Menurut Kerri, justru karena alasan itulah inovasi dibutuhkan, agar seseorang yang ingin mengenakan ulos bisa merasa lebih percaya diri tanpa harus merasa takut pada aturan seremonial.
Baca juga: Tenun, Suara Perempuan yang Jadi Wajah Perlawanan Kebudayaan di NTT
Meski membuka ruang kreasi, Kerri menegaskan bahwa inovasi bukan berarti menghilangkan nilai tradisional. Baginya, inti pelestarian tetap harus dijaga melalui penghormatan terhadap teknik, motif, dan filosofi wastra.
Ia menilai teknik tenun Batak memiliki kekayaan yang tidak bisa dianggap remeh. Begitu pula dengan ragam motif yang telah diwariskan selama ratusan tahun.
“Karena sebenarnya sayang banget, karena teknik tenun tuh something yang unik banget. Dan juga apalagi motif-motif yang kaya dan udah beratus-ratus tahun ada tuh sayang banget kalau punah,” ungkap Kerri.
Namun agar warisan itu tetap melekat pada berbagai generasi, ia percaya pelestarian dengan memadukan inovasi perlu dilakukan.
Baca juga: Pesona Wastra Timur Indonesia dalam Pagelaran Aku, Wastra, Kisah
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang