Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Laurentius Purbo Christianto
Dosen

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Psikologi Penyesalan

Kompas.com - 25/07/2023, 16:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI-HARI hari ini nama fisikawan Julius Robert Oppenheimer sedang viral. Oppenheimer adalah fisikawan teoritis yang pernah menjadi direktur dari Laboratorium Los Alamos. Di laboratorium inilah bom atom (yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki di Jepang) diteliti dan didesain.

Film Oppenheimer -film biografi tentang Julius Robert Oppenheimer yang dijuluki "Bapak Bom Atom"- yang baru saja dirilis menarik perhatian para pemirsa. Di film itu secara tersirat diceritakan bahwa walaupun Oppenheimer berhasil membuat bom atom, dia akhirnya menyesal dengan hal itu.

Kompas.com, tanggal 21 Juli 2023 menulis bahwa Oppenheimer pernah mengatakan “Sekarang aku menjadi kematian, penghancur dunia”.

Baca juga: 15 Kutipan Robert Oppenheimer yang Bisa Dibagikan di Media Sosial

Kompas.com juga melaprokan, tidak hanya Oppenheimer yang menyesal atas keberhasilan membuat bom atom, Einstein pun menyesal. Einstein pernah mengatakan, “Seandainya saya tahu bahwa Jerman tidak akan berhasil mengembangkan bom atom, saya tidak akan melakukan apa-apa.”

Penyesalan Oppenheimer dan Einstein itu merupakan sebuah anomali. Pada umumnya orang menyesal jika gagal. Namun kedua ilmuwan tersebut menyesal karena berhasil.

Anomali berikutnya ialah bahwa seakan penyesalan Oppenheimer dan Einstein tidak sesuai dengan teori penyesalan dalam psikologi. Psikologi mengungkapkan bahwa penyesalan terkait dengan sikap “tidak melakukan apa-apa”.

Oppenheimer dan Einstein berbeda, mereka menyesal karena telah melakukan apa-apa. Jadi apa itu penyesalan dan bagaimana psikologi di balik penyesalan?

 

Penyesalan dalam Psikologi

Menurut Neal J Roese (2005), penyesalan adalah emosi negatif yang muncul karena ada proses penarikan kesimpulan atas informasi-informasi yang kontrafaktual. Pada umumnya penyesalan muncul saat apa yang terjadi tidak sama dengan apa yang diharapkan.

Hanya saja jika berhenti di definisi ini maka yang terjadi hanya kekecewaan, bukan penyesalan. Penyesalan secara spesifik berasal dari perbandingan antara hasil faktual (kenyataan) dan hasil yang mungkin terjadi jika seseorang memilih tindakan lain.

Saat menyesal, orang merasa emosinya buruk karena tahu bahwa di masa lalu sebenarnya ia punya pilihan-pilihan yang bisa membuat hasil akhir yang berbeda. Posibilitas, tanggung jawab, dan nilai personal adalah elemen-elemen yang terkait dengan munculnya penyesalan.

Penyesalan terjadi karena ada posibilitas. Kalau tidak ada kemungkinan-kemungkinan lain di masa lalu, maka seseorang tidak akan menyesal dengan pilihan yang diambil. Penyesalan juga terkait dengan tanggung jawab.

Baca juga: 5 Fakta Oppenheimer, Bapak Bom Atom yang Disebut Bodoh oleh Albert Einstein

Orang yang menyesal adalah orang yang merasa memiliki tanggung jawab. Tanggungjawab ini bisa atas diri sendiri, keluarga, komunitas, pekerjaan, bangsa, kemanusiaan, hingga Tuhan.

Penyesalan terjadi karena seseorang merasa tidak bisa menjalankan tanggung jawab dengan baik. Penyesalan itu sebenarnya sangat personal.

 

Penyesalan dan Nilai Personal

Di balik Oppenheimer dan Einstein yang menyesal, pasti ada orang-orang yang bersyukur bahwa bom atom itu berhasil dibuat. Perbedaan penyesalan dengan kebersyukuran terletak pada nilai personal yang diimani masing-masing orang.

Nilai personal inilah yang membuat makna “berhasil” berbeda di setiap orang. Nilai personal juga membuat makna “tidak melakukan apa-apa” juga bisa berbeda-beda.

Selanjutnya apa yang bisa dilakukan jika penyesalan terlanjur hadir? Penyesalan akan teredam dengan sikap optimis. Optimis itu menemukan kemungkinan-kemungkinan baik yang baru.

Seseorang yang optimis akan tetap memiliki harapan baik dan menemukan “cahaya terang” bahkan saat berada di situasi yang buruk, mengecewakan, dan menyakitkan. Sikap optimis tidak serta merta menghilangkan penyesalan kita; tetapi sikap optimis membuat kita memunculkan posibilitas-posibilitas baru, terus semangat dalam menjalankan tanggungjawab, dan memegang teguh nilai-nilai personal.

Menyesal itu boleh, karena itu wajar dan alamiah, tapi jangan lama-lama dalam penyesalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com