Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/08/2023, 09:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Ketika sedang bosan atau pun stres, ada satu terapi yang bisa dengan instan memulihkan semangat dan mood, yaitu terapi ritel (retail therapy).

Namun, benarkah shopping membuat perasaan kita lebih bahagia? Ternyata memang benar. Bahkan secara ilmiah pun dapat dibuktikan.

"Penelitian menyimpulkan bahwa ada efek terapeutik dan psikologi saat kita berbelanja, tapi tentunya jika dilakukan dalam skala sedang," kata psikolog Dr.Scott Bea.

Efek dari terapi belanja itu akan kita dapatkan saat kita mengunjungi toko favorit selama beberapa waktu, atau ketika menelusuri situs belanja dan jari-jari kita memindahkan barang ke "keranjang".

"Bahkan window shopping atau browsing di aplikasi belanja bisa meningkatkan rasa bahagia di otak. Tapi sekali lagi, pastikan tidak berlebihan berbelanja," papar Bea.

Baca juga: Tasya Farasya Kalap Belanja Online Perlengkapan Bayi

Berikut adalah beberapa alasan mengapa kegiatan berbelanja dapat mengubah emosi negatif menjadi positif:

1. Mengembalikan rasa kendali
Studi menunjukkan bahwa membuat keputusan membeli sebuah barang bisa meningkatkan rasa kendali kita terhadap lingkungan sekitar. Hal ini juga dapat menurunkan rasa sedih.

"Berbagai penelitian menyebut saat kita merasa kondisi tidak sesuai dengan keinginan, mendapatkan sebuah barang yang kita inginkan bisa terasa sebagai pencapaian personal yang positif," kata Bea.

2. Visualisasi akan mengalihkan dari cemas
Belanja juga merangsang indera. Aroma barang yang baru, cahaya yang terang dan display penuh warna di etalase akan menciptakan imajinasi, perasaan sensori yang mengalihkan kita dari kenyataan, meski itu hanya sejenak.

"Shopping dan stimulasi sensorik membuat kita mem-visualisasikan sesuatu yang positif," katanya.

Baca juga: 10 Perilaku Tidak Sopan Saat Belanja di Supermarket

3. Hormon dopamin akan dilepaskan
Hanya melihat-lihat etalase toko online atau pun window shopping ternyata berdampak positif pada mood. Hal ini terjadi karena otak melepaskan hormon dopamin yang mendatangkan rasa bahagia.

Yang menarik, dopamin ternyata sudah dilepaskan saat kita baru melihat-lihat barang, bahkan sebelum transaksi pembelian benar-benar dilakukan.

Ketika belanja jadi masalah

Belanja memang bisa jadi pelepas stres, tapi kita perlu bijaksana karena terkadang sulit mengontrol diri sehingga jadi berlebihan, bahkan kecanduan.

Menurut Bea, belanja bisa bergeser dari terapeutik menjadi problematik ketika kita selalu "lari" ke belanja setiap kali merasa cemas, stres, atau sedih, dan kita sulit mengontrol perasaan ingin belanja.

“Pembeli kompulsif sering mengalami episode belanja atau dorongan kuat untuk membeli barang. Perilaku ini terkait dengan perasaan tidak berharga selain kurangnya kekuatan," katanya.

Beberapa gejala yang perlu kita kenali saat perilaku belanja makin tidak terkontrol antara lain; sulit menahan keinginan belanja barang yang tidak diperlukan, mengalami masalah keuangan karena terlalu boros, bermasalah di rumah atau tempat kerja karena kebiasaan belanja.

Baca juga: Mengenal Black Friday, Momen yang Dinanti Para Penggila Belanja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com