Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Kreasi Baru Tenun Bali

Kompas.com - 19/04/2011, 09:12 WIB

Proses menghasilkan sehelai kain tenun ikat akan dimulai dengan memintal benang. Kemudian benang dibentangkan di alat perentang, dan helaiannya diikat dengan tali rafia sesuai pola ragam hias dan warna yang diinginkan.

Setelah pengikatan berpola tersebut, benang dicelup atau diwarnai. Benang yang sudah diwarnai kemudian di-gintir atau dipilah, lalu baru ditenun menjadi kain.

Pada tenun songket, kain ditenun dengan menyisipkan benang perak, emas, tembaga, atau benang warna di atas lungsin yang mendasari. Penempatan tambahan benang ini membentuk corak yang diinginkan dan adakalanya dipadu pula dengan teknik ikat.

Kreasi baru
Bagi kalangan yang ingin menggunakan kain tenun sebagai produk fashion, bukan demi kepentingan upacara, persoalan klasik menyangkut kain ini adalah ketebalan dan kekakuannya. Akibatnya, pada waktu lalu, kain songket tidak mudah digunakan dalam beragam model busana.

Merespons persoalan itu, Cita Tenun Indonesia (CTI) bekerja sama dengan Garuda Indonesia membentuk tim pembinaan perajin tenun di beberapa daerah, termasuk di Bali. Dalam tim ini, antara lain terdapat desainer tekstil, Ratna Panggabean, dan desainer fashion, Priyo Oktaviano.

”Dulu penenun memakai benang rangkap dua. Kain jadi tebal dan kaku. Sekarang kita perkenalkan tenunan dengan benang satu. Pengerjaannya makan waktu dua kali lipat lebih lama. Harga juga jauh lebih mahal, tetapi hasilnya, kain yang halus dan lembut,” ujar Ratna.

Kreasi baru juga diterapkan dalam pengaturan motif, ragam hias ikat dan songket, serta pewarnaan.

”Untuk upacara ritual, corak menjadi sakral kalau sudah diberkati, itu tidak diganggu. Namun, pada dasarnya orang Bali sangat terbuka dengan corak-corak baru yang diambil dari alam di sekitarnya, misal corak bunga dan daun,” ujar Priyo.

Warna dasar tenun bali umumnya warna cerah. Oleh karena itu, dikembangkan pula kreasi warna baru yang lebih natural, warna pastel, dengan bahan pewarnaan alam.

Oka dan para perajin lain yang dibina CTI di Sidemen, antara lain Ni Nyoman Suryasih dan I Wayan Suartana, merasakan bahwa kreasi baru tersebut memperluas pasar kain tenun produksi mereka. ”Selama saya buat tenun, penjualan pada 2010 lalu yang paling melonjak,” ujar Suryasih.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com