Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Puasa Intermiten Bisa Obati Diabetes Tipe 2, Benarkah?

Dari sekitar 537 juta penderita diabetes di seluruh dunia pada tahun 2021, perkiraan menunjukkan bahwa 95 persen memiliki diabetes tipe 2.

Konsensus publik yang meluas mengatakan bahwa diabetes tipe 2 tidak bisa diobati.

Namun, beberapa penelitian menunjukkan ini mungkin tidak benar.

Satu studi dari tahun 2019 menemukan bahwa 46 persen peserta mencapai pengurangan penyakit melalui pembatasan kalori.

Selain itu, studi lain dari tahun 2020 menemukan kalau intervensi gaya hidup intensif menyebabkan pengurangan penyakit pada lebih dari 60 persen peserta yang menderita diabetes kurang dari 3 tahun.

Bahkan, sebuah studi yang diterbitkan dalam The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism di China baru-baru ini menyebutkan 47,2 persen peserta tidak lagi menderita diabetes setelah 3 bulan puasa intermiten.

Namun hingga saat ini, hanya sedikit penelitian yang mengeksplorasi manfaat kesehatan puasa intermiten pada manusia untuk pengurangan diabetes.

Jadi, penelitian lebih lanjut di bidang ini masih sangat diperlukan untuk mengobati kondisi tersebut.

Puasa intermiten dan efeknya pada diabetes tipe 2

Untuk studi tersebut, para peneliti merekrut 72 peserta berusia 38 hingga 72 tahun.

Masing-masing memiliki diabetes tipe 2 selama 1-11 tahun dan indeks massa tubuh (BMI) 19,1-30,4, atau dianggap kelebihan berat badan (obesitas).

Namun demikian, sistem penilaian BMI tidak selalu merupakan indikator terbaik dari kesehatan seseorang secara keseluruhan.

Peserta kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 36 orang dan ditugaskan untuk menjalani rejimen puasa intermiten atau makan biasa tanpa batasan.

Periode intervensi berlangsung selama 3 bulan dan mencakup enam siklus 15 hari intervensi.

Dalam setiap siklus, para peserta diberi diet puasa yang dimodifikasi secara spesifik selama 5 hari, di mana mereka mengonsumsi total 840 kalori pada makan pagi, siang, dan malam.

Selama 10 hari berikutnya, mereka makan sebanyak yang mereka inginkan, mirip dengan kelompok kontrol.

Diet selama hari-hari puasa yang dimodifikasi mengikuti Pedoman Diabetes di China, termasuk makanan tinggi serat yang merupakan karbohidrat indeks glikemik rendah.

Peserta diperiksa pada awal, segera setelah intervensi 3 bulan dan sekali lagi pada tindak lanjut 3 dan 12 bulan.

Mereka terus minum obat anti-diabetes yang awalnya diresepkan selama penelitian dan mempertahankan kebiasaan olahraga.

Setelah intervensi 3 bulan, 18 dari 36 orang dalam kelompok puasa intermiten dan satu orang dalam kelompok kontrol tidak lagi membutuhkan obat mereka untuk mengendalikan diabetes.

Berat badan rata-rata peserta dalam kelompok puasa juga turun 5,93 kg, sementara mereka yang berada dalam kelompok kontrol mengalami penurunan berat badan 0,27 kg.

Skor kualitas hidup juga meningkat secara signifikan di antara mereka yang berada dalam kelompok puasa intermiten dan menurun pada kelompok kontrol.

Pada tindak lanjut 12 bulan, 16 dari 36 orang dalam kelompok puasa mempertahankan penurunan penyakit diabetes.

Tetapi, tidak ada satu pun dari kelompok kontrol yang mengalami penurunan.

Secara keseluruhan, para peneliti mencatat bahwa peserta yang diresepkan lebih sedikit obat anti-diabetes pada awal penelitian lebih mungkin untuk mencapai penurunan diabetes.

Cara kerja puasa intermiten untuk mengobati diabetes tipe 2

Menurut seorang profesor di Departemen Ilmu Gizi di Universitas Alabama di Birmingham, Courtney Peterson, PhD, menurunkan berat badan dengan cepat bisa mengobati sekitar 45 persen orang yang menderita diabetes tipe 2 pada tahap awal.

"Menurunkan berat badan dengan cepat akan membersihkan tubuh dari lemak yang menumpuk di hati, pankreas dan di otot," terangnya seperti dikutip dari Medical News Today.

"Ini juga membantu pankreas kita untuk memproduksi lebih banyak insulin — yang menurunkan gula darah — dan juga membantu hati, serta otot melakukan pekerjaan mereka mengatur gula darah kita," jelas dia.

Sementara itu, asisten profesor endokrinologi, diabetes, dan farmakologi klinis di Universitas Kansas, Felicia Steger, PhD, mengatakan bahwa dia setuju penurunan berat badan merupakan faktor penting untuk pengurangan diabetes.

Dia menambahkan, bagaimanapun, bahwa puasa mungkin juga bisa memengaruhi kontrol gula darah secara independen dari penurunan berat badan.

"Data awal menunjukkan bahwa puasa intermiten meningkatkan [bagaimana] pankreas kita merespons gula darah yang lebih tinggi dengan melepaskan insulin," kata Steger.

"Puasa intermiten juga meningkatkan sensitivitas insulin, atau seberapa baik sel-sel kita merespons sinyal insulin untuk mengeluarkan gula dari aliran darah," ujar dia.

Bagaimana puasa 16 jam memengaruhi diabetes tipe 2

Wakil presiden di Community Health of South Florida, Inc. (CHI) yang tidak terlibat dalam studi, Dr Saint Anthony Amofah juga mengemukakan pendapatnya mengenai jenis puasa intermiten yang tepat bagi penderita diabates tipe 2.

"Saya menemukan bahwa apa yang paling pragmatis dan yang paling berhasil untuk pasien saya adalah puasa 16 jam. Semakin lama periode puasa, semakin drastis efeknya pada diabetes," katanya.

Namun, asisten profesor di Johns Hopkins School of Nursing, Susan Renda, DNP, MSN, RN, mencatat, peningkatan puasa berisiko hati memproduksi glukosa dan meningkatkan kadar glukosa pada beberapa orang.

"Jadi, penyesuaian obat mungkin diperlukan untuk mencocokkan kebutuhan berdasarkan pola makan yang berbeda pada hari-hari puasa," kata Renda.

Karena setiap individu memiliki metabolisme dan preferensi pribadi yang bervariasi, maka tidak ada satu pendekatan yang secara konsisten lebih baik daripada yang lain.

Meskipun puasa intermiten yang digunakan dalam penelitian ini mungkin memiliki efek paling drastis dalam mengurangi kadar insulin.

Profesor di Departemen Ilmu Dasar di Sekolah Kesehatan Central Michigan, Jesse Bakke, PhD, setuju bahwa jenis puasa intermiten harus diputuskan berdasarkan orang per orang.

Bakke mengatakan, orang dengan diabetes stadium lanjut mungkin tidak cocok untuk jenis puasa ini.

"Pertimbangan lain, yang jarang dibahas dalam makalah sains dasar adalah risiko yang mendasari kesehatan mental pasien," ungkap dia.

"Beberapa pasien mungkin berada pada peningkatan risiko mengembangkan gangguan makan."

"Untuk alasan-alasan ini, sulit untuk memiliki rekomendasi menyeluruh dalam hal puasa intermiten terbaik dan mengapa saya merekomendasikan masukan dokter pribadi," jelas dia.

Keterbatasan dalam studi puasa intermiten

Saat ditanya tentang keterbatasan studi, ahli kesehatan di Universitas California, Los Angeles, Dana Ellis Hunnes, PhD, MPH, RD, mengatakan bahwa para peneliti hanya melihat satu jenis puasa intermiten.

"Itu adalah sampel populasi kecil dengan BMI rendah dan [kadar gula darah] rendah untuk memulai, yang membuat mereka mungkin lebih mungkin untuk pulih daripada seseorang dengan BMI 35 dan [kadar gula darah awal yang lebih tinggi].

"Saya ingin melihat sampel yang lebih luas dari orang-orang dengan kasus diabetes tipe 2 yang lebih kompleks daripada ini untuk studi lebih lanjut. Saya akan tertarik untuk melihat tindak lanjut efeknya 5 tahun lagi," tambahnya.

Sementara itu, seorang dokter dan pendiri Think Healthy, Puja Uppal, DO, MA, juga menuturkan, diabetes tipe 2 adalah penyakit kardiometabolik yang melibatkan banyak sistem tubuh seperti ginjal, mata, dan jantung.

"Agar intervensi diabetes menjadi efektif, penting bagi intervensi tersebut tidak hanya untuk mengelola gula darah seseorang, tetapi juga harus mengurangi beban penyakit terkait diabetes," terangnya.

"Kita perlu melihat apakah intervensi diabetes benar-benar telah menurunkan angka kematian seseorang secara keseluruhan dan mengurangi kejadian jantung akibat diabetes," imbuh dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/17/170000820/puasa-intermiten-bisa-obati-diabetes-tipe-2-benarkah-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke