Sadum sendiri dikenal dengan penggunaannya sebagai handehande, yaitu kain yang diletakkan di atas bahu sebagai pelengkap busana adat.
Kain ini juga sering dipakai dalam kegiatan mangulosi, yakni memakaikan ulos untuk para perempuan.
“Sadum itu memang dikenal biasanya dipakai gadis, sebenarnya semua bisa pakai sih,” ungkap Kerri.
Baca juga: Lebih dari Sekadar Kain, Makna dan Warisan Tenun Biboki dari NTT
Sementara itu, tumtuman memiliki akar dari kata “tumtum” yang berarti “mengikat”. Dahulu digunakan sebagai ikat kepala, kini tumtuman berkembang menjadi salah satu wastra prestisius yang tampil dalam berbagai acara adat dan perayaan.
“Kalau tumtuman ini bisa dibilang kalau di komunitas Batak seperti yang paling luxe. Sebenarnya arti tumtuman itu banyak, tergantung interpretasi mana,” terang Kerri.
Ulos Sadum dan tumtuman sendiri diproduksi dengan teknik jungkit, yaitu teknik tenun songket khas Batak yang menghasilkan motif timbul.
Teknik ini dikerjakan dengan cara menambahkan benang hias ke dalam anyaman utama, sehingga pola dan teksturnya terlihat lebih menonjol dan kaya.
Baca juga: Lewat Sentuhan Modern, Pemprov Sumut Dorong Ulos Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang