Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan di Desa Lebih Mempedulikan Alam

Kompas.com - 31/03/2010, 14:00 WIB

LAMPUNG, KOMPAS.com - Perempuan putus sekolah hingga perantau bersama suami atau orangtua yang tinggal di pelosok desa tak sedikit jumlahnya. Pilihan berdomisili di pedalaman Sumatra juga dilakukan sepenuh hati. Para perempuan ini turut berkontribusi atas pelestarian lingkungan di kawasan konservasi alam Tampang Belimbing (Tambling), Lampung Barat.

Eni (15), contohnya, terpaksa putus sekolah sejak lulus SMP di desanya, Dusun Pengekahan kawasan Tambling. Selepas SMP, remaja putri ini sempat tergiur ingar-bingar kota Jakarta, dan memutuskan bekerja di ibukota. Namun hal ini tak berlangsung lama. Usai itu Eni memilih kembali ke desanya, membantu orangtuanya yang bekerja sebagai petani.

"Saya betah tinggal di Tambling dengan membantu orangtua bersawah," kata Eni kepada Kompas Female, saat kami mengunjungi desa Pengekahan bersama Yayasan Puteri Indonesia (YPI) dan Artha Graha Peduli, Senin (29/3/2010) lalu.

Desa dengan total 167 Kepala Keluarga dan berpenduduk 600 jiwa itu memang mendapat penghasilan utama dari bertani di sawah, perkebunan kopi, cokelat, dan lada. Hampir semua penduduk memiliki sawah, meski luasnya berbeda. Namun jangan tanya soal fasilitas televisi dan antena, karena hanya beberapa yang memilikinya.

Tak hanya Eni yang segan meninggalkan desa di pedalaman hutan tropika, bagian paling selatan pantai barat Sumatra ini. Nur Aida (40) juga merasakan hal yang sama. Meski sempat trauma dengan cuaca buruk, badai, dan ombak besar yang seringkali menghalanginya menyebrang pulau, Nur merasa betah tinggal di Tambling.

"Di sini aman dan nyaman, lingkungan alaminya membuat kerasan meski rumah dan fasilitas seadanya," papar Nur, yang sudah 5 tahun mengabdi sebagai guru di pelosok ini.

Hanya ada total 9 guru untuk mengajar 97 murid SD yang terbagi dalam enam kelas ini. Tahun ajaran baru nanti, mereka juga harus mengajar satu kelas untuk SMP yang berisi 23 murid. Empat di antara jumlah guru tersebut adalah perempuan.

Kondisi cuaca buruk menjadi kendala satu-satunya bagi Nur selama menjadi warga. Hewan liar seperti gajah yang seringkali datang saat panen tiba, tak membuatnya resah. Manusia dan alam tampaknya sudah bersahabat di kawasan yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ini.

"Saya harus mengambil gaji di Kota Agung (45 KM dari Tambling, RED), dan menyeberang laut. Jika cuaca buruk saya tak bisa keluar dari desa," papar Nur, yang pernah trauma karena cuaca buruk pernah membuatnya tak bisa mengikuti pemakaman ibunya.

Eni dan Nur hanya sebagian kecil saja penduduk pedalaman yang bersahabat dan menjaga alam. Masyarakat di kawasan ini memiliki kepedulian atas konservasi lingkungan dengan menjalani penghidupan yang sederhana, namun bermanfaat untuk alam dan pengembangan masyarakatnya.

Lantas apa yang bisa menjadi kontribusi masyarakat kota? Puteri Indonesia Lingkungan 2009 Zukhriatul Hafizah, yang akrab disapa Fiza, menyaksikan langsung harmoni alam dan manusia di pedalaman Lampung. Fiza bahkan semakin tergerak untuk memulai menularkan kesadaran serupa di perkotaan. Anda mau menjadi bagian penting di dalamnya? Fiza punya sejumlah saran untuk Anda.

"Tak perlu berpikir untuk berbuat sesuatu yang besar bagi lingkungan. Mulai saja dari hal sederhana, seperti menghemat listrik, air, energi, mengubah perilaku tentang sampah, dan masih banyak lagi lainnya untuk menjadikan kota lebih hijau," tandas Fiza. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com