KOMPAS.com – Dibesarkan di tengah keluarga penggembala, Aditya Wahyu Utama menjadi sangat akrab dengan hewan ternak, sekaligus dunia perkulitan.
Apalagi, ketika keluarganya membuka perusahaan di bidang impor obat kulit yang kemudian merambah ke penyamakan kulit.
Tak main-main, pangsa pasar mereka, mulai dari berbagai negara di Asia, seperti Korea hingga negara-negara di Eropa. Konsumen mancanegara itu memburu bahan kulit produksi Yogyakarta ini.
Hingga suatu hari, ada beberapa orang yang bertanya kepada Aditya kenapa tidak membuat konveksi. Setelah direnungkan, Adit pun menemukan ide.
Baca juga: Pakai Bahan Kulit Kucel demi Sepatu Bot yang Gagah
“Banyak bahan kulit, ada bolongan kecil. Ada orang langsung nolak, padahal sisanya bisa dikaryakan."
"(Apalagi) saya melihat hean-hewan itu disembelih, kita harus bikin sesuatu,” ujar Adit kepada Kompas.com, belum lama ini.
Pilihan pun jatuh pada produksi sarung tangan.
Awalnya, ia bermain di pasar luar negeri. Ia mengirimkan produknya untuk merek luar negeri melalui perwakilan tim quality control (QC) merek tersebut di Indonesia.
Suatu hari, produk yang sudah lolos QC di Indonesia ditolak di luar negeri. Ia pun gagal meminta barangnya kembali, hingga rugi ratusan juta.
“Sampai sekarang barangnya tidak kembali, jumlahnya puluhan ribu pasang,” ucapnya.
Jatuh dalam bisnis tak membuatnya putus asa. Ia mencoba bangkit dengan menjadikan kegagalan di luar negeri sebagai modal untuk lebih teliti.
Baca juga: Lagi-lagi Bandung, Sepatu Keren dari Bahan Kulit Ceker Ayam...
“Buka google maps atau apapun model petanya, arah yang terlihat selalu utara. Itulah yang ingin kita perlihatkan. Di setiap perjalananmu selalu ada Northy,” ungkap dia.
Aditya mengatakan, Northy memiliki banyak kelebihan.
Pertama, karena dibuat dan didesain orang Indonesia, sarung tangan ini sangat pas dengan ukuran tangan orang Indonesia.