Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (198): Karachi

Kompas.com - 08/05/2009, 09:04 WIB

Sohail, seorang pemuda Karachi, mengajak saya berjalan-jalan berkeliling kota. Kami melihat pemukiman orang Parsi yang mewah. Orang Parsi termasuk golongan orang kaya. Rumah mereka besar dan dulunya tak berpagar. Karena keadaan keamanan kota yang memburuk, akhirnya mereka memasang pagar juga di rumahnya. Kampus Sohail adalah sekolah seni terbesar di seluruh negeri, Sekolah Seni Lembah Indus. Bangunan aslinya adalah bekas bangunan Parsi. Kemudian sekolah ini pindah ke Pantai Cliffton.

Pada kasus biasa, pindah sekolah ya berarti pindah gedung. Tetapi untuk kasus Sekolah Seni Lembah Indus, karena menempati gedung bersejarah berusia seabad lebih, ‘pindah’ di sini berarti harafiah. Gedung yang lama dipindah batu demi batu, satu demi satu, ke lokasi baru di bawah arahan tim arsitektur dan sejarawan dari kampus.

Di lokasi baru ini, mahasiswa seni yang terkenal selalu modis dan nyentrik membuat saya ternganga dan seakan lupa bahwa saya sedang berada di Pakistan. Gadis-gadisnya berpakaian ketat, berambut tergerai, dan tanpa sungkan berdiskusi dengan lawan jenis. Sungguh bukan tipikal perempuan Pakistan yang dijumpai di jalan atau desa pinggiran. Mereka ini adalah anggota kalangan atas Karachi, hanya secuil minoritas di tengah masyarakat Pakistan.

Pantai Cliffton boleh dibilang tak cantik. Tetapi ada daya tarik tersendiri yang menjadikan tempat ini menjadi tempat bermukimnya kalangan atas. Salah satu penghuninya adalah keluarga Bhutto, yang rumahnya mirip istana di ujung jalan.

Ombak berdebur di pantai yang datar ini. Manusia dari berbagai kelas bersinggungan di sini. Sohail yang datang dengan mobil mewah, datang ke sini untuk berleha-leha menghirup segarnya udara laut. Di pinggir pantai, pria berjubah lusuh menggiring unta yang dihias kembang warna-warni, mengharap nafkah dari pengunjung yang ingin berpose di atas unta.

Karachi adalah tepi pantai dengan hewan padang pasir. Karachi adalah berbagai ekstrim yang hidup bersama. Karachi adalah mimpi indah yang bercampur kenyataan pahit. Karachi adalah kemegahan arsitektur kolonial berpadu dengan morat-maritnya bangunan modern.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com