Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Anak Boleh Makan Mi Pakai Nasi? Ini Kata Dokter

Kompas.com, 16 Juli 2025, 19:32 WIB
Rafa Aulia Febriani ,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebiasaan makan mi pakai nasi, salah satunya disebabkan oleh pola pikir lama yaitu "yang penting kenyang". Namun, apakah perpaduan makanan tersebut sehat?

Menurut dokter sekaligus educator kesehatan dan gizi, dr. Nadhira Nuraini Afifa, MPH, pola makan seperti ini termasuk hal paling umum dan sering diabaikan oleh orangtua dan anak.

Baca juga:

"Dari pengalaman saya, kalau di daerah, mindset-nya itu masih fokus ke karbohidrat aja. Jadi kan memang kita makanan utama nasi kan. Jadi biasanya makan nasi pakai mi, terus udah selesai. Itu itungannya udah bergizi gitu," ujar Nadhira dalam press conference Guardiancares di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025). 

Makan mi pakai nasi

Kebutuhan nutrisi tak hanya karbohidrat

dr. Nadhira Nuraini Afifa, dokter sekaligus edukator kesehatan dan gizi, dalam acara press conference Guardiancares, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025). dr. Nadhira Nuraini Afifa, dokter sekaligus edukator kesehatan dan gizi, dalam acara press conference Guardiancares, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025).

Menurutnya, kebutuhan nutrisi anak tidak bisa terpenuhi hanya dari karbohidrat. Padahal masih ada protein, sayuran, dan buah-buahan yang penting untuk mendukung tumbuh kembang anak.

Ia melanjutkan, makanan bergizi seimbang bukan berarti harus mencakup salmon, kale, atau bahan-bahan lain yang mahal harganya. Ada beberapa bahan lokal yang terbilang terjangkau dan gizinya sudah baik.

"Sesulit-sulitnya itu bisa pakai telur aja. Jadi paling enggak protein hewaninya bisa dari telur, itu tiga kali sehari juga enggak masalah," ucap Nadhira. 

Baca juga:

Orangtua jadi kunci anak makan sehat

Kuncinya adalah kebiasaan dan keteladanan dari orangtua. Jangan sampai anak hanya disuruh makan sehat, sedangkan orangtuanya sendiri tidak menerapkan pola makan seimbang. 

"Anak kan mencontoh, bukan cuma disuruh doang. Jadi habit-nya (kebiasaannya) harus dari keluarga juga," katanya.

Dengan demikian, makan mi dengan nasi saja belum cukup. Sekurang-kurangnya, anak tetap harus mengonsumsi protein dan serat agar seimbang.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau