Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Korban Kekerasan Seksual di Hari Perempuan Internasional

Kompas.com, 8 Maret 2021, 20:17 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - “Saya Amy, pada Agustus 2019 saya mengalami pemerkosaan di rumah saya sendiri. Setelah memberanikan diri untuk bersuara, saya sering di hubungi penyintas yang lain seakan-akan saya bisa memberi solusi untuk penderitaan mereka."

"Namun dengan berat hati saya tidak bisa menjanjikan penanganan kasus dan pemulihan ke siapapun, dikarenakan hukum kita yang tidak memikirkan penderitaan korban kekerasan seksual. Saya pun pernah merasa hal yang sama, ketakutan dan trauma yang tidak mudah dilepas."

Begitu curahan hati Amy, seorang penyintas kekerasan seksual. Amy menyampaikan kisahnya di Gedung DPR-RI hari Senin (8/3/2021), bertepatan dengan momen International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional.

Apa yang disampaikan Amy, mungkin juga dirasakan ribuan bahkan jutaan perempuan Indonesia. Namun banyak diantaranya tidak seberani Amy untuk bersuara karena merasa hukum tidak melindunginya.

Apakah tidak ada hukum yang mengatur soal kekerasan seksual di Indonesia? Tentu ada.

Namun menurut Wawan Suwandi, Public Relations Yayasan Pulih, dalam penegakan hukum, pemulihan bagi korban kasus kekerasan seksual saat ini masih belum ditopang oleh
regulasi yang secara spesifik mengatur tentang kekerasan seksual.

Karenanya, Indonesia membutuhkan undang-undang yang berperspektif korban kekerasan seksual dan memiliki lingkup lebih luas dalam mendefinisikan kekerasan seksual, mengandung aspek-aspek perlindungan dan rehabilitasi bagi korban, serta mampu mengedukasi masyarakat.

"Caranya adalah dengan mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)," ujar Wawan.

Saat ini RUU PKS telah masuk kembali dalam 33 RUU yang ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI 2021.

Ini adalah sebuah milestone yang penting dalam kampanye mendorong pengesahan RUU PKS. Namun perjalanan masih panjang sebelum RUU tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.

Nah untuk mendorong pengesahannya, The Body Shop Indonesia lewat kampanye Stop Sexual Violence mengumpulkan tanda-tangan sebagai bentuk suara dan dukungan publik, sejak 5 November 2020 dan masih akan terus diperjuangkan hingga 7 April 2021 mendatang.

Hari ini, petisi yang sudah terkumpul sebanyak 421.218 tanda-tangan itu diserahkan ke Diah Pitaloka, S.Sos., M.Si, sebagai Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) dan Pimpinan Komisi VIII DPR RI.

Petisi yang diserahkan merupakan amanah dari masyarakat agar pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai payung hukum yang akan melindungi seluruh warga negara Indonesia dari segala bentuk kekerasan seksual.

"Petisi ini kami serahkan sebagai wujud penyampaian amanah masyarakat yang mendukung kampanye Stop Sexual Violence The Body Shop Indonesia," ujar Suzy Hutomo, Executive Chairperson and Owner The Body Shop Indonesia.

"Kami berharap petisi yang kami kumpulkan ini dapat mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Kami akan mengawal terus dengan semangat dan tekad perjuangan hingga RUU PKS disahkan," lanjutnya.

Baca juga: Melawan Kekerasan Seksual, Mengapa RUU PKS Harus Disahkan?

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau