Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal "Fat Acceptance", Gerakan Pembela Hak Orang Gemuk

Pendukung dari gerakan ini bekerja untuk meningkatkan kualitas hidup orang gemuk dan melawan diskriminasi terhadap mereka di segala bidang.

Termasuk di dalamnya bidang industri, seperti perawatan kesehatan, mode, dan pekerjaan.

Aktivis gerakan fat acceptance juga digambarkan sebagai pendukung "hak gemuk" atau "kebebasan terhadap orang gemuk".

Mengenal fat acceptance

Sebagai hasil dari gerakan politik tahun 1960-an, fat acceptance adalah bentuk aktivisme yang mengungkap dan menantang hambatan yang dihadapi orang gemuk di masyarakat.

Menurut National Association to Advance Fat Acceptance (NAAFA), fat acceptance dapat membentuk budaya di mana semua orang gemuk dapat dirayakan dan dibebaskan dari segala bentuk penindasan.

Orang gemuk juga masuk ke dalam kelompok marjinal, sama seperti orang kulit berwarna, komunitas LGBTQ+, orang berpenghasilan rendah, dan individu penyandang disabilitas yang sering menghadapi diskriminasi institusional.

Bahkan, tidak jarang orang gemuk kerap mengalami bentuk diskriminasi yang tumpang tindih.

Berangkat dari pemahaman itulah, NAAFA bekerja untuk melindungi hak-hak orang gemuk yang juga disebut orang-orang bertubuh besar.

Meskipun fat acceptance sering disamakan dengan istilah seperti citra tubuh yang positif (body positivity), keduanya tidaklah sama.

Akar politik gerakan ini membedakannya dengan gerakan body positivity yang tidak secara eksplisit melawan bias anti-gemuk di masyarakat.

Sementara itu, ada juga gerakan yang mendukung netralitas tubuh dan lebih berfokus pada fungsi tubuh daripada penampilannya.

Orang-orang ini mungkin mengungkapkan rasa syukur bahwa tubuh mereka telah memungkinkan mereka untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, melahirkan anak, atau selamat dari penyakit serius.

Seperti body positivity, gerakan ini tidak berbagi akar politik yang sama dengan fat acceptance.

Sejarah munculnya fat acceptance

Pada tahun 1967, sebanyak 500 orang, baik itu gemuk maupun kurus berkumpul untuk mendukung orang-orang gemuk di Central Park, New York City.

Mereka memegang papan bertuliskan "Kekuatan Gemuk," "Berpikir Gemuk," dan "Buddha Gemuk."

Selain itu, mereka juga membakar buku diet dan foto Twiggy, seorang supermodel pada masa itu yang dikenal sangat kurus.

Penyelenggara acara sekaligus tokoh radio lokal, Steve Post, mengatakan, beratnya mencapai 113 kg dengan tinggi 180 cm. Dia mengaku sering dipermalukan karena ukuran tubuhnya.

Alih-alih merasa malu, Post mengatakan, orang gemuk seharusnya merasa senang dan bangga dengan tubuhnya.

Ini bertentangan langsung dengan apa yang masyarakat katakan kepada kita untuk berpikir tentang tubuh yang lebih besar.

Tahun berikutnya, gerakan fat acceptance mendapat dorongan ketika Llewelyn Louderback menulis sebuah artikel yang mendesak orang untuk menentang diet atau budaya penurunan berat badan.

Pada tahun 1969, Louderback dan Bill Fabrey mendirikan NAAFA karena mereka telah menyaksikan diskriminasi ukuran tubuh yang dihadapi oleh istri mereka.

Kemudian, anggota NAAFA lainnya yakni Judy Freespirit dan Sarah Fishman mengembangkan upaya feminis yang dikenal sebagai Fat Underground mulai menantang "fatphobia" dalam sains, khususnya di industri perawatan kesehatan.

Mereka juga menuduh lembaga medis gagal memberikan perawatan kesehatan yang layak untuk penyanyi Cass Elliot, yang meninggal pada tahun 1974 karena gagal jantung pada usia 32 di tengah perjuangan panjang dengan berat badannya.

Meski pada akhirnya Fat Underground dibubarkan pada tahun 1983, upaya para anggotanya dan NAAFA yang masih ada sampai sekarang,  dipuji karena memainkan peran penting dalam gerakan hak-hak orang gemuk.

