Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Orang Sangat Menyukai Instagram Story?

KOMPAS.com - Fitur Stories di Instagram relatif disukai oleh banyak pengguna. Dengan adanya Instagram Story, pengguna dapat mengunggah status dalam bentuk foto, video, atau tulisan yang disertai stiker.

Namun di awal peluncurannya pada Agustus 2016, tombol berbentuk bulat di dalam fitur Instagram Story dinilai memiliki kemiripan yang mencolok dengan Snapchat.

Satu tahun setelah diluncurkan, jumlah pengguna Instagram Story mencapai 150 juta pengguna, menurut 99firms, perusahaan analitik pemasaran.

Angka itu berlipat ganda menjadi 300 juta pada kuartal terakhir 2017. Memasuki 2021, lebih dari 500 juta orang di dunia sibuk berinteraksi dengan Instagram Story setiap hari.

Selain kualitas media sosial yang membuat orang kecanduan, Instagram Story seolah "memaksa" orang untuk menyaksikan setiap pembaruan yang diunggah oleh orang lain.

"Instagram Story berfungsi seperti episode Netflix, dan seperti episode lainnya, kita terpaksa menonton secara berlebihan. Faktanya. Instagram membuat fitur tersebut semakin menarik untuk ditonton satu per satu."

Demikian kata Dr Raffaello Antonino, psikolog konseling dan direktur klinis serta pendiri Therapy Central.

Fitur Stories di Instagram secara khusus dirancang untuk menjauhkan kita dari tanggung jawab di kehidupan nyata, bahkan prosesnya lebih cepat daripada media sosial lainnya.

Desain persuasif adalah praktik berbasis psikologi yang berfokus memengaruhi perilaku manusia lewat karakteristik atau desain suatu produk dan layanan.

Cara tersebut digunakan dalam segala hal, mulai dari sektor kesehatan masyarakat hingga e-commerce, dan tentu saja, fitur Stories di Instagram.

"Perusahaan mungkin tidak menyadari bahwa mereka membuat lingkaran setan, di mana seperti orang yang kecanduan narkoba, pengguna akhirnya dihancurkan oleh zat yang disalahgunakan, atau berbalik melawannya," kata Antonino.

"Inikah yang ingin dicapai perusahaan teknologi yang menggunakan desain persuasif?"

Bukan sekadar desain

Menurut Anotonino, Instagram Story cenderung lebih "murni" ketimbang unggahan di feed media sosial, sehingga hal itu menambah daya tarik fitur tersebut.

Media sosial tidak memperlihatkan kebenaran sepenuhnya, namun apa yang ditampilkan orang di fitur Stories di Instagram jauh lebih terbuka dan lebih emosional.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Facebook mengungkapkan bahwa pengguna merasa bisa lebih otentik dengan menggunakan fitur Stories di Instagram.

Pasalnya, konten di Instagram Story akan menghilang setelah 24 jam, kecuali jika kita menyimpannya ke dalam profile highlight.

"Pengguna dapat menafsirkan Stories sebagai fitur yang lebih ringan dan lebih relevan. Fitur itu tidak terlalu 'mengancam', membuat orang lebih cenderung memanfaatkannya," sebut Antonino.

Sederhananya, pengguna bisa begitu saja mengunggah foto di Stories tanpa harus mempertimbangkan estetika seperti yang dilakukan saat mengunggah sesuatu di feed media sosial.

Manusia cenderung menyukai sesuatu yang memiliki kaitan atau hubungan dengan dirinya.

Oleh karena itu, unggahan seseorang di feed yang sudah diedit menggunakan aplikasi tertentu untuk memperlihatkan kesempurnaan dapat membuat kita merasa terancam.

Sarah Lempa, penulis dan ahli strategi media kreatif memiliki cerita seputar pengalamannya menggunakan Instagram Story.

"Setelah saya mempercepat sekitar 86 kejadian sehari-hari orang, saya mendapati diri saya memutar ulang Story saya sendiri," kata dia.

"Saya kemudian melihat siapa saja yang memerhatikan saya. Saya bertanya apa yang mereka pikirkan, melihat kehidupan saya secara online."

Sebuah survei dari Facebook mengungkapkan salah satu alasan utama orang menggunakan fitur Instagram Story adalah untuk melihat apa yang dilakukan orang lain.

Menurut hasil survei tersebut, pengguna mencari konten live dan yang belum diedit.

Sebagai manusia, kita pada dasarnya ingin mengetahui sesama manusia dan bagaimana orang lain memandang kita.

Ada sebuah teori bernama Looking-Glass Self, yang dikembangkan oleh sosiolog bernama Charles Cooley pada tahun 1902.

Teori itu menyatakan, kita mengembangkan konsep diri kita dari mengamati bagaimana kita dipandang oleh orang lain.

Pada dasarnya, kita mengunggah hal-hal penting di dalam hidup kita untuk memperkuat identitas diri kita.

"Ini berpotensi membuat kita terjebak dalam lingkaran setan, di mana kita merasa satu-satunya cara meningkatkan kepercayaan diri adalah dengan terus mengunggah gambaran diri kita yang 'sempurna'," ucap Antonino.

Dampak kesehatan mental

Filter pada Instagram Story mengarahkan kita untuk menghabiskan waktu lama menentukan penampilan kita.

Leela Magavi, psikiater dan direktur medis regional di Community Psychiatry telah melihat efek dari fungsi Filter di Instagram Story secara langsung.

"Anak-anak dan orang dewasa dari segala usia menceritakan kepada saya, mereka mengaku malu mengunggah foto diri mereka tanpa menggunakan filter," kata Magavi.

"Saya menilai remaja, pria, dan wanita yang telah mendiskusikan gagasan untuk melakukan operasi plastik agar lebih terlihat seperti versi diri mereka yang menggunakan filter."

Dengan atau tanpa penggunaan filter, kita merasa senang ketika orang lain bereaksi secara positif.

Mungkin, jika mantan kekasih melihat Stories yang kita unggah, kita bisa berasumsi yang tidak-tidak.

"Menonton Stories seseorang dapat menciptakan perasaan keterhubungan yang palsu dan sementara, yang tidak dapat menggantikan komunikasi dan menghabiskan waktu dengan orang yang dicintai," kata Magavi.

"Seiring waktu, hal ini dapat menimbulkan perasaan kesepian yang melemahkan."

Menyadari dampak dari penggunaan media sosial

Antonino mengatakan, kunci untuk mencapai keseimbangan yang sehat adalah menyadari dampak media sosial terhadap diri kita.

Dia menganjurkan kita untuk bertanya pada diri kita seputar:

- Seberapa penting media sosial bagi kita dibandingkan membina hubungan dengan cara yang lebih tradisional?

- Seberapa signifikan, memuaskan, dan bermakna interaksi yang kita jaga melalui media sosial?

- Apakah waktu yang kita habiskan di media sosial menahan kita untuk melakukan hal lain?

Instagram Story dan media sosial hanya membuat kita kecanduan, jadi kita harus menggunakannya untuk menambah nilai dalam hidup kita tanpa berlebihan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/04/30/143132020/mengapa-orang-sangat-menyukai-instagram-story

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke