Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Menyerah Menghadapi Lupus

Kompas.com - 10/05/2010, 11:46 WIB

Oleh Nina Susilo

Akibat lupus, kepahitan hidup dialami Betty Dwi Agustin Rahayu (38). Namun, penyakit yang bernama lengkap systemic lupus erythematosus ini juga yang membuat Betty lebih berani melangkah melanjutkan hidupnya.

Gejala seperti bercak-bercak di kulit, sariawan tidak kunjung sembuh, dan sering sakit sudah dialami Betty sejak 2003. Kemudian, badan menjadi bengkak dan rambut rontok. Ketika mengandung sampai melahirkan anak keempatnya, kondisi Betty menurun drastis. Dokter di Probolinggo, tempat Betty tinggal bersama suaminya saat itu, mencurigai perempuan ini menderita lupus sehingga melakukan tes ANA (anti-nuclear antibody) dan tes anti-DNA.

Mengetahui dirinya menderita lupus, dunia terasa runtuh. Betty merasa penyakit ini tidak ada obatnya. Apalagi ketika itu dia mengandung anak kelima dan suaminya meninggalkannya. "Setelah cerai, saya kembali ke rumah orangtua di Karah, Surabaya, dan kembali menata hidup. Anak saya banyak, siapa yang mengurus kalau saya meninggal," tuturnya.

Betty pun bangkit dan berobat sampai kondisinya stabil. Kendati demikian, ketika kelelahan atau stres, lupus bisa kembali menyerang.

Dua hal itu, stres dan kelelahan, menurut Ketua Yayasan Lupus Indonesia (YLI) Jawa Timur Karin Gracia (47), memang harus dihindari orang dengan penyakit lupus (odapus). Sebab, ketika kondisi tubuh menurun, terjadi produksi antibodi berlebih. Kelebihan antibodi ini menyerang organ tubuh lain yang lemah. Penyakit ini yang dinamakan lupus.

"Penyebabnya belum diketahui, tetapi penyakit ini tidak menular dan belum tentu diturunkan," kata Karin yang mulai mengalami gejala lupus pada 2001 dan berhasil melepaskan diri dari obat pada 2007. Rosati Herma Safitri (33) juga berhasil mengatasi lupus. Gejala yang awalnya kesemutan di tangan dan kaki serta pusing dan demam awalnya diduga penyakit syaraf. Karyawan World Trade Center Surabaya ini memerlukan sekitar tujuh tahun untuk menemukan penyakit lupus yang bersamanya.

Informasi

Setelah mengetahui menderita lupus, Rosati sempat terpukul. Hal ini terjadi akibat kerabatnya berasumsi penyakitnya akibat guna-guna. Ketidaktahuan ini menyulitkan.

Seperti juga Cempaka Arianty (19) yang berasal dari Samarinda. Ketika mengalami ruam parah di tubuh dan tangannya, Cempaka ditolak di bandara di Samarinda ketika akan berobat ke Surabaya. Sebelumnya, dokter mendiagnosa Cempaka terkena tipus, kemudian memvonis kanker getah bening (limfoma), serta memintanya menjalani operasi.

Mendapati dirinya positif lupus, Cempaka mencari informasi tentang penyakit yang disebut berwajah seribu karena menyerupai penyakit lain itu. Kesembuhan dicapai. Gosong di kulitnya sudah lindap. Kini Cempaka akan melanjutkan kuliahnya di IKIP PGRI Jember.

Untuk memberikan informasi tentang lupus, Karin, Rosati, Betty, Cempaka, dan mantan penderita lupus lain, Minggu (9/5), membagikan buku saku tentang penyakit autoimun ini. Apalagi, 10 Mei adalah peringatan Hari Lupus Sedunia.

"Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian bila dibiarkan. Tapi, sesungguhnya kita bisa sembuh. Jadi, masak harus kalah dan menyerah kalau sudah didiagnosa dengan lupus. Kesadaran ini yang kami bagikan," kata Karin yang setiap hari masih bolak-balik Surabaya ke Krian, tempat kerjanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com