Sipora adalah pulau terbarat dari tiga pulau terparah yang diterjang tsunami, yaitu Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan.
Wakil Ketua DPRD Kepulauan Mentawai Nikanor Saguruk di Tua Pejat, Pulau Sipora, Selasa (2/11), mengemukakan, koordinasi penyaluran bantuan tidak jelas. ”Di tingkat elite koordinasi hanya sebatas komunikasi, tidak sampai pada putusan,” kata Nikanor.
Penilaian buruknya koordinasi datang dari asosiasi lembaga swadaya masyarakat di Jakarta, kemarin. ”Cuaca selalu jadi alasan, padahal penyebab utama itu koordinasi dan manajemen yang buruk,” kata Vino Oktvia dari Koalisi Lumbung Derma, terdiri atas 40 lembaga swadaya masyarakat, masyarakat sipil, dan mahasiswa di Sumatera Barat. Ia didampingi Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia Palma.
Menurut Vino, pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah sangat lambat dalam mendistribusikan bantuan. Akibatnya, bukan hanya lembaga swadaya asing harus mendistribusikan bantuan sendiri, melainkan juga kemungkinan bisa bertambahnya jumlah korban.
Karena koordinasi yang lemah itu, menurut Nikanor, tim sukarelawan DPRD akhirnya memutuskan untuk berangkat sendiri mengirim bantuan ke Bosua, Gobik, Masokut, dan Beriulou.
Adapun bantuan dari Kabupaten Pesisir Selatan, warga masyarakat di Tua Pejat, dan dinas-dinas dikirim dengan Kapal Motor Subbulat.
Kompas mendapati di lapangan, penduduk Pulau Sipora juga membutuhkan tambahan tenaga sukarelawan, dokter, dan perawat. Itu karena para korban tsunami di Bosua, Gobik, Katiet, Masokut, dan Beriulou—semuanya di Pulau Sipora—umumnya belum mendapat bantuan karena sulitnya medan.
Kepala Desa Bosua, Tua Pejat, Maralus Sagari, mengatakan, sebaiknya pemerintah membagi perhatian kepada korban tsunami di Sipora.
Seberino, warga Beriulou, mengatakan, korban masih perlu bantuan alat masak dan tenda.
Untuk membantu meringankan penderitaan korban, Senin sore, Kapal Motor Subbulat kembali berlayar untuk mendistribusikan bantuan.
Sejumlah sukarelawan menganjurkan penyaluran bantuan melalui jalur darat sebaiknya digiatkan karena lebih aman daripada jalur laut dan udara.
Jalur-jalur darat itu, misalnya, dari Dusun Bulasat-Dusun Bulasat Barat (40 kilometer dengan sepeda motor), berjalan kaki ke Dusun Kinumbu (5 kilometer), berjalan kaki ke Dusun Lumu (4 kilometer), berjalan kaki ke Dusun Mapinang (3 kilometer), sebelum tiba di Dusun Maonai (2 kilometer) dari Mapinang.
Dusun-dusun yang belum terjangkau adalah Dusun Kinumbuk, Limu, Mapinang, Tapak, Maurau, Maonai, Bake, Lagigi, Asahan, Pourorogat, Muntei Sabeu, Muntei Sigoisok, Eruk Paraboat, Sabiret, dan Malakopak dengan ribuan korban selamat.