Merayakan kemenangan atas diskriminasi

Pada tahun 1993, gerakan fat acceptance merayakan kemenangan hukum yang besar setelah Bonnie Cook berhasil memenangi gugatan diskriminasi berat badan di Pengadilan Banding Amerika Serikat.

Dengan tinggi 157 cm dan berat 158 kg, Cook mengaku ditolak bekerja di pusat penyandang disabilitas Rhode Island yang dikelola negara karena berat badannya.

Padahal, Cook memiliki rekam jejak yang baik di industri ini, tetapi negara bagian Rhode Island menolak lamarannya karena berat badannya membuat dia lebih rentan untuk mengembangkan masalah kesehatan yang serius.

Para hakim yang mengadili kasusnya pun berpendapat, negara mendiskriminasi Cook karena kegemukannya membatasi aktivitasnya di tempat kerja, atau ada persepsi berat badannya melumpuhkan, terlepas dari apakah itu benar atau tidak.

Diskriminasi yang dihadapi orang gemuk

Selain Bonnie Cook, di abad ke-21, orang-orang dengan ukuran besar semakin banyak berbicara tentang diskriminasi yang mereka alami, dan banyak ahli terus meneliti tentang fatphobia.

Beberapa kasus diskriminasi yang menimpa orang-orang gemuk antara lain:

• Wanita gemuk menerima hukuman pidana yang lebih berat daripada wanita yang lebih kurus, mendapatkan gaji yang lebih rendah, dan kecil kemungkinannya untuk diterima di perguruan tinggi.

• Fatphobia adalah masalah global dalam praktik perawatan kesehatan, dengan dokter menahan pengobatan untuk orang-orang obesitas.

• Asumsi bahwa orang gemuk terlalu malas atau terlalu memanjakan berlaku dalam pengaturan perawatan kesehatan.

Banyak di antaranya juga kekurangan peralatan atau mesin yang tepat untuk memberikan perawatan yang sesuai pada pasien dengan tubuh yang lebih besar.

• Orang gemuk juga mengatakan, dokter secara rutin mengabaikan masalah kesehatan mereka yang sah, menyalahkan masalah apa pun yang mereka miliki pada berat badan mereka.

Agresi mikro ini dapat menyebabkan orang yang lebih besar untuk melewatkan kunjungan medis sama sekali sampai keadaan darurat muncul.

Beberapa penyedia layanan kesehatan dan pendukung fat acceptance kemudian mendorong industri medis untuk mengambil pendekatan yang lebih baik terhadap masalah kesehatan orang gemuk.

Para kritikus juga mengatakan, indeks massa tubuh (BMI) mengarah pada diagnosis yang salah dari penyedia layanan kesehatan karena tidak memperhitungkan massa otot, etnis, dan faktor lainnya.

Di samping itu, mereka berpendapat, memiliki BMI dalam kisaran normal tidak berarti bahwa seseorang itu sehat.

Di sisi lain, seseorang mungkin memiliki BMI yang kelebihan berat badan dan masih sehat secara keseluruhan.

Pandemi Covid-19 lebih menarik perhatian dalam konteks ini, karena laporan yang beredar menyebut orang yang obesitas lebih mungkin meninggal atau menderita komplikasi serius akibat virus corona.

Aktivis fat acceptance pun berpendapat bahwa temuan tersebut digunakan untuk lebih menstigmatisasi tubuh orang gemuk.

Orang gemuk juga mengalami bias di luar kesehatan, misalnya, menghadapi diskriminasi saat berbelanja pakaian di pengecer utama yang menjual pakaian dalam kisaran ukuran terbatas.

Meskipun pasar pakaian ukuran plus telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir, beberapa toko kerap memicu kontroversi dengan membebankan lebih banyak uang kepada pelanggan untuk ukuran yang lebih besar daripada ukuran yang lebih kecil.

Masih banyaknya orang gemuk yang menghadapi sejumlah hambatan di masyarakat menjadi alasan utama gerakan fat acceptance tetap hidup hingga saat ini, meskipun sudah dimulai sejak lebih dari 50 tahun yang lalu.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/10/07/074059320/mengenal-fat-acceptance-gerakan-pembela-hak-orang-gemuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke