Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Gawai Dikaitkan dengan Memburuknya Kesehatan Mental Remaja

Kompas.com, 7 Desember 2025, 15:09 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Dalam beberapa tahun terakhir, masalah kesehatan mental pada anak dan remaja menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. 

Gejala seperti kecemasan, depresi, gangguan tidur, hingga menurunnya kepercayaan diri semakin sering muncul pada kelompok usia yang sebenarnya berada pada masa tumbuh kembang.

Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. Dante Saksono Harbuwono menyoroti peningkatan masalah kesehatan mental itu seiring dengan peningkatan penggunaan teknologi digital.

Dalam forum bertajuk Next Gen Health: Tech, Safety, Mental Health & Community for a Resilient Future yang dilaksanakan di kampus Universitas Indonesia pada Sabtu, ia menyampaikan bahwa angka percobaan bunuh diri mencapai sekitar 2 persen pada kelompok usia di atas 15 tahun yang mengalami depresi di Indonesia.

Baca juga: Awas, Konten Negatif di Medsos Bisa Bikin Anak Depresi

"Sebagian dari mereka juga mengalami psikosis, dan empat dari setiap 1.000 keluarga memiliki anggota dengan masalah kesehatan mental," katanya.

Ia mengemukakan bahwa penggunaan teknologi digital sejak usia dini berkaitan dengan peningkatan masalah kesehatan mental pada anak dan remaja.

Menurut dia, dari total 79,8 juta anak di Indonesia ada sekitar 28,65 juta anak berusia tujuh sampai 17 tahun yang menggunakan telepon seluler dan mengakses internet.

Perlu pendekatan komperhensif

Dia mengatakan bahwa munculnya perubahan perilaku dan masalah-masalah terkait kesehatan mental akibat penggunaan gawai dan internet perlu direspons dengan pendekatan kesehatan masyarakat yang komprehensif.

"Pendekatan ini tidak bisa dilakukan secara langsung, kadang-kadang butuh transisi dan usaha yang cerdas," katanya.

Baca juga: Ciri-ciri Keluarga Toxic yang Bisa Memengaruhi Kesehatan Mental

Ia menyampaikan bahwa pada masa sekarang akses pelayanan kesehatan mental bisa diperluas dengan dukungan teknologi.

Dalam hal ini, pemerintah telah menghadirkan layanan Healing 119.id yang memungkinkan warga berkonsultasi melalui WhatsApp atau telepon tanpa biaya.

"Mereka yang biasanya tertutup untuk mengungkapkan masalah bisa merasa lebih aman. Di sini mereka boleh curhat secara gratis," kata Dante.

Namun, dia melanjutkan, intervensi melalui penyediaan layanan digital saja tidak cukup untuk mengatasi masalah kesehatan mental maupun membangun ketahanan mental anak dan remaja.

Baca juga: Psikolog Sebut Doom Scrolling Medsos Sebelum Tidur Bisa Ganggu Kesehatan Mental

Menurut dia, keluarga memegang peranan penting dalam upaya untuk membangun kesehatan mental anak sejak fase awal kehidupan.

"Ini harus dimulai dari keluarga, dan bukan hanya dari anak-anak, tetapi sejak konsepsi. Kita mencoba membuat ibu dan bapak yang sehat, bahagia, dan siap menghadapi tantangan," katanya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau