Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Selamat Datang di Dunia Profesional untuk Generasi Z

Oleh: Diah Ayu Candraningrum, ST, MBA, MSi

SEKARANG zamannya Generasi Z (Gen Z) unjuk gigi. Kiprah anak-anak muda ini mulai muncul di hadapan khalayak, baik di dunia akademis maupun sosial.

Seiring berjalannya waktu dan munculnya Gen Z tadi, tampaknya kaum millennials sudah mulai dianggap menua. Padahal, jika generasi millennials yang akrab disapa Gen Y ini sudah dikategorikan kurang aktif, lalu bagaimana nasib Generasi X dan Generasi Baby Boomers selanjutnya?

Dunia dikejutkan dengan tampilan depan halaman Majalah Time yang terbit Kamis (4/12/2020). Untuk kali pertama, majalah ini menobatkan gadis berusia 15 tahun bernama Gitanjali Rao menjadi Kid of The Year di tahun ini.

Meski masih anak kemarin sore, prestasi gadis keturunan India-Amerika ini dianggap sangat fantastis.

Perempuan kelahiran tahun 2005 ini dinobatkan sebagai ilmuwan brilian yang penemuan ilmiahnya mampu memberikan solusi atas berbagai masalah yang terjadi di sekitarnya.

Pada tahun 2017, Rao memenangkan ajang Discovery Education 3M Young Scientist Challenge, sebuah ajang kompetisi di bidang sains dan ilmu pengetahuan yang diikuti oleh murid-murid sekolah menengah di Amerika Serikat.

Di ajang ini, masing-masing peserta menjelaskan ide dan inovasi mereka, yang bertujuan untuk memecahkan masalah sehari-hari.

Saat itu, Rao mempresentasikan idenya tentang Tethys. Ini adalah sebuah perangkat yang dilengkapi dengan baterai 9 Volt, unit pengindearaan utama, sambungan Bluetooth dan sebuah prosesor.

Alat ini berbahan utama Carbon Nanotubes, yang mampu mengukur kandungan kotoran dalam air. Setelah mendapatkan hasil pengukuran, informasi itu disampaikan melalui sambungan bluetooth.

Menariknya, Rao mendapatkan ide inovasinya dengan cara sangat sederhana. Di medium 2014, dia menonton siaran televisi yang tengah memberitakan soal krisis air di Flint, Michigan, Amerika Serikat.

Saat itu, sumber air utama di sana terkontaminasi zat beracun sehingga tidak bisa dikonsumsi warga sekitar. Rao yang sejak berusia 10 tahun sudah menyampaikan keinginannya untuk meneliti tentang sensor teknologi berbahan Carbon Nanotubes, segera memikirkan apa yang bisa dia lakukan untuk membantu warga yang terkena krisis.

Karena usahanya tersebut, Rao pun bergabung di industri air minum. Tak berhenti sampai di situ, inovasi Rao terus berjalan.

Di penghujung 2019, Rao mengumumkan inovasi terbarunya yakni aplikasi anti-cyberbullying berbasis artificial intelligence bernama Kindly. Dia dianugerahi cybermission STEM in Action Grant untuk mengimplementasikan idenya di bawah pengawasan Microsoft.

Berbagai prestasi tadi membuat Direktur LSM Children's Kindness Network ini terpilih sebagai salah satu dari Forbes 30 under 30 versi Majalah Forbes 2019.

Segala pencapaian tersebut berhasil membuatnya terpilih dari 5000 kandidat remaja berprestasi Amerika Serikat berusia 8-16 tahun untuk tampil di halaman depan Majalah Time terbaru.

Kategori generasi

Dari profil remaja super Gitanjali Rao di atas, kita diajak melihat perkembangan Generasi Z yang saat ini generasi tertuanya mencapai usia 23 tahun.

Ada beberapa versi mengenai kategorisasi generasi. Menurut White (2017), generasi Z adalah generasi yang lahir kurun waktu 1993 hingga 2012.

Generasi ini memiliki julukan paling banyak di antara generasi lain seperti iGeneration, Gen Tech, Generasi Online, Post Millenials, dan Facebook Generation.

Generasi ini juga dikenal sebagai Generasi C yang berasal dari kata "connected" yang diartikan terkoneksi sepanjang hari dengan internet.

Dia juga disebut sebagai Generasi R yang diambil dari kata "responsibility" sebagai pengartian bahwa generasi ini bertanggung jawab (Dolot, 2018).

Mereka yang lahir di kelompok ini memang dibesarkan sepanjang tahun 2000-an, yang berasal dari lingkungan yang akrab dengan internet, telepon pintar, dan media digital. Mereka dianggap generasi yang hidup di masa ekonomi dan pembaruan sosial yang baru.

Fakta menarik lainnya, mereka dapat melakukan kegiatan multifungsi baik di dunia nyata maupun dunia virtual.

Bagi mereka, bertemu secara langsung merupakan hal yang penting. Namun, menjaga kontak secara online juga sama pentingnya.

Konsekuensinya, generasi ini sangat akrab dengan teknologi. Mereka terbiasa mengecek informasi dan membagikan informasi yang mereka dapat di internet.

Uniknya, komunikasi di antara sesama anggota Gen Z lebih banyak dilakukan lewat penggunaan media sosial.

Namun, anggota Gen Z ini tidak cuma aktif menggunakan internet, namun mereka juga menciptakan dan mengendalikannya.

Generasi instan

Kekurangan dari Gen Z ini adalah mereka adalah generasi yang instan, yang dapat diartikan bahwa mereka ingin berada di puncak karir dengan cepat tanpa usaha keras.

Sulit bagi mereka untuk bisa bekerja lama di satu tempat yang sama, karena mereka tidak peduli dengan kestabilan pekerjaan. Mereka suka mencari keserbagunaan; dan melarikan diri dari rutinitas.

Mengamati perkembangan Generasi Z di Indonesia, saat ini anak-anak yang tergolong Gen Z tampaknya sudah mulai muncul di permukaan.

Sebut saja Wirda Mansyur, putra Yusuf Mansyur, yang di usia 19 tahun ini sudah menggeluti bisnis di bidang fashion, kosmetik dan biro perjalanan. Hasilnya, dia sudah mampu membeli rumah dan mobil setiap bulan.

Ada pula aktris Amanda Manoppo, yang memiliki bisnis kecantikan Lugue Beauty sejak tahun 2016. Dalam tiga hari, omzetnya terus meningkat menembus angka puluhan juta (Viva.co.id, 2020).

Bisnis digital

Menurut studi global Gen Z tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Dell EMC Indonesia, tidak hanya penting mengetahui keunikan dan keunggulan Gen Z. Ada baiknya, masyarakat juga perlu mengetahui lebih jauh tentang kekurangan mereka.

Di satu sisi, tingginya ketertarikan Gen Z dalam penggunaan teknologi paling canggih sekalipun akan mendorong pelaku bisnis ke era digital. Namun pada saat yang sama, hal ini akan memperbesar kesenjangan yang ada di antara lima generasi di tempat kerja.

Ketika hal ini terjadi, penting dipahami oleh para guru dan perusahaan, bahwa ada hal-hal yang harus diperhatikan ketika mereka berurusan dengan pada Gen Z. Misalnya mereka harus mengutamakan teknologi canggih untuk bisa menarik generasi muda.

Bagi lembaga pendidikan sendiri, inilah kesempatan mereka untuk bisa mengintegrasikan kecerdasan buatan dan teknologi lain dalam metode pembelajaran.

Hal ini terlihat jelas dalam kegiatan seminar pendidikan yang dilaksanakan penulis di SMA Dian Harapan Daan Mogot, Jakarta Barat, September lalu.

Ketika diberi materi dengan fenomena pemberi pengaruh atau influencer di media sosial yang banyak memengaruhi konsumen muda, para siswa kelas XII yang rata-rata kelahiran tahun 2002-2003 ini, terlihat antusias dan berusaha mengikuti.

Karena tidak heran, inilah dunia mereka yang ditemui setiap hari di media sosial. Tingginya rasa keingintahuan mereka terlihat jelas dari banyaknya pertanyaan yang diajukan terkait fenomena influencer tersebut.

Mereka banyak bertanya tentang proses kerja, jumlah pendapatan, dan bagaimana soal aturan serta prosedur endorsement.

Ini bukan sekadar mengamati perilaku dan gaya hidup Gen Z. Namun terlihat dari praktik langsung ini, betapa anak-anak Gen Z adalah kelompok usia yang haus akan informasi.

Namun mereka tidak hanya sekadar mencari informasi, melainkan juga berusaha memahami dan memanfaatkan informasi yang mereka dapatkan.

Anggota Gen Z memiliki kecenderungan untuk give back to the others atau memberi kontribusi besar bagi lingkungannya.

Selain itu, perlu diakui bahwa Gen Z adalah generasi yang multitasking atau bisa melakukan berbagai kegiatan dalam satu waktu.

Gen Z dianalogikan dapat mengoperasikan lima layar sekaligus di smartphone atau laptop dalam satu waktu.

Karena itu, untuk perusahaan, lembaga pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan populasi ini, silakan mulai dipikirkan pendekatan terbaik yang bisa dilakukan untuk menarik perhatian mereka dan mampu mendatangkan hasil yang efektif.

Yang jelas, teknologi menjadi acuan utama dalam pengembangan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan Gen Z.

Kebudayaan baru

Fenomena ini menarik dikaitkan dengan Teori Evolusi Sosial dari Herbert Spencer, seorang pakar antropologi dari Inggris.

Spencer seringkali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi dan memandang transformasi masyarakat sebagai sebuah titik fokus utama dalam permasalahan sosial.

Menurutnya, masyarakat adalah komponen-komponen yang terjalin satu sama lain, di mana masing-masing komponen menjalankan fungsinya.

Spencer pun berpendapat bahwa individu adalah kontruksi sosial, di mana kemajuan sosial manusia dianggap sebagai konsekuensi dari evolusi sistem sosial.

Dalam Teori Evolusi Sosial universal yang dijelaskan Spencer dalam bukunya berjudul "Descriptive Sociology" yang ditulis tahun 1876-1896, disebutkan bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan di setiap bangsa di dunia akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama.

Di dalamnya, setiap bagian masyarakat atau sub-sub kebudayaan akan mengalami proses evolusi yang melalui tingkatan yang berbeda.

Karena itu, keberadaan Generasi Z dengan segala perilakunya, dianggap sebagai sebuah sub kebudayaan baru yang merupakan hasil proses evolusi atas tingkatan yang berbeda.

Mereka hidup dengan karakternya sendiri dan maju ke depan sebagai identitas yang berbeda dengan generasi sebelumnya.

Mari kita nantikan kiprah para Gen Z di dunia profesional.

Diah Ayu Candraningrum, ST, MBA, MSi
Dosen Komunikasi Digital Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Tarumanagara
Mahasiswa Program Doktor Program Studi Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/12/14/163342620/selamat-datang-di-dunia-profesional-untuk-generasi-z

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke