Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluncur dari atas bukit

Kompas.com - 19/06/2009, 02:33 WIB

Cerpen Asmororini

Bukit dan lembah dan  langit hijau dan pohon  biru,  hamparan rumput  bak beledu menghias. Pondok tempat tinggalku  tepat berada di kaki lembah membelakangi bukit. Selalu  menyenangkan  berada di tempat  berselimut  biru pohon seperti ini,  mencumbu  hijau mencumbu biru bercinta dengan alam. Sendiri. Menyendiri, mencoba melupakan  segala sesuatu yang membuat sedih,  mencoba melupakan segala bahagia yang pernah  hadir.      Kerap aku duduk berlama-lama memeluk lutut beralas rerumputan, damai tiada tara walau hanya berkawan  angin  berkawan sepi berkawan bisu.

Sebenarnya tidak benar benar sepi dan bisu sendiri,   karena merpati putih yang meluncur dari atas bukit selalu berkunjung menemani  sendiriku menemani sepiku menemani bisuku.  Ketika aku sedang galau terperangkap dalam  kegundahan tak bertepi ,  sering aku  mencurahkan seluruh isi hati kepadanya. Sudah sejak lama aku mengakrabinya, karena ia adalah pendengar yang baik sekaligus berhati  putih seputih  bulunya, membuatku tak enggan  menumpahkan segala rasa.

Aku ingat awal perkenalanku dengan merpati putih itu. Aku sedang mengambil sebuah permen dari  mangkuk  kristal pemberian almarhum ibuku, tapi aku menyenggolnya dan mangkuk itu tiba-tiba meluncur begitu saja. . Cepat kutangkap tapi tak terjangkau kemudian aku hanya terpaku mendengar bunyi prang……. Padahal itu adalah sebuah dari sepasang mangkuk kristal   warisan  ibu dan merupakan  peninggalan ibu yang masih  tersisa padaku. Kudapatkan ketika ibu masih segar dan sehat, disertai dengan pesan yang terus melekat dalam ingatanku.

“Jangan biarkan sepasang mangkuk  kristal ini pecah berderai . Bila kamu memecahkan satu,  periksalah separuh  hatimu , mungkin ada yang tergores,  dan bila kamu memecahkan keduanya,  periksalah seluruh hatimu, mungkin ada yang terluka  Jaga sepasang mangkuk kristal ini seperti kamu  menjaga keutuhan hatimu,   jangan  biarkan  hatimu tergores dan terluka."

Dan tiba-tiba sebuah mangkuk kristal itu  telah berujud pecahan pecahan  , kedua tanganku sendiri yang memecahkannya. Aku ceroboh tak pandai menjaga peninggalan ibu. Sekejapan aku gemetar mengingat penggalan  kalimat ibu.

"……………Bila kamu memecahkan satu , periksalah separuh hatimu, mungkin ada  yang tergores………….."

Apakah hatiku memang sedang tergores? Aku mulai menimbang dengan gamang kedalaman hatiku sendiri, tapi belum kutemukan jawaban. Hati? Hati yang mana ? hati yang telah tergores?

Aku menyesali diri tak habis habis, tapi apalah artinya sesal itu karena mangkuk kristal wadah permen itu tak utuh lagi. Hanya karena mengambil sebuah permen untuk mencicip rasa manisnya, mangkuk kristal itu jatuh pecah berserak  menjadi potongan-potongan kecil yang tak mungkin disatukan.

“Kamu ceroboh ! kamu telah menghancurkan mangkuk  krsitalmu! kamu telah  menggores  hatimu sendiri!" terdengar suara suara menuduh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com