Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 20 Juli 2025, 06:41 WIB
Rafa Aulia Febriani ,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

KOMPAS.com - Menyiapkan bekal sehat setiap hari untuk anak sekolah bisa jadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Tidak sedikit yang akhirnya memilih opsi praktis seperti jajanan kemasan atau roti manis, meskipun sadar bahwa pilihan tersebut kurang bernutrisi.

Padahal menurut dr. Nadhira Nuraini Afifa, MPH, dokter sekaligus edukator kesehatan dan gizi, bekal sehat tidak harus mahal, rumit, atau sulit dibuat. Yang penting adalah mengutamakan gizi seimbang dan menyesuaikan menu dengan selera anak.

“Kalau bekal anak sekolah, berarti kita harus fokus pada gizi seimbang, dan yang paling ditekankan adalah protein hewani,” ujar dr. Nadhira dalam konferensi pers Guardiancares di Pondok Indah Mall, Jakarta (15/7/2025).

Nadhira menyebut bahwa lauk seperti telur, ayam, dan ikan adalah sumber protein hewani yang bisa diolah dengan sederhana namun tetap enak dan bergizi. 

Baca juga: Tips Bekal Sekolah Tak Kelebihan Karbohidrat, Catat Cara Hitungnya

Protein hewani tidak melulu dari bahan yang mahal, seperti salmon atau daging. Sejatinya, sumber protein hewani juga bisa dari olahan telur. 

"Kalau menurut pedoman Isi Piringku dari Kementerian Kesehatan , dalam satu piring dibagi dua, yang dua pertiganya nasi sama sayur, dan yang dua pertiganya lauk hewani sama buah-buahan," jelasnya

-shutterstock -

Jika anak mulai bosan dengan nasi, coba variasikan dengan sandwich isi ayam, nasi goreng sehat, pasta dengan tumis ayam dan sayur, atau roti isi telur. Kombinasi rasa dan bentuk yang berbeda bisa meningkatkan selera makan anak.

Baca juga: Tips Kompak dengan Pasangan Soal Pola Asuh Anak

Edukasi pola makan sehat

Selain membekali anak dengan makanan sehat dari rumah, Nadhira menekankan pentingnya peran aktif orangtua dan pihak sekolah dalam mengarahkan kebiasaan konsumsi anak.

Termasuk melarang atau membatasi konsumsi makanan ultra-proses seperti camilan kemasan dan minuman bergula tinggi.

"Anak mungkin akan iri dan ingin kalau teman-temannya semua membawa roti manis-manis. Jadi memang harus ada peran keluarga dan peran dari sekolah juga," tambahnya. 

Ia menegaskan, edukasi gizi pada dasarnya juga dibutuhkan orangtua, sebab sering kali masalah utama bukan pada anak tidak mau makan sehat, tetapi orangtua nya yang belum tahu makanan seperti apa yang baik dan sehat. 

Baca juga: Apa Anak Boleh Makan Mi Pakai Nasi? Ini Kata Dokter

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau