Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerja Lebih Sedikit Saat "WFH", tapi Kenapa Tidur Lebih Banyak?

Selain mengubah pola aktivitas, kerja di rumah juga mengubah pola tidur, bahkan hingga membuat "porsinya" menjadi lebih besar.

Misalnya, pergi tidur lebih cepat pada malam hari, tetapi juga tidur siang.

Namun, pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa banyak dari kita yang tidur lebih banyak padahal pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan cenderung lebih sedikit dari biasanya?

Menurut para pakar stres dan pakar tidur, fenomena ini memiliki penjelasan masuk akal, yang tidak semuanya positif.

Tidur berlebihan, menurut mereka, bisa saja merupakan sebuah masalah.

Meski begitu, hal ini tidak dialami oleh semua orang. Ada pula orang-orang yang masih menerapkan pola tidur normal, atau bahkan berkurang.

1. Ketika tidur, terjadi proses informasi dan emosi

Direktur Program Penelitian Kesehatan dan Tidur University of Arizona, Michael Grandner, menguraikan pandangannya kepada Insider Sleep.

Dia menyebut, ketika kita tidur otak mencoba memproses, mengatur, mengintegrasikan, dan umumnya memahami informasi dan emosi baru.

Hal ini terutama terjadi ketika tidur seseorsng menghasilkan mimpi.

"Lingkungan seperti saat ini adalah hal baru dan kita mencari tahu apa di dalamnya," kata Grandner.

2. Stres menjadi satu

Bagaimana otak memproses stresor juga dapat menyebabkan kita tidur lebih nyenyak, bukan insomnia.

Direktur Nutrisi Kinerja untuk Precision Nutrition, Brian St. Pierre banyak menulis tentang efek baik dan buruk dari stres terhadap tubuh.

Ia menjelaskan, pada hari-hari normal, stres datang dari berbagai arah, sedangkan saat ini kita sama-sama ditarik ke satu arah yang sama.

Dengan kata lain, kekhawatiran-kekhawatiran kecil semua menjadi tidak ada, dan berganti dengan satu pikiran besar, yakni "bagaimana virus corona memengaruhi saya, keluarga, dan dunia?".

Padahal, sebelumnya pertanyaan yang muncul hanya -misalnya, "bagaimana agar presentasi besok berjalan baik?", "apa yang harus aku berikan sebagai kado ulang tahun ibu?", atau "siapa saja teman kantor yang akan diajak nonton film besok?".

St Pierre menambahkan, otak kita tidak pandai mengerjakan banyak tugas dalam satu waktu atau multitasking.

Maka kecemasan yang menjadi satu itulah yang mungkin lebih mudah membuatmu tidur.

3. Beban stres mental dan emosional sama seperti stres fisik

Dengan semua penutupan kantor, sekolah, dan tempat publik, banyak orang lebih jarang bergerak aktif daripada sebelumnya.

Kondisi ini secara teori membuat seseorang memiliki energi berlebih dan membuat mereka bisa terjaga lebih malam.

Beban fisik memang lebih minim, namun beban mental dan emosional memiliki dampak yang sama melelahkannya pada tubuh.

"Setiap orang punya kapasitas dalam menahan stres," kata St Pierre.

Ia menyarankan orang-orang yang "kantung" stresnya sudah penuh mencari cara untuk meremajakan diri kembali dengan beraktivitas fisik.

Hal itu bisa dilakukan dengan berjalan, menghabiskan waktu berjalan di alam, atau melakukan yoga.

Kuncinya adalah menemukan tempat yang pas dan olahraga bisa menjadi solusi masalah yang sehat, yang jika tidak dilakukan secara berlebih akan meningkatkan daya tahan tubuh.

Sebuah studi, misalnya, menemukan, orang yang jalan cepat setiap harinya selama 12-15 minggu dilaporkan hanya mengalami hari sakit setengah lebih sedikit daripada mereka yang hanya bermalas-malasan.

"Gunakan akal sehat dan rasakan bagaimana olahraga membuat kita merasa lebih baik," kata dokter pengobatan darurat, Dr Jebidiah Ballard.

4. Perubahan jadwal yang besar

Ada pula alasan praktis di balik waktu tidur orang yang lebih besar di masa pandemi, yaitu adanya perubahan jadwal yang besar.

Sebelumnya, banyak orang mesti tidur lebih cepat atau lebih larut karena pengaruh tugas sekolah atau pekerjaan.

Maka mereka menjalani siklus yang sama setiap harinya. Namun, saat ini orang-orang cenderung menjalani ritme tubuh yang lebih alami.

Pertanyaannya, apakah organisasi, sekolah atau kantor akan menyesuaikan waktu kerja mereka dengan "eksperimen alami" ini?

Akankah mungkin akan terjadi perubahan pola kerja menjadi percakapan virtual?

Akankah sekolah menyesuaikan waktunya dengan kebutuhan tidur para remaja?

Akankah para manajer perusahaan menunda rapat dan menggantikannya dengan email?

"Ini semua tergantung dari seberapa besar kontrol setiap orang," kata Grandner.

Bahaya terlalu banyak tidur

Tentu saja, tidak semua orang mempunyai tidur yang lebih berkualitas saat ini.

Banyak pula yang menghabiskan terlalu banyak waktu di tempat tidur dan membahayakan kesehatan mereka.

Menurut Gardner, beberapa orang menjadi terlena dengan kebebasan. Misalnya, terjaga hingga larut, bangun siang, melewatkan sinar matahari, dan merasa lelah sepanjang hari.

Meskipun perubahan pola tidur di masa kacau ini bisa dipahami, namun minimnya konsistensi bisa menyebabkan insomnia dan masalah lainnya.

Misalnya, tendensi makan berlebih atau menyantap makanan tidak sehat.

Banyak orang lainnya juga menggunakan tempat tidur sebagai sarana "kabur" tidak sehat.

"Jika kamu menghabiskan banyak waktu di tempat tidur karena tidak ingin bangun, tidak ingin menerima keadaan, atau tidak tahu apa yang harus dilakukan, semua hal ini bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri," kata Gardner.

Enggan bangkit dari tempat tidur juga bisa menjadi salah satu tanda depresi.

Itulah mengapa Gardner dan para pakar tidur merekomendasikan agar kita menjaga pola tidur tetap berjalan normal, membatasi waktu tidur, dan menghindari tidur siang terlalu panjang.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/08/092905320/kerja-lebih-sedikit-saat-wfh-tapi-kenapa-tidur-lebih-banyak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke