“Berhenti berhenti!" teriakku panik.
Tapi mana bisa ia mendengarku lagi, lebih tak mungkin menghentikan luncurannya. Suara lengking mendekat , lalu senyap. Ia terdampar diam di mana mana diatas rerumputan. Sepi ! satu-satunya yang terdengar adalah desahan dahan dahan pohon.
Antara ragu dan takut aku melangkah mendekati peluncur dari atas bukit itu, menunduk diatasnya, merabai denyut hatinya berharap masih ada nafasnya tersisa . Aneh ! nafas itu tidak tersengal sekarat laiknya sosok yang baru meluncur berdebam dari ketinggian bukit. Terkejut aku ketika merasakan nafasnya bagai nafas seekor ular naga, nafas naga yang mengeluarkan api, baranya mampu menghanguskan hijauku, biruku. Aku mencoba menguatkan kerongkonganku menata pita suara agar mampu mengeluarkan bunyi, sulit setengah mati walau akhirnya keluar juga.
“Kenapa kau lakukan semua ini?
“Pendakian dan peluncuran harus kulakukan !”
“Pendakian apa yang kau maksud?"
“Jalanan semakin panjang sempit terjal curam berkelok!"
“Jalanan mana yang kau maksud?"
“Pemberhentian tempat tujuan berakhir!"
“Pemberhentian mana yang kau maksud?!”
“Rumah yang enggan memancarkan sinar."
“Rumah mana yang kau maksud?”
“Jendela - berjendela tapi tak pernah dibuka!"
“Jendela mana yang kau maksud?"
“Yang berkisi jeruji besi dan angkuh!”
Jeda sesaat , aku menunggu. Kali ini bukan aku yang tegang mengatur nafas, tapi peluncur dari atas bukit itu yang nampak mengolah nafas naganya.
“Kenapa kau bernafas serupa ular naga?”
“Naga itu adalah nafas itu sendiri!"
“Nafas mana yang kau maksud?"
“Yang bara apinya menyala meluluhkan jeruji besi dari jendela yang angkuh!”
Aku terdiam tak perlu bertanya lagi, iapun terdiam tak perlu menjawab lagi. Mungkin ini jawaban atas sepasang mangkuk kristal wadah permen yang kupecahkan atau jawaban atas hatiku yang sudah tak utuh dan terluka. Entahlah ! Kawanan sepi kawanan bisu kawanan hijau kawanan biru hadir kembali Mendaki dan menukik meluncur menuju semua yang asing yang baru yang tak dikenal. Mengikut angin mengikut langkah , ke dunia lain ke dunia luar ke dunia tanpa akhir ke mana saja.
Aku duduk memeluk lutut beralas rerumputan, gundah tiada tara. Di kaki langit seberkas sinar berkelebat, kusangka kelebat merpati putih yang kuharap kedatangannya. itu , tapi rupanya hanya sinar berwarna abu-abu. dan akupun tak tahu apakah ini malam atau pagi. Membingungkan, tapi sungguh bodoh kalau aku bertanya pada peluncur dari atas bukit itu. Ia bagian diriku yang tak pernah nyata !
**********
Pacet 29 Mei, Surabaya 1 Juni - 2009
Salam damai,
Asmororini
**********
Nama Penulis : Asmororini
Alamat : Perumahan Semolowaru Indah II
Blok Q / 6 - Surabaya 60119
Alamat Email : asmororini@yahoo.co.id
Sekilas: lahir dan besar di malang, tinggal di surabaya, karyawan, menikah punya satu anak perempuan, sangat bangga menjadi ibu rumah tangga.