Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Donor Darah di Mal, Masjid, dan Gereja, Mengapa Tidak?

Kompas.com - 21/02/2010, 03:35 WIB

Ide JK itu salah satu langkah dari prinsip yang ”out of the box”. Selama ini orang yang mendonorkan darahnya harus datang ke PMI, kecuali mereka yang secara berkelompok atau ada aksi sosial yang didatangi PMI. Ide itu sendiri muncul lantaran kondisi stok darah PMI. Saat ini stok darah nasional hanya cukup untuk sekitar dua hari kebutuhan. Dalam empat tahun ke depan, stok nasional harus ditingkatkan menjadi empat juta kantong supaya mencukupi kebutuhan empat hari. Dengan demikian, begitu masyarakat butuh, mereka segera mendapatkannya. ”Sekarang baru satu persen dari jumlah penduduk yang donor darah. Dalam empat tahun kita tingkatkan menjadi dua persen. Itu sudah sangat bagus,” katanya.

Menurut JK, stok nasional darah saat ini baru sekitar 1,7 juta kantong. Hasil donor masyarakat itu bisa untuk keperluan transfusi sekitar 2,7 juta kantong per tahun. Nah, jumlah itulah secara rata-rata nasional hanya cukup untuk dua hari. ”Kita harus tingkatkan, harus 4 juta kantong per tahun sehingga bisa dihasilkan sekitar enam juta kantong untuk transfusi darah, itu sudah aman,” katanya berkalkulasi.

Soal persediaan kantong darah yang sering kali sulit, JK mengatakan, kalau memungkinkan, PMI membikin perusahaan yang memproduksi kantong darah. Bisa juga dikerjakan oleh perusahaan lain karena permintaannya sudah semakin besar.

Ia bercerita, suatu hari ia memprovokasi pengusaha produsen sepeda motor untuk rajin mengorganisasi karyawannya melakukan donor darah. Berapa banyak pengendara motor yang kecelakaan dan memerlukan darah? Nah, mereka (produsen sepeda motor) juga harus ikut bertanggung jawab dalam penyediaan darah di PMI. Jangan hanya mau penjualan motornya terus meningkat, tetapi tidak mau ikut tanggung jawab sosialnya. Akhirnya mereka paham dan menjanjikan aksi donor darah pekerjanya lebih sering.

Begitulah JK, di mana pun berada senantiasa menjadi dinamisator bagi sekelilingnya. (Andi Suruji)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com