Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunikasi Dokter Dinilai Cukup Baik

Kompas.com - 29/10/2009, 07:17 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Sekitar 80 persen pasien dari empat kota menilai kualitas komunikasi dokter dengan pasien cukup baik. Namun, masih cukup banyak pasien menganggap waktu konsultasi terlalu sedikit.

Demikian hasil survei kepuasan pasien terhadap pelayanan medik rumah sakit yang dilakukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Hasil survei dipaparkan dalam seminar bertopik serupa di Bandung, Jawa Barat, Selasa-Rabu (27-28/10).

Menurut Ketua YLKI Husna Zahir, yang memaparkan hasil survei bersama Tini Hadad dari KKI, survei dilakukan terhadap 654 orang yang sedang atau pernah dirawat di sarana pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik, rumah sakit pemerintah/swasta) di Medan, Mataram, Yogyakarta dan Jakarta.

Husna mencontohkan, seorang pasien di Jakarta, Gusti, menuturkan, dokternya memberikan waktu konsultasi sangat leluasa. Sebaliknya, Robert dari Jakarta mengeluhkan, dokter sangat cepat memeriksa sehingga pasien tidak ada waktu bertanya. Pasien lain mengeluhkan, dipanggil ke ruang praktik sekaligus tiga orang sehingga tidak ada privasi dan tidak nyaman.

Terkait dengan pemberian obat, sebagian besar pasien merasa dokter memberikan obat secara rasional. Namun, sebagian dari mereka menyatakan, dokter tidak menawarkan obat generik.

Menurut Husna, meski secara umum penilaian terhadap pelayanan dokter cukup baik, keluhan pasien perlu menjadi perhatian. ”Dokter harus lebih proaktif memberi informasi tanpa harus ditanya. Sebaliknya, pasien harus lebih partisipatif dalam proses pengobatan,” katanya.

Sementara itu, dr Slamet Budiarto dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, praktik kedokteran yang baik hanya terjadi jika dokter baik dan sejahtera. Hal itu merupakan hasil pendidikan, sistem pembiayaan, dan sistem kesehatan yang baik.

Slamet menilai sistem kesehatan Indonesia saat ini kacau karena tak berbasis rujukan. Pasien bisa berobat ke dokter umum atau langsung ke dokter spesialis. Sementara itu, hanya sedikit penduduk yang dijamin asuransi. Pembiayaan kesehatan umumnya dibayar langsung oleh pasien dan tidak ada standar jasa medis. Tarif bisa berkisar Rp 2.000 sampai Rp 2.000.000.

”Seharusnya seluruh penduduk dicakup asuransi. Yang mampu membayar premi sendiri, orang miskin ditanggung pemerintah. Jasa medis ditentukan oleh IDI,” kata Slamet.

Pembicara lain adalah Dr dr Laksono Trisnantoro dari Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dr Achmad Hardiman, SpKJ dari Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan, dan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com