Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Agung Setiyo Wibowo merupakan seorang Personal Branding Consultant, Career Coach & People Developer. Founder The Pandita Institute dan LinkedIn Hacks Academy ini kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi.
Di masa mudanya, Agung pernah mendapatkan sejumlah penghargaan bergengsi seperti Global Change Maker, Young Leaders for Indonesia, ASEAN Blogger Ambassador, Spirit of Majapahit Cultural Ambassador dan Duta Paramadina. Profil dan pemikirannya pernah diliput di berbagai media tanah air dan luar negeri seperti The Japan Times, SEA Today, Kompas, Media Indonesia, Detik.com, Merdeka.com, TVRI, RRI, SmartFM, dan Jawa Pos TV.
Sebagai seorang Storyteller, Agung pernah menulis 100 buku pada beragam topik-khususnya manajemen, bisnis dan self-improvement. Secara berkala, ia membagikan pemikirannya melalui akun LinkedIn dan blog pribadinya: agungwibowo.com.

Mencegah Generasi Tanpa Ayah Semakin Parah

Kompas.com, 1 April 2024, 14:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Tahu nggak bro, ternyata si X itu hanya punya ibu loh. Gak jelas bokapnya siapa dan di mana. Kemarin doi baru curhat ke aku."

"Papaku ada tapi seperti tiada. Ia berangkat kerja sebelum aku bangun, dan baru balik kerja setelah aku tidur. Dia nggak pernah ada di hidupku. Tak pernah mengantarku sekolah, tak pernah menanyakan kabarku, boro-boro peduli dengan diriku. Dia ada secara fisik, tapi tidak secara emosional."

"Oh pantes dia suka mabuk-mabukan, pake narkoba, dan terjerumus seks bebas; ternyata dari kecil ayahnya meninggalkan ibunya. Arah hidupnya nggak jelas. Dia kehilangan figur ayah sejak dini."

Apakah pernyataan seperti di atas tidak asing di telinga Anda? Atau mungkin begitu dekat dengan kehidupan Anda selama ini?

Harus kita akui atau tidak, generasi tanpa ayah (fatherless) ada di sekitar kita. Mereka bukan semata-mata anak yatim yang ditinggal ayahnya wafat.

Namun yang lebih sering banyak terjadi adalah para anak yang ditinggal ayahnya karena cerai, atau bahkan masih tinggal serumah dengan ayahnya, tapi sama sekali tidak diperhatikan.

Tidak adanya ayah dalam kehidupan anak-anak mereka bukanlah hal aneh. David Blankenhorn (1995), penulis Fatherless America, pernah menulis bahwa Amerika Serikat menjadi masyarakat yang semakin tidak memiliki ayah.

Satu generasi yang lalu, seorang anak Amerika dapat berharap untuk tumbuh bersama ayahnya. Saat ini, seorang anak Amerika dapat berharap untuk tidak melakukannya.

Kenyataan tersebut tidaklah berlebihan mengingat menurut studi Biro Sensus AS tahun 2019, hampir 16 juta anak-sekitar 21 persen - hanya tinggal dengan ibu tunggal, dibandingkan dengan 8 persen pada 1960.

Sayangnya, saya tidak menemukan data serupa di Indonesia. Saya belum pernah mendapatkan data komprehensif yang memetakan seberapa tinggi persentase anak-anak Indonesia yang hidup tanpa ayahn mereka, baik secara fisik maupun emosional.

Hanya saja beberapa tahun lalu, negara kita pernah dijuluki sebagai salah satu Fatherless Country terburuk di dunia meskipun bukti pendukungnya (data) masih banyak yang meragukan.

Kendati belum (atau tidak pernah) ada survei ketidakhadiran ayah secara nasional yang diselenggarakan oleh negara, saat ini kita begitu mudah mendapati anak-anak yang hidup tanpa figur ayahnya.

Entah karena ayah bercerai dengan ibu yang menyebabkan akses komunikasi anak terhadap ayah tertutup, maupun anak-anak yang diacuhkan oleh ayahnya dengan dalih kesibukan kerja.

Dampak ketidakhadiran ayah pada anak

Generasi tanpa ayah sejatinya adalah isu yang begitu besar. Pasalnya, akar dari hampir segala masalah sosial entah itu pemerkosaan, pelecehan seksual, "penyimpangan" orientasi seksual, penyalahgunaan narkoba, bunuh diri, kemiskinan, dan berderet bentuk kriminalitas adalah keluarga.

Sebagai contoh, menurut data Biro Sensus AS anak-anak di rumah tanpa ayah hampir empat kali lebih mungkin menjadi miskin.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau