KOMPAS.com - Kata-kata "usia 25 tahun" mendadak ramai diperbincangkan di media sosial Twitter.
Sejumlah pengguna Twitter mengunggah tangkap layar unggahan sebuah akun Instagram yang mencantumkan tentang: "usia 25 tahun idealnya punya apa?"
Unggahan tersebut kemudian menjabarkan poin-poin apa saja yang dianggap "ideal" untuk dicapai pada usia 25 tahun, yakni punya tabungan 100 juta, cicilan rumah sisa 20 persen lagi, punya kendaraan pribadi, hingga gaji minimal Rp 8 juta.
Hingga berita ini dinaikkan, topik tersebut sudah dibahas dalam lebih dari 16.700 tweet.
Banyak pengguna Twitter berkomentar dan membagikan pengalaman pribadinya di usia 25 tahun atau memberikan pandangan tentang anggapan tersebut.
Travel blogger dan penulis Alexander Thian, misalnya, menulis lewat tweet-nya bahwa setiap orang punya standar ideal yang berbeda karena mulai dari titik yang berbeda-beda pula.
Adanya standar-standar ideal yang beredar bisa memunculkan insecurity (perasaan tidak aman) bagi sejumlah orang.
Aku usia 25 boro-boro punya 100 juta, bisa makan dengan layak sehari 3 kali aja udah seneng. Setiap orang punya ‘ideal’ yang berbeda, setiap orang tidak mulai di garis start yang sama. Don’t let this kind of stupid standard make you insecure, timeline tiap orang berbeda. pic.twitter.com/gQ7Fezs2T6
— Alexander Thian (@aMrazing) May 9, 2021
Sementara itu, praktisi mindfulness Adjie Santosoputro mengajak semua orang untuk tak membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Sebab, standar ideal milik seseorang tak seharusnya dipaksakan untuk orang lain.
"Tiap orang punya jatah perjalanan yg beda-beda. Dan kita gak tau perjalanan orang lain seperti apa," tulisnya dalam tweet.
Usia 25 idealnya punya 100 juta?
Yang ideal buat seseorang belum tentu ideal buat yg lainnya. Kurangi membandingkan diri dgn orang lain. Kurangi maksain ideal kita ke orang lain.
Tiap orang punya jatah perjalanan yg beda-beda. Dan kita gak tau perjalanan orang lain seperti apa.
— Adjie Santosoputro (@AdjieSanPutro) May 10, 2021
Ramainya topik tentang standar ideal di usia 25 tahun ini hanyalah potret kecil dari sebuah fenomena bahwa banyak orang masih suka membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain, atau dibandingkan dengan orang lain.
Padahal, kebiasaan tersebut sebetulnya harus dihindari. Setidaknya, ada empat alasan untuk tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain, yakni:
Penelitian menemukan bahwa kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain dapat melahirkan perasaan iri, rendah diri, dan depresi, serta membahayakan kemampuan kita untuk memercayai orang lain.
Sementara membandingkan diri sendiri ke bawah atau dengan orang lain yang kurang beruntung mungkin bisa memberikan beberapa manfaat bagi perasaan seseorang.
Namun, itu juga tidak selalu tepat. Laman HuffPost mencatat bahwa membandingkan diri dengan orang yang kita anggap lebih tidak beruntung dari kita membuat kita seolah menikmati kegagalan atau kemalangan orang lain agar merasa lebih nyaman dengan diri sendiri.
Saat kebiasaan membandingkan diri sudah mengarahkan kita pada sikap merendahkan diri sendiri atau orang lain, maka kita sudah masuk wilayah berbahaya.
Baca juga: Kenapa Kita Sering Membandingkan Diri Dengan Orang Lain di Medsos?