Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hubungan antara Waktu Tidur dan Demensia

Bukti terbaru mengungkap, kualitas tidur yang buruk berperan dalam peningkatan risiko demensia.

Demikian hasil studi yang diterbitkan di Journal of American Geriatrics Society pada 21 September lalu.

Para peneliti di China, Swedia dan Inggris yang mengerjakan studi tersebut memantau data tidur dari 1.982 orang di China dengan usia rata-rata 70 tahun.

Pada awal studi, para peserta tidak menunjukkan adanya gejala demensia.

Namun sekitar 3,7 tahun setelah penelitian berjalan, sebanyak 97 peserta (5 persen) didiagnosis menderita demensia, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV).

Peserta yang mengalami demensia berusia antara 60-74 tahun. Pria juga berisiko lebih tinggi terkena penyakit itu ketimbang wanita.

Hasil tersebut bertentangan dengan temuan dari beberapa studi terdahulu.

"Dalam kebanyakan studi, wanita diketahui memiliki risiko demensia dua kali lipat lebih besar daripada pria," kata Dr Alex Dimitriu, ahli psikiatri dan obat tidur bersertifikat.

Dimitriu juga merupakan pendiri Menlo Park Psychiatry & Sleep Medicine dan BrainfoodMD.

Durasi tidur juga berperan

Studi yang dikerjakan Dimitriu menemukan, durasi lebih lama yang dihabiskan di tempat tidur dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia secara signifikan.

Individu yang berada di tempat tidur selama lebih dari 8 jam berisiko lebih besar mengalami penurunan kognitif selama tes Mini Mental State Examination (MMSE).

MMSE adalah tes yang digunakan dokter untuk mengukur gangguan kognitif pada pasien.

"Seiring bertambahnya usia, kita melihat fragmentasi kondisi tidur," kata Dr Michael Breus, spesialis tidur dan psikolog klinis.

"Kita tidak mendapatkan pemulihan tidur yang sama secara fisik seperti yang terjadi saat kita masih muda."

Dimitriu menduga, kemungkinan individu dengan kualitas tidur yang buruk membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengimbangi kualitas tidur tersebut.

Faktor lain juga dapat membuat kita susah tidur, catat Dr Carl W. Bazil, PhD, profesor neurologi di Columbia University College of Physicians and Surgeons.

Ia menjelaskan, depresi --kondisi yang rentan dialami lansia-- bisa menyebabkan seseorang kesulitan tidur.

"Tetapi ada banyak masalah medis lain seperti penyakit jantung atau diabetes dan konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan kelelahan dan kebutuhan tidur," tutur Bazil.

Waktu individu beranjak tidur juga dilihat oleh para peneliti sebagai faktor yang berkontribusi terhadap demensia.

Hasil studi menemukan, setiap satu jam waktu tidur yang lebih cepat (sebelum pukul 10.00 malam) dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 25 persen.

Penulis studi berhipotesis, waktu tidur lebih awal dapat disebabkan oleh ritme sirkadian yang terganggu.

"Bagian otak yang bertanggung jawab untuk mengatur tidur mulai berubah seiring bertambahnya usia," catat ahli saraf dan psikiater Dr David Rabin, PhD.

Faktor lain yang berkaitan dengan usia, seperti kebiasaan ke kamar kecil lebih sering di malam hari, juga memengaruhi individu untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik dan tidur nyenyak.

Kurang tidur yang terakumulasi mengakibatkan perubahan struktur otak yang mengatur siklus sirkadian, lanjut Rabin.

Sementara itu Dimitriu menambahkan, kelelahan otak juga membuat seseorang merasa ingin tidur lebih awal.

"Sundowning adalah efek yang ditemukan pada orang tua yang rentan terhadap demensia, di mana mereka menjadi bingung dan kehilangan arah di malam hari," papar dia.

Kelemahan dalam riset

Salah satu kelemahan utama riset ni adalah, waktu berada di tempat tidur atau time spent in bed (TIB) tidak selalu mencerminkan waktu yang dihabiskan seseorang untuk tidur.

Durasi tidur sudah dicatat oleh para ilmuwan sebagai faktor penting dalam kesehatan kognitif dan risiko demensia.

Breus menyatakan, TIB yang lebih lama dapat mengindikasikan masalah mendasar terkait tidur seperti insomnia.

Sebuah studi di Kanada baru-baru ini juga menemukan, peserta yang menderita insomnia memiliki risiko lebih tinggi kehilangan ingatan.

Selain itu, TIB tidak mempertimbangkan kualitas tidur. Misalnya, kurang tidur nyenyak dapat memengaruhi memori individu.

"Studi ini serta banyak studi lain yang serupa adalah studi asosiasi, sehingga tidak menunjukkan sebab dan akibat," ungkap Bazil.

"Jadi tidak diketahui apakah waktu yang singkat atau lama di tempat tidur, atau waktu tidur benar-benar menyebabkan demensia, atau secara tidak langsung terkait dengan penyakit tersebut."

Bagaimana tidur memengaruhi memori

Sinyal utama individu mengalami demensia adalah kehilangan memori.

Dalam setiap tahap kehidupan, kata Bazil, tidur berkualitas diperlukan untuk berbagai jenis memori.

Lalu apa yang terjadi pada memori kita saat tidur? Pertama, yaitu pemrosesan dan penyimpanan ingatan.

"Memori jangka pendek awalnya disimpan di hippocampus ketika masuk ke otak, area di mana informasi disimpan untuk ingatan dan penggunaan jangka pendek," ucap Rabin.

"Saat kita tidur, informasi dari hippocampus akan diteruskan ke struktur kortikal otak yang lebih tinggi untuk mengubah itu menjadi memori jangka panjang dan berintegrasi dengan memori masa lalu," lanjut dia.

Rabin mengungkapkan, proses ini disebut rekonsolidasi memori.

Rekonsolidasi memori bisa dipengaruhi oleh kualitas tidur REM yang buruk atau durasi tidur yang lebih pendek.

Kedua, tidur adalah saat otak kita membersihkan racun berbahaya yang dapat memengaruhi memori.

"Ketika otak aktif di siang hari, organ itu menghasilkan banyak hal yang kita sebut spesies oksigen reaktif atau produk limbah inflamasi," kata Rabin.

"Saat otak tertidur dan mampu memulihkan diri, terutama dalam kondisi tidur nyenyak dan tidur REM, otak akan mendetoksifikasi dan menghilangkan produk limbah inflamasi."

Jika terjadi penumpukan racun, maka racun akan memberikan tekanan ekstra pada otak dan mencegah rekonsolidasi memori.

"Kesimpulannya, kualitas tidur dan kuantitas tidur bisa jadi sama pentingnya," kata Dimitriu.

Gejala demensia

Studi ini memantau onset demensia pada lansia.

"Demensia, seperti penyakit alzheimer, sering muncul dengan gejala di antara orang-orang berusia 60-an, meskipun onset dini pada usia 40-an atau 50-an bisa terjadi."

Begitu penuturan Dr Sandra Petersen, wakil presiden senior kesehatan dan kebugaran di Pegasus Senior Living.

Petersen menjelaskan, tanda dan gejala umum demensia adalah:

  • Kesulitan persisten dan pervasif pada memori, kognisi, dan kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari
  • Kehilangan fokus
  • Tidak mampu memerhatikan
  • Kehilangan kemampuan bahasa
  • Penurunan persepsi visual
  • Hilangnya keterampilan memecahkan masalah
  • Gangguan penalaran dan penilaian

Faktor risiko demensia

Tidur bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi risiko demensia.

"Para peneliti sudah memertimbangkan sejumlah kemungkinan penyebab demensia," kata Petersen.

"Kami tidak tahu pasti, tetapi kemungkinan kombinasi faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan demensia."

Menurut wanita itu, demensia bisa terjadi karena:

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/09/29/144527220/hubungan-antara-waktu-tidur-dan-demensia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke