Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Doomscrolling", Keinginan untuk Selalu Menelusuri Berita Negatif

KOMPAS.com - Kebiasaan baru banyak orang sebelum tidur adalah membuka ponsel untuk mengecek pesan singkat atau berita terbaru dari media sosial.

Namun, sebagian besar dari apa yang disajikan di media sosial berisi berita atau informasi negatif seputar pandemi, pertengkaran, hingga gosip-gosip, dan itu membuat kita depresi. Secara sederhana, kita telah menjadi korban doomscrolling.

Apa itu doomscrolling?

Menurut kamus Merriam-Webster, doomscrolling dan doomsurfing adalah istilah baru yang merujuk pada kecenderungan untuk melihat atau menelusuri berita negatif, meskipun berita itu menyedihkan, mengecewakan, atau membuat kita depresi.

Ini bukan fenomena yang baru, namun menjadi semakin lazim selama pandemi, ketika jumlah berita yang negatif jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya.

Lalu, mengapa banyak dari kita memiliki perilaku yang jelas dapat berdampak negatif pada suasana hati dan kesejahteraan emosional?

Paul L. Hokemeyer, spesialis kecanduan dan penulis "Fragile Power: Why Having Everything Is Never Enough" meyakini doomscrolling mencakup tanda-tanda yang sama seperti kecanduan digital.

"Tampak tidak masuk akal bahwa orang akan mengonsumsi berita negatif di media untuk membantu mereka mengatasi perasaan kelebihan atas semua hal negatif di dunia. Namun itu adalah sifat dari gangguan kecanduan," ujar Hokemeyer.

Ia melanjutkan, doomscrolling adalah gangguan yang membuat ketagihan. Itu terjadi bukan berdasarkan logika, tetapi melalui dorongan primer yang berasal dari bagian paling primitif dari otak kita yang dikenal sebagai sistem limbik.

Sistem limbik adalah sekelompok struktur yang saling berkaitan di dalam otak yang bertanggung jawab atas respon perilaku dan emosional seseorang.

"Mereka dengan gangguan doomscrolling pada satu titik akan mencari informasi terkait peristiwa negatif secara online untuk memberi mereka kenyamanan," kata Hokemeyer.

"Itu memberi mereka rasa kendali atas hidup mereka dan melibatkan kembali kecerdasan mereka.

Hokemeyer melanjutkan, "di saat mereka berpikir mereka mendapat ketenangan dari berbagai fakta, apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah gangguan hiperaktif dari reaksi emosional mereka."

Dampaknya adalah proses doomscrolling mengendalikan dan mereka tersesat dalam siklus kegelisahan, rasa gelisah akan berada di luar kendali di dunia yang tidak aman, penuh bencana, dan berbahaya.

Sebaliknya, psikiater Dr. Drew Ramsey melihat nilai potensial dalam doomscrolling karena memungkinkan kita untuk menguji dan mengonfirmasi kecemasan.

"Kita telah menghabiskan banyak waktu selama pandemi dengan meredam ketakutan kita dan berusaha bertindak seperti biasa."

Di saat kita menelusuri informasi atau berita negatif, hal itu menegaskan ketakutan yang selama ini kita rasakan.

"Saya melihatnya sebagai latihan kegelisahan, teror, dan kesedihan. Saya melihat hal-hal mengerikan, tetapi tidak menghancurkan saya dan memberi kita pengalaman menguasai diri dan mengatasi stres," katanya.

Mengatasi gangguan doomscrolling

Ada beberapa cara untuk keluar dari kebiasaan negatif ini, dimulai dari mengenali pola perilaku yang ada dan menyadari hubungannya dengan keputusasaan kita.

"Seperti kecanduan perilaku lainnya, doomscrolling dicirikan sebagai upaya yang gagal untuk berhenti, kambuh kembali setelah penolakan dan perasaan dikendalikan oleh perilaku," kata Hokemeyer.

"Bantuan bisa didapat dari mengenali pemicu emosional yang mengawali doomscolling dan mengidentifikasi perilaku terkait penggunaan media kompulsif mereka."

Dengan kata lain, seseorang perlu menyadari ketika mereka jatuh ke dalam keputusasaan itu, dan mengolah cara-cara mengatasi masalah secara lebih sehat.

Salah satu cara yang efektif adalah melakukan latihan kesadaran (mindfulness) untuk mendapatkan kembali keseimbangan emosional dan mengurangi kebiasaan menatap layar.

"Mereka juga perlu mengidentifikasi kebiasaan yang memicu mereka untuk mencari informasi negatif dan secara aktif mengubahnya," katanya.

Hal itu, lanjut Hokemeyer, berarti menghilangkan godaan untuk membaca media sosial secara menyeluruh.

"Jadi pada awal proses pemulihan, mereka harus memberikan ponsel mereka kepada orang terpercaya agar tidak tergoda melakukan doomscroll, membatasi penggunaan online hingga satu jam sehari, atau memindahkan komputer ke tempat yang tidak nyaman di rumah mereka."

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/07/30/095100120/-doomscrolling-keinginan-untuk-selalu-menelusuri-berita-negatif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke