Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengintip Betapa Besarnya Potensi Gaya Hidup Syariah...

Perkembangan gaya hidup syariah di negara-negara Muslim, bahkan dunia, semakin membesar dari tahun ke tahun.

Salah satu alasannya karena, gaya hidup syariah tak melulu bicara tentang Muslim. “Misalnya makanan halal. Healthy food itu masuk dalam lingkup industri halal."

"Makanya konsumen berkepentingan. Halal sudah pasti sehat,” ujar Ketua Program Studi Ekonomi Islam Universitas Padjadjaran (Unpad), Cupian, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.

Cupian mencontohkan, saat masalah virus corona mulai menyerang China, masyarakat di Singapura berbondong-bondong mencari vendor makanan halal.

Sebab, mereka meyakini, untuk meningkatkan imun, diperlukan makanan sehat yang bisa didapat dari makanan halal.

“Mereka mengantre cari makanan halal, dan kebanyakan non Muslim. Mereka tidak dilatarbelakangi religiusitas tapi makanan sehat,” tutur Cupian.

Begitu pun dalam hal fesyen. Indonesia kini begitu diperhitungkan di dunia untuk fesyen Muslim. Posisinya berada di bawah Uni Emirat Arab (UEA).

Direktur Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat mengatakan hal serupa.

Potensi ekonomi syariah di dunia terbilang besar.

Pada 2018, total pengeluaran penduduk Muslim di dunia mencapai 2,2 triliun dollar AS.

Jumlah itu ditopang oleh lima bidang, yakni makanan halal 1,369 miliar dollar AS, fesyen 283 miliar dollar AS, media dan rekreasi 220 miliar dollar AS.

Kemudian, muslim-friendly travel 189 miliar dollar AS, serta farmasi dan kosmetik 156 miliar dollar AS.

Lalu, menurut Emir, jumlah tersebut meningkat setiap tahunnya.

“Angka tersebut belum termasuk keuangan syariah. Jumlah islamic finance assets di dunia mencapai Rp 2,5 triliun,” ungkap Emir saat dihubungi Kompas.com.

Dengan jumlah penduduk Muslim di dunia yang mencapai 1,8 miliar atau 24 persen dari penduduk dunia, dia memperkirakan, jumlah spending di 2024 akan mencapai 3,2 triliun dollar AS.

“Itu perhitungan bila tidak ada kejadian tidak terduga seperti corona sekarang. Saat ini pasti terjadi koreksi, namun perhitungannya belum final,” ungkap Emir.

Lalu bagaimana posisi Indonesia?

Emir mengatakan, berdasarkan sejumlah riset, kondisi ekonomi syariah Indonesia terbilang melesat.

Ia mencontohkan, Indonesia naik dari peringkat II ke peringkat I untuk Global Muslim Travel Index 2019 versi Crescent Rating dan Master Card.

Kemudian, Cambridge Institute of Islamic Finance menobatkan Indonesia di peringkat pertama untuk Global Islamic Finance Report (GIFR) 2019.

Indonesia pun menjadi negara eksportir keempat untuk produk halal ke negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

“Produk domestik bruto (GDP) negara anggota OKI sebesar 15,8 triliun pada 2013 naik menjadi 19,4 triliun pada 2017, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1 persen."

"Jumlah populasi Muslim di negara anggota OKI pun mencapai 1,3 miliar jiwa atau 80 persen dari total penduduk Muslim dunia,” ungkap dia.

Belum lagi potensi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan, dan lainnya. Potensi tersebut, masih bisa digenjot.

Salah satu caranya dengan pengembangan literasi halal lifestyle, pengembangan SDM, pengembangan industri halal itu sendiri, dan lainnya.

“Kami memiliki 11 inisiatif strategis untuk mengembangkan ekonomi syariah ini. Kerja sama dengan SBM ITB merupakan salah satu langkah ke arah sana,” tutur dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/22/133245920/mengintip-betapa-besarnya-potensi-gaya-hidup-syariah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke