas.
"Saya ingat semua perjuangan yang sudah saya lakukan. Lalu saya bilang pada diri sendiri, ‘Tidak semua orang bisa menjalani ini. Kamu sudah melakukan yang terbaik,’" katanya.
Pendekatan self-compassion ini membuatnya lebih stabil, sekaligus membantu dirinya tetap hadir secara utuh bagi anak-anak.
Support system yang selalu menguatkan
Di balik semua proses berat itu, Ira merasa beruntung memiliki suami dan orang-orang terdekat yang tidak menghakimi.
Dukungan mereka membuatnya merasa tidak sendirian.
'Kalimat sederhana seperti ‘kamu ibu yang hebat’ itu sangat berarti," ujarnya.
Merayakan progres kecil
Salah satu titik balik dalam perjalanan pengasuhan adalah ketika orang lain mulai melihat perubahan signifikan pada perkembangan anaknya.
"Momen itu membuat saya sadar bahwa semua usaha, air mata, dan proses panjang ini tidak sia-sia," kata Ira.
Ia kini belajar merayakan progres sekecil apa pun. Bagi Ira, semua itu adalah kemenangan.
Pesan untuk ibu yang tengah berjuang
Dari perjalanan panjangnya, Ira ingin menyampaikan pesan kepada para ibu yang mungkin tengah merasa tidak cukup baik.
"Maafkan dirimu sendiri. Berterima kasihlah pada dirimu karena sudah bertahan sejauh ini. Tidak ada ibu yang sempurna, tapi selalu ada ibu yang penuh cinta," ungkap Ira.
Melalui kisahnya, Ira mengingatkan bahwa menjadi ibu bukan soal mencapai standar tertentu, melainkan tentang hadir, berusaha, dan mencintai diri sendiri dalam prosesnya.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/12/02/125644820/cerita-ira-sebagai-ibu-bekerja-dan-membesarkan-anak-adhd-belajar-merayakan