Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andreas A Prasadja, Dokter Dengkur dari Kemayoran

Kompas.com - 22/12/2008, 10:09 WIB

Lho, ada yang menganggap, ngorok itu pertanda tidurnya pulas?
Memang ngorok itu ada yang bahaya ada yang tidak; dan selama ini banyak yang menganggap kalau ngorok itu biasa, bukan hal yang berbahaya. Jangankan di sini, di Amerika ada penelitian bahwa 1 banding 5 orang menderita sleep apnea atau berhentinya napas saat tidur karena ngorok; dan celakanya 80 persennya tidak terdeteksi. Di negara maju saja kondisinya seperti itu, apalagi di Indonesia. Jangankan masyarakat umum, dokter juga banyak yang enggak paham. Itu yang membuat banyak gejala OSA tidak terdeteksi.
(Ini dibuktikan saat Andreas akan mengadakan seminar di sebuah RS. Ketika ia mengajukan tema OSA atau Obstructive Sleep Apnea atau berhenti napas saat tidur, panitianya yang juga dokter masih menanyakan apa itu OSA.)

Akibatnya apa jika tidak terdeteksi?
Penanganan yang salah. Misalnya orang yang ngantukan dan cepat capek mungkin kalau itu gejala dari OSA. Tapi orang itu mengira mengidap gula darah.

Bagaimana sih untuk mengetahui apakah ngorok itu bahaya atau tidak?
Saya akan melakukan wawancara dulu. Digali apa keluhannya. Setelah itu baru periksa. Nah, dalam pemeriksaan saya tak pernah menggunakan stetoskop yang selalu menjadi simbol seorang dokter.

Apa dong, alatnya?
Laboratorium tidur. Pasien semalam harus menginap di laboratorium tidur. (Laboratorium ini letaknya di seberang ruang praktek Andreas. Kamar yang kira-kira ukuran 3 x 6 meter ini berisi sebuah tempat tidur, sofa, dan beragam alat untuk mendeteksi "kegiatan" pasien selama tidur. Hasil rekam medik itu terhubung ke sebuah komputer).

Saat pasien tidur direkam napasnya, gelombang otaknya, jantungnya, dan lainnya. Setelah itu baru saya analisa. Seru lho, membaca hasilnya. Kalau membaca rontgent, kan, sekali liat langsung bisa dianalisa. Tapi membaca hasil rekam dari laboratorium tidur itu harus per frame. Satu frame merekam selama 30 detik; dan saya harus membaca rekaman selama dia tidur yang paling tidak antara 6 dan 8 jam. Tidak terbayang kan, berapa banyaknya karena terbagi dalam 30 detik; dan itu harus dibaca satu-satu. Gelombang otaknya dulu, setelah selesai baru jantungnya, napasnya, dan seterusnya.

Perlu dokter dengan kualifikasi khusus untuk membaca hasilnya?
Ya, karena alat dan software-nya juga khusus. Terapinya selain obat juga kami anjurkan pasien memakai alat bantu napas saat tidur. Alat itu berupa masker yang dihubungkan ke sebuah kotak yang bisa memompa udara saat saluran napas tersumbat.

Sebenarnya bagaimana, sih, bisa dikatakan berhenti napas saat ngorok?
Gerakan napas tetap ada, tapi saluran napas tersumbat. Dada tetap naik turun, sementara oksigen drop dan karbondioksida jadi naik. Memang dalam tubuh ada sensor yang mengirim perintah ke otak saat karbondioksida naik. Orang jadi terjaga dan saluran napas terbuka lagi. Tapi meski otak terjaga, orang itu tidak terbangun. Akibatnya, karena otak sering terjaga, maka menjadikan kualitas tidurnya buruk. Bangun jadi tidak segar, capek, sulit konsentrasi, masih ngantuk meski sudah tidur 8 jam, dan lainnya.

Ada efek yang lebih buruk lagi?
Saat otak sering terjaga akan membuat tensi naik. Nadi jadi cepat dan bisa berakibat ke jantung. Metabolisme juga terganggu yang berakibat darah mengental. Risikonya bisa stroke dan jantung koroner.

Omong-omong, jadi dokter cita-cita dari kecil?
Enggak sih. Daftar saja, eh....ternyata diterima. Akhirnya ya, dijalani saja.

Sebenarnya setelah lulus dokter, sudah punya rencana mengambil spesialis apa?
Wah, belum. Tapi begitu ada kesempatan mendalami bidang ini, ya diambil saja. (Andreas adalah dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, tahun 2002. Suami dari Kristandi Madona, seorang psikolog yang bekerja di sebuah perusahaan swasta ini, 16 Mei mendatang, tepat berusia 33 tahun. Kini ayah dari Khiara Monica ini dipercaya mengelola Sleep Disorder Clinic RS Mitra Kemayoran. Ayahnya seorang pelukis, sementara ibunya apoteker.)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com