Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Kebiasaan yang Hancurkan Diri Sendiri dan Usir Kebahagiaan

Seperti "kamu tidak bisa melakukannya" atau "kamu tidak cukup hebat".

Dengan bantuan terapis yang tepat, kita dapat mengelolanya dengan lebih baik.

Namun, bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan yang menghancurkan diri?

Ini berada di bawah radar kesadaran. Kita menyadarinya, tetapi tidak cukup mampu untuk menantangnya.

Aksi tersebut begitu mendarah daging, dan telah menjadi kebiasaan sehingga kita dengan cepat menormalkannya.

"Saya tahu saya harus berolahraga lebih banyak, tapi…"

"Saya tidak membuat keputusan yang baik ketika saya minum alkohol terlalu banyak, tapi..."

Kata "tetapi" itu menjadi alasan untuk tidak membenarkan pilihan yang buruk, apalagi mempertahankan pola yang merugikan diri sendiri.

Demi membebaskan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang menggancurkan diri, berikut tiga sifat teratas yang dapat menguras energi, membunuh ambisi dan merusak kebahagiaan.

Hal itu dijabarkan oleh psikoterapis Sean Grover, L.C.S.W., dalam laman psychologytoday.com.

1. Mengeluh

Komplain atau mengeluh adalah musuh kebahagiaan. Kepuasan apa pun yang didapat sering kali tak dianggap.

Tidak ada yang salah dengan perasaan tidak mudah puas, terutama jika hal itu menginspirasi kita untuk tumbuh dan menantang diri sendiri.

Tetapi, kebiasaan mengeluh kronis yang tak disertai tindakan apa pun akan membentuk pola berpikir negatif, pesimistis, penuh keputusasaan.

Kondisi itu akan memperkuat rasa tidak berdaya saat menghadapi frustrasi, menguras energi dan menjadi sumber keputusasaan kronis bagi diri sendiri, dan bahkan orang lain di sekitar.

Hasilnya adalah sikap apatis yang menyedot kegembiraan hidup.

2. Mengabaikan diri

Tidak peduli bagaimana kamu membenarkannya, pengabaian diri bisa menyebabkan penyakit pada tubuh, pikiran, dan jiwa.

Pada akhirnya kamu tidak dapat menikmati hidup secara berkelanjutan atau mengembangkan ketahanan diri.

Apalagi jika kurang tidur, tidak berolahraga, mengabaikan kebiasaan makan yang sehat, atau bergantung pada zat-zat tertentu.

Pikiran sangat membutuhkan rangsangan, tubuh membutuhkan gerakan, dan jiwa membutuhkan keseimbangan.

Orang yang memilih untuk mengabaikan ketiganya dan kerap mengabaikan diri sendiri akan membentuk gaya hidup yang mudah memicu depresi atau kecemasan sosial.

3. Suka menunda-nunda 

Terlalu sering, kita tahu apa yang harus kita lakukan, namun kita justru menunda melakukannya.

Suka menunda dapat menyebabkan hilangnya peluang dan memunculkan rasa penyesalan, sehingga seseorang akan merasa terkucilkan.

Muncul pula rasa tidak percaya diri, dan rapuh secara emosional.

Ketika menunda-nunda, kita kerap menyangkal diri sebagai seseorang yang lebih baik.

Berhenti menghancurkan diri sendiri

Ada tiga cara sederhana yang bisa kamu lakukan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang menghancurkan diri sendiri.

1. Menuliskannya

Cobalah tulis kebiasaan-kebiasaan yang ingin kamu ubah di selembar kertas, sehingga kamu bisa mulai sadar bahwa kamu melakukan kebiasaan tersebut.

2. Membuat rencana aksi

Buatlah langkah-langkah apa yang kira-kira bisa diambil untuk menggantikan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut.

3. Meminta bantuan

Jika diperlukan, cobalah minta bantuan. Mulai dari melakukan terapi, berpartisipasi dalam kelompok dukungan, pelatihan karir, mengikuti kelas edukasi, praktik spiritual, dan lainnya.

Ada banyak cara yang tersedia untuk menginspirasi dirimu sendiri untuk berubah.

Melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang menghancurkan diri dengan mendapatkan banyak dukungan akan selalu memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi, daripada mencoba menghilangkannya seorang diri.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/09/19/131940620/3-kebiasaan-yang-hancurkan-diri-sendiri-dan-usir-kebahagiaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke