Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Kuat, Nyawa Justru Melayang

Kompas.com - 24/08/2010, 09:34 WIB

Neli Triana

Ingin kuat dan sehat tetapi berbiaya murah, Taryono (45) dan Agus Mansyur (42), sesama sopir angkutan umum, menenggak jamu hasil racikan S (41), Sabtu (21/8/2010). Sayangnya, jamu oplosan berbagai zat kimia itu justru menjadi malaikat pencabut nyawa bagi mereka dan sembilan orang lain.

"Sopir biasa minum jamu. Biar tetap kuat," kata Ratno (42), saat menjemput jasad kakaknya, Taryono, di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Senin (23/8/2010).

Menurut Ratno, Taryono yang tinggal di Jalan Rambutan Nomor 99 A, Jagakarsa, Jakarta Selatan, bekerja sebagai sopir Mikrolet M17 jurusan Pasar Minggu-Jagakarsa.

Ida (40), istri Taryono, menambahkan, suaminya biasa membeli jamu seharga Rp 5.000 per gelas di kios jamu milik S di Jalan Jagakarsa Raya, RT 09 RW 03, tersebut tiga-empat kali per minggu.

Membeli jamu, yang katanya berefek memberikan rasa hangat dan menambah semangat itu, diyakini ampuh mendongkrak kinerja Taryono narik mikrolet sepanjang pagi hingga malam. Dia mampu meraup uang sekitar Rp 50.000, kadang lebih kadang kurang, untuk menutup kebutuhan keluarganya.

Keluarga Agus Mansyur mengungkapkan hal senada. Menurut Suryadi, kerabat Agus, korban pernah mengalami kecelakaan dan kakinya sering sakit. Kalau meminum jamu racikan S, rasa sakit itu berkurang dan bekerja pun tidak terhalang lagi. Sabtu malam itu Agus membeli jamu dan meminumnya di rumahnya sendiri.

”Biasanya minum jamu di situ tidak pernah sakit. Saya tidak tahu, kenapa tiba-tiba pada Minggu pagi suami saya mengeluh sakit perut, panas, mual, pusing. Ia sempat mandi lama biar panasnya hilang kemudian pergi narik. Karena tidak sembuh juga, ia pulang dan kami membawanya ke Fatmawati,” kata Ida, istri Taryono.

Setelah minum jamu Agus terlihat sehat, bahkan sempat bercanda bersama istrinya, Lokasari (37), dan keempat anak mereka. Namun, pada Minggu sore Agus muntah-muntah dan keluar busa dari mulutnya. Tulang punggung keluarga ini dikeroki istrinya, tetapi Agus makin kejang-kejang. Ia akhirnya meninggal dunia sebelum dibawa ke RS Fatmawati.

Kisah sedih juga diceritakan Satini Sugiarti Hendro (58), ibu Toro Hantoro (38). Seperti Agus dan Taryono, Toro tewas setelah meminum jamu dari kios S.

Toro—yang tinggal di Jalan Kebagusan IV, RT 011 RW 004, Pasar Minggu, bersama istri dan dua anaknya itu—sehari-harinya bekerja sebagai tenaga pemasang instalasi listrik. Jasad Toro dimakamkan di Serang, Banten.

”Ia lulusan STM,” ucap Satini saat menjemput jasad Toro di RS Cipto Mangunkusumo.

Satini mendapat kabar anak keduanya ini meninggal, Minggu pukul 22.00. Diperkirakan Toro ikut minum jamu racikan itu, Sabtu malam. Setelah minum, Toro muntah-muntah dan tidak sadarkan diri. Nyawa Toro tidak bisa diselamatkan dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya, Minggu pukul 18.15.

”Toro jarang minum jamu. Entah dalam rangka apa ia ikutan minum. Kemungkinan ia ikut minum karena diajak teman-temannya,” kata Satini sambil menyeka air mata.

Sementara Muhammad Yusuf (33), salah satu penenggak oplosan jamu, kini masih sekarat di Rumah Sakit Bhakti Yudha, Depok, Jawa Barat. Napas pria dua anak ini tersengal-sengal. Tangan dan kakinya terpaksa diikat karena ia sering meronta-ronta. Sejak masuk Unit Gawat Darurat RS Bhakti Yudha, Yusuf tidak dapat berkomunikasi dengan siapa pun.

”Pernapasannya tidak stabil. Kondisi itu terjadi karena pengaruh lambung yang mengalami kontraksi setelah minum minuman keras,” tutur dokter RS Bhakti Yudha, Yusrizal.

Pihak keluarga membawa Yusuf ke Ruang UGD RS Bhakti Yudha, Minggu pukul 23.00. Sebelumnya Yusuf meninggalkan rumah Nimin, orangtuanya di Cipayung, Depok, Rabu lalu.

”Baru pulang pada Sabtu malam. Sejak itu ia tidur seharian, kemudian bangun muntah- muntah,” kata Nimin.

Menurut Nimin, ia mengetahui anaknya menenggak minuman keras dari adiknya, Niman (60). Niman kemudian menyarankan agar Yusuf segera dibawa ke dokter sebelum berakibat fatal.

Pada Senin siang kaki Yusuf dingin. ”Saya serahkan saja sama Allah. Saya hanya ingin anak saya hidup,” tutur Nimin.

Berbahaya

Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono mengatakan, jamu yang diminum Agus, Taryono, Toro, dan Yusuf juga ditenggak oleh 11 orang lain pada malam Minggu kemarin.

”Pantauan terakhir, 11 meninggal dan 5 kritis,” kata Gatot, Senin malam.

Direktur Utama RS Fatmawati Chaerul Radjab Nasution mengatakan, dari temuan bahan di kios S, sesuai dengan laporan kepolisian, ada kemungkinan tersangka S mencampur bahan jamu asli dengan bahan lain yang ditemukan di dalam kios, seperti air jeruk, ginseng, anggur, dan minuman keras.

”Itu semua zat kimia yang jika dicampur tanpa takaran tepat, mungkin bisa bertentangan dan menjadi cairan berbahaya,” kata Chaerul.

Jika menenggak cairan oplosan itu, lambung manusia akan merespons dengan munculnya rasa mual. Dampak selanjutnya, cairan berbahaya ini bakal merusak organ dalam seperti ginjal, hati, dan sumsum tulang.

Untuk itu, kata Chaerul, melihat banyaknya kios jamu yang kini tersebar di Jakarta, hendaknya masyarakat berhati-hati.

Jika jamu atau minuman penambah energi yang ditawarkan tidak ada label dari Dinas Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta tanpa keterangan susunan bahan pembuatnya, sebaiknya tidak dikonsumsi. Termasuk jika dijanjikan dapat memperkuat stamina tubuh.

Namun, apakah Taryono, Agus, dan mungkin ribuan warga kelas menengah ke bawah lainnya paham soal ini? (ANDY RIZA HIDAYAT/AGNES RITA SULISTYAWATI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com