Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kosmetik Natural Tak Selalu Alami, Apa Alasannya?

Label "natural" dan "organik" itu seolah menjadi jaminan bahwa produk-produk tersebut menggunakan bahan alami dan tanpa efek samping bagi kulit.

Survei terhadap 1.000 perempuan yang dilakukan oleh Statistafound pada 2016 menemukan bahwa 73 persen perempuan berusia 18-34 tahun mengatakan kata "natural" penting untuk memutuskan apakah mereka membeli suatu produk kecantikan atau tidak.

Padahal, ketika bicara soal produk kecantikan dan perawatan tubuh, terminologi "natural" atau alami sebetulnya tidak terlalu berpengaruh.

Maksudnya, sampo susu kelapa yang kamu miliki tidak tumbuh di pohon kelapa dan tentu saja mengandung lebih dari sekadar minyak kelapa.

Lalu, apa yang dimaksud dengan "natural" itu sendiri?

Sayangnya, tidak ada definisi yang benar-benar konkret. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration) bahkan tak memiliki regulasi yang mencantumkan definisi dari "natural".

Dalam situsnya, FDA menuliskan bahwa mereka tidak mendefinisikan kata "natural" dan tidak membangun regulasi untuk mendefinisikannya dalam hal label kosmetik.

"Artinya, kata natural bisa saja digunakan oleh produk manapun," kata Presiden Society of Cosmetic Chemists sekaligus co-founder The Beauty Brains, Perry Romanowski.

Tentu saja masih ada kekosongan di situ, karena definisi bahan "sintetis" juga masih belum ada.

Kamus Oxford mendefinisikan natural sebagai turunan dari alam dan tidak dibuat atau disebabkan oleh manusia.

Mengacu pada definisi tersebut, bahan-bahan alami seharusnya datang dari alam atau pernah hidup.

Air dan minyak kelapa, misalnya, merupakan bahan alami yang umum ditemukan pada banyak produk seperi pelembap dan sampo.

Namun, bahan alami di dalamnya bisa saja dicampurkan dengan bahan kimia sintetis atau diproses menjadi sesuatu yang baru. Itulah mengapa "natural" menjadi sangat sulit untuk didefinisikan.

"Ketika sebuah bahan sebetulnya alami namun dicampurkan dengan bahan kimia, apakah masih bisa dikatakan alami? Atau apakah produk tersebut sudah diproses begitu banyak hingga tak lagi alami?" kata Nneka Leiba, direktur program hidup sehat Environmental Working Group’s (EWG).

Menemukan produk alami ternyata tak semudah membaca label pada kemasan. Hal ini berbeda dengan makanan.

Untuk makanan, tanaman memproduksi sebuah produk jadi yang bisa dimakan langsung. Tidak bagi kosmetik. Kosmetik harus tetap diproses agar bisa digunakan.

"Tak seperti makanan, tidak ada tanaman sampo, sabun atau lipstik," kata Romanowski.

Jika kamu khawatir produk yang digunakan alami atau tidak, bacalah label bahan yang tertera lalu mencari informasi tentang bahan yang tidak kamu ketahui. Misalnya, bahan yang penyebutannya pun sudah sulit.

Bahkan bahan alami pun terkadang masih sulit diidentifikasi. Montmorillonite, misalnya, adalah salah satu tipe clay alias tanah liat.

Ia mencontohkan poison ivy atau arsenik juga merupakan bahan alami, namun bukan berarti produk itu bisa aman digunakan di wajah.

Beberapa produk kecantikan juga menggunakan bahan pengawet. Paraben dan methylisothiazolinone adalah dua bahan pengawet yang secara umum harus dihindari karena terkait dengan kekacauan hormon dan peradangan kulit.

Meski begitu, Leiba mengingatkan bahwa konsumen harus memastikan produk yang digunakan mengandung pengawet yang cukup. Sebab, akan ada risiko produk itu jadi tempat tumbuhnya bakteri ketika bahan pengawet tersebut berkurang.

Untuk produk wajah, misalnya, pertumbuhan bakteri bisa menyebabkan infeksi mata atau yang parah bisa menyebabkan buta.

Bagaimana dengan istilah "organik"?

Ada empat kategori organik yang didefinisikan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA).

  1. Wajib 100 persen organik: produk harus mengandung hanya bahan-bahan bersumber alami, tidak diproses menggunakan pupuk maupun pestisisda selama setidaknya tiga tahun sebelum panen.
  2. Organik: produk harus mengandung 95 persen bahan alami.
  3. Dibuat dengan bahan alami: produk harus mengandung 70 persen bahan alami.
  4. Menggunakan bahan organik: mengandung kurang dari 70 persen bahan organik namun tetap menggunakan bahan organik.


Produk organik memiliki banyak manfaat. Misalnya, tak mengandung residu pestisida sehingga memberi dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan pekerjanya. Produk semacam ini juga umumnya lebih aman untuk pemilik kulit sensitif dan alergi.

Namun, Romanowski menyarankan agar mereka yang ingin membeli produk alami tak berekspektasi terlalu tinggi terhadap kualitas kerja produk tersebut.

Sebab, produk kosmetik alami menurutnya tak bekerja secepat standar kosmetik.

Pada akhirnya, gunakanlah yang menurutmu terbaik untuk diri sendiri. Hal terpenting adalah riset sebelum membeli produk kecantikan dan perawatan kulit. Lihatlah bahan-bahannya dan cari tahu apakah bahan tersebut alami atau organik.

Jangan ragu berkonsultasi dengan dermatolog jika kamu menemukan keraguan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/10/25/101057820/kosmetik-natural-tak-selalu-alami-apa-alasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